Seol mengajak Hae-yeong masuk ke rumahnya dan membawanya ke atas untuk memilih kamar. "Ruangan yang bagaimana yang kau inginkan? Bagaimana dengan ini? Namanya, 'Royal Grand Executive Presidential Suite'. Kurang bagus? Bagaimana dengan ruangan yang sebelah sini? Yang ini namanya 'Imperial Wedding Class Suite'." kata Seol mempromosikan 'kamar' yang tersedia dengan Bahasa Inggrisnya yang belepotan. "Ini saja" jawab Hae-yeong.
Hae-yeong turun ke bawah, Seol mengikutinya. "Harga resminya 150,000 won permalam. Karna kau menginap 2 malam, jadi kau hanya perlu bayar 295 000 won. Silahkan bayar dimuka" kata Seol. Hae-yeong mengeluarkan kartu kreditnya. "Lima menit sebelum kau datang tadi, mesin kartu kreditnya rusak. Jadi tolong bayar pakai uang tunai saja" kata Seol. (Sebenerny seh bo'ong. gmn mo rusak, punya ja ga. hehehe...).
"Apa kau punya kembaliannya?" kata Hae-yeong saat mengulurkan cek 1 juta won. Ini, disini ada nomor rekeningku. Tolong segera transfer uangnya. Semoga kau menikmati kamarmu. Aku pergi dulu sebentar" jawab Seol sambil mengulurkan kartu namanya. (Udah siap sedia kartu nama. Daripada ga dibayar lagi. hehehe).
"Dia sangat mirip kakek" kata Hae-yeong saat Seol beranjak pergi. Hae-yeong berkeliling di rumah Seol. Dia melihat foto Seol bersama kakak dan ibunya. Dia mengamati foto ibu Seol. "Tidak. Ini bukan tipe wanita yang disukai kakek" kata Hae-yeong pada dirinya sendiri. Kemudian Hae-yeong menelpon ke rumah. Ayah Yun-ju yang menerima telponnya.
"Hei, ini aku. Bagaimana keadaan Kakek? Ya. Kami sudah bertemu. Tapi bagaimanapun juga, aku tak bisa kesana sekarang. Ya, dia sangat 'manis'. Dia punya tujuan untuk menyembunyikan identitasnya dan mengejarku di museum" kata Hae-yeong. "Apa maksudmu? Apa kau sebelumnya pernah bertemu dengannya?" tanya Ayah Yun-ju. "Aku menelponmu untuk mengatakan padamu agar tak menungguku. Setelah mengamati sebentar dan yakin kalau dia bukan gadis yang dicari kakek, aku akan pulang sendirian" kata Hae-yeong.
"Hae-yeong, Presdir sudah menunggu hal ini sekian lama. Jadi kuharap kau lebih memperhatikannya" protes Ayah Yun-ju. "Kakek benar-benar tak tahu bagaimana cara untuk menghargai orang yang dicintainya" Hae-yeong tak mau kalah. Hae-yeong menelpon sambil mengamati Seol yang sedang sibuk di dapur. (sibuk masak sambil comot sana sini!hihihi...). "Presdir sangat bergantung pada hal ini lebih dari yang kau bayangkan. Kuharap kau lebih kuta" kata Ayah Yun-ju sambil menutup telponnya. Dia mengamati sebuah proposal yang ada didepannya. "Proposal Pengembalian Property".
Seol memasak, tapi dia membawa fried pan dan daging yang sedang dimasak-nya di sebelah tangga sambil mengambil daging itu dengan penjapit makanan dan meniup-niup masakannya. Maksudnya seh biar baunya nyampe atas supaya Hae-yeong turun buat makan. (ckckck..). Tiba-tiba Hae-yeong turun. Seol langsung lari ke kompor gas nya lagi dan pura-pura sibuk memasak.
"Baunya enak kan?" kata Seol saat melihat Hae-yeong turun. "Kau mau kemana?" tambah Seol saat melihat Hae-yeong yang akan keluar rumah. "Aku mau keluar untuk membeli makanan. Apa ada restoran di sekitar sini?" tanya Hae-yeong. "Ada tapi tempatnya jauh sekali. Satu setengah jam dari sini. Bisa dibilang lebih dekat pergi ke Seol daripada kesana" jawab Seol. "Apa? Penginapan macam apa ini? Apa ada supermarket atau toko serba ada yang dekat?" lanjut Hae-yeong. "Tak ada supermarket yang dekat dari sini. Tapi di dekat restoran ada" jawab Seol.
Hae-yeong mengelus-elus perutnya sambil mengeluh. "Sepertinya kau sangat lapar. Meskipun ini tak enak, tapi apa kau mau masak makanan buatanku lebih dulu?" tawar Seol. "Baiklah" kata Hae-yeong kemudian. Seol menawarkan makanan. Tapi tak gratis. Hae-yeong harus membayarnya. Yang biasa 30.000 won sedangkan makanan komplit 50.000 won! (ckckck...).Hae-yeong protes karna makanannya sedikit sekali. Tapi Seol membela diri sambil mengacung-ngacungkan daging yang dimasaknya, "Dalam situasi seperti ini, makanan seperti ini cukup bagus".
Yun-ju sedang di wawancarai wartawan di museum. Wartawan memberi selamat atas prestasi Yun-ju. Internet dan media sibuk membicarakan tentang buku klan leluhur.
Yun-ju bilang, intinya bukan itu, tapi sekarang adalah saat yang tepat untuk pemulihan kerajaan. Dengan tujuan agar warga negara lebih memperhatikan sejarah bangsa ini. Dia menjadi kurator museum dalam usia muda seperti ini membuat banyak orang bergosip tentangnya. Sebenarnya ini adalah berkat kerja keras. Wartawan bilang, itu dulu, mulai sekarang, publik pasti mengerti kenapa Yun-ju sudah bisa jadi kurator museum dalam usia semuda ini. Mereka takkan meragukan kemampuan Yun-ju lagi dengan hasil penemuan Yun-ju. Semuanya berkat Pangeran Lee Yeong, begitu kata Yun-ju. Wartawan itu bertanya lagi, kenapa Yun-ju tertarik meneliti sejarah. Yun-ju bilang, semuanya karna cinta pertama Yun-ju.
Yun-ju menceritakan masa lalunya bagaimana dia dan cinta pertamanya, Jeong-wu, mencari jejak tentang pangeran yang hilang. Dia bersama Jeong-wu berusaha mencari jejaknya kemana saja. Tak peduli di usir oleh para pendeta, tak peduli disuruh kerja keras, tak peduli dimaki-maki, apa saja mereka lakukan sebanyak mereka bisa untuk menemukan kembali catatan sejarah yang memuat tentang Pangeran yang hilang.
Kemudian, wartawan itu menanyakan tentang suatu pertanyaan yang sensitif, apakah buku pangeran yang hilang itu akan diberikan pada seseorang yang sanggup membayar dengan harga tinggi? Berapa harganya?. Saat Yun-ju hendak menjawabnya, tiba-tiba dia melihat Jeong-wu. Yun-ju mengatakan pada wartawan itu, dia tak tahu berapa harganya. Dan dia tak dapat menyerahkan buku itu begitu saja. Ini bukan karna jumlah uang atau apapun. Tapi karna buku ini tak ternilai harganya.
Yun-ju bilang, intinya bukan itu, tapi sekarang adalah saat yang tepat untuk pemulihan kerajaan. Dengan tujuan agar warga negara lebih memperhatikan sejarah bangsa ini. Dia menjadi kurator museum dalam usia muda seperti ini membuat banyak orang bergosip tentangnya. Sebenarnya ini adalah berkat kerja keras. Wartawan bilang, itu dulu, mulai sekarang, publik pasti mengerti kenapa Yun-ju sudah bisa jadi kurator museum dalam usia semuda ini. Mereka takkan meragukan kemampuan Yun-ju lagi dengan hasil penemuan Yun-ju. Semuanya berkat Pangeran Lee Yeong, begitu kata Yun-ju. Wartawan itu bertanya lagi, kenapa Yun-ju tertarik meneliti sejarah. Yun-ju bilang, semuanya karna cinta pertama Yun-ju.
Yun-ju menceritakan masa lalunya bagaimana dia dan cinta pertamanya, Jeong-wu, mencari jejak tentang pangeran yang hilang. Dia bersama Jeong-wu berusaha mencari jejaknya kemana saja. Tak peduli di usir oleh para pendeta, tak peduli disuruh kerja keras, tak peduli dimaki-maki, apa saja mereka lakukan sebanyak mereka bisa untuk menemukan kembali catatan sejarah yang memuat tentang Pangeran yang hilang.
Kemudian, wartawan itu menanyakan tentang suatu pertanyaan yang sensitif, apakah buku pangeran yang hilang itu akan diberikan pada seseorang yang sanggup membayar dengan harga tinggi? Berapa harganya?. Saat Yun-ju hendak menjawabnya, tiba-tiba dia melihat Jeong-wu. Yun-ju mengatakan pada wartawan itu, dia tak tahu berapa harganya. Dan dia tak dapat menyerahkan buku itu begitu saja. Ini bukan karna jumlah uang atau apapun. Tapi karna buku ini tak ternilai harganya.
Yun-ju pergi berdua dengan Jeong-wu. "Kupikir kau takkan menghubungiku dalam waktu yang lama" kata Yun-ju. "Ya, sehari itu sangat lama sekali" kata Jeong-wu dengan dingin. "Maafkan aku. Aku tahu bagaimana perasaanmu sekarang" lanjut Yun-ju. "Kau sudah tahu itu dan kau tetap melakukannya" kata Jeong-wu. "Kalau aku memohon padamu apa kau mengijinkan aku melakukannya? Tak bisakah kau mengerti aku?" tanya Yun-ju. "Kenapa kau lakukan ini?" tanya Jeong-wu dengan nada tinggi. "Aku tak mau mengatakannya" kata Yun-ju.
"Kau harus mengatakannya. Setidaknya katakan sesuatu. Sampai sekarang aku mencoba mengerti dirimu. Dan berjuang mendapatkan itu. Setidaknya, aku tak kehilangan muka" protes Jeong-wu. "Karna presdir sangat berharap pada hal ini. Kau juga tahu, selama presdir menginginkannya, aku dan keluargaku tak bisa menolaknya" ungkap Yun-ju. "Hal itu pasti sangat melelahkan. Sampai kau muncul lagi , aku tak bisa berpikir rasional. Kau pasti sangat lelah. Itu yang kupikirkan" sindir Jeong-wu. "Aku tak mau mendengar apa-apa lagi. Lebih baik aku pergi dulu. Akan kutunggu sampai perasaanmu kembali baik, hubungi aku. Aku pergi sekarang" pamit Yun-ju seraya meninggalkan tempat itu.
"Kau harus mengatakannya. Setidaknya katakan sesuatu. Sampai sekarang aku mencoba mengerti dirimu. Dan berjuang mendapatkan itu. Setidaknya, aku tak kehilangan muka" protes Jeong-wu. "Karna presdir sangat berharap pada hal ini. Kau juga tahu, selama presdir menginginkannya, aku dan keluargaku tak bisa menolaknya" ungkap Yun-ju. "Hal itu pasti sangat melelahkan. Sampai kau muncul lagi , aku tak bisa berpikir rasional. Kau pasti sangat lelah. Itu yang kupikirkan" sindir Jeong-wu. "Aku tak mau mendengar apa-apa lagi. Lebih baik aku pergi dulu. Akan kutunggu sampai perasaanmu kembali baik, hubungi aku. Aku pergi sekarang" pamit Yun-ju seraya meninggalkan tempat itu.
Di kantor partai yang menentang pemulihan sistem kerajaan di korea, "Tidak, orang-orang Korea pasti tak tahu kalau perasaan presiden itu sedang kacau. Bagaimana bisa, hanya aku yang bisa mengerti. Hanya aku? Benar-benar.....Bagaimanapun, orangtua itu pasti akan segera mati hari ini atau besok. Jika dia hanya berbohong dan sesuatu terjadi kemudian, lalu Kim Ji-dong dan grup Korea takkan pernah berdamai. Aku, Ini benar-benar....Apa maksudnya membangun kembali keluarga Kerajaan Korea? Kenapa hal ini nampak rumit sekali. Aku bahkan harus memikirkan satu demi satu" kata So Sun-wu.
"Kudengar presiden Park Dong-jae baru saja sampai di istana presiden" kata penasehatnya. "Apa? Kenapa?" kata Sun-wu panik. "Katanya dia punya pembicaraan rahasia dengan presiden" jawab penasehatnya. Sun-wu meminta penasehatnya mendekat. "Kirimkan seseorang segera untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan" perintah Sun-wu. "Kudengar presiden hanya ingin bertemu dia seorang saja. Tapi..." timpal penasehatnya. "Apa?" kata Sun-wu. "Hanya untuk mereka berdua saja. Bagaimana kita bisa mencari tahu infonya" jawab penasehatnya lagi. "Aigoo. Apa kalian tak pernah nonton film? Mata-mata selalu menemukan cara untuk masuk ke dalam Gedung Putih. Kenapa kau tak bisa melakukan hal yang sama? Kenapa kau bilang kau tak dapat melakukannya? Bagaimana kalau kita memanjat dinding atau masuk melalui lubang angin untuk masuk ke dalam" ceramah Sun-wu. "Bagaimana kalau kita merayu presiden?" penasehatnya memberikan pendapatnya. Jangan ajari aku, Bukankah aku sudah bilang dengan jelas padamu satu persatu? Haruskah aku selalu mengajarkannya tahap demi tahap? Keluar! Keluar! Keluar! Keluar!" teriak Sun-wu memaki-maki penasehatnya.
"Kudengar presiden Park Dong-jae baru saja sampai di istana presiden" kata penasehatnya. "Apa? Kenapa?" kata Sun-wu panik. "Katanya dia punya pembicaraan rahasia dengan presiden" jawab penasehatnya. Sun-wu meminta penasehatnya mendekat. "Kirimkan seseorang segera untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan" perintah Sun-wu. "Kudengar presiden hanya ingin bertemu dia seorang saja. Tapi..." timpal penasehatnya. "Apa?" kata Sun-wu. "Hanya untuk mereka berdua saja. Bagaimana kita bisa mencari tahu infonya" jawab penasehatnya lagi. "Aigoo. Apa kalian tak pernah nonton film? Mata-mata selalu menemukan cara untuk masuk ke dalam Gedung Putih. Kenapa kau tak bisa melakukan hal yang sama? Kenapa kau bilang kau tak dapat melakukannya? Bagaimana kalau kita memanjat dinding atau masuk melalui lubang angin untuk masuk ke dalam" ceramah Sun-wu. "Bagaimana kalau kita merayu presiden?" penasehatnya memberikan pendapatnya. Jangan ajari aku, Bukankah aku sudah bilang dengan jelas padamu satu persatu? Haruskah aku selalu mengajarkannya tahap demi tahap? Keluar! Keluar! Keluar! Keluar!" teriak Sun-wu memaki-maki penasehatnya.
Sementara itu, Kakek Hae-yeong ada di istana presiden bersama Presiden. "Sepertinya anggota konggres So Sun-wu marah sekali. Mereka mungkin sedang menyiapkan serangan. Kita harus menanganinya bersama-sama" kata Presiden. "Dia sedang mencari masalah untuk mengganggu anda. Aku juga akan sering kesini untuk mengganggu anda. Aku benar-benar berterimakasih pada anda, Bapak Presiden. Tapi aku juga benar-benar takut" timpal Presdir Park.
"Kudengar kesehatan anda tak begitu baik." kata Presiden. "Aku cuma agak takut. Ya beginilah kehidupan seorang pria tua. Meskipun seperti sebuah kayu lapuk di musim gugur, tapi takkan mudah menyerah begitu saja. Semuanya sudah selesai dipersiapkan , jangan khawatir" jawab Presdir Park. "Kerja keras anda akan segera terwujud. Jadi, hiduplah lebih lama untuk mendapatkan hasilnya." kata Presiden lagi. "Benarkah? Terima kasih!" ungkap Presdir Park. "Bagaimana dengan proses perbaikan rumah kekaisaran?" tanya Presiden.
"Kudengar kesehatan anda tak begitu baik." kata Presiden. "Aku cuma agak takut. Ya beginilah kehidupan seorang pria tua. Meskipun seperti sebuah kayu lapuk di musim gugur, tapi takkan mudah menyerah begitu saja. Semuanya sudah selesai dipersiapkan , jangan khawatir" jawab Presdir Park. "Kerja keras anda akan segera terwujud. Jadi, hiduplah lebih lama untuk mendapatkan hasilnya." kata Presiden lagi. "Benarkah? Terima kasih!" ungkap Presdir Park. "Bagaimana dengan proses perbaikan rumah kekaisaran?" tanya Presiden.
Sementara Presdir Park dan Presiden berbincang-bincang di Blue House, Hae-yeong berteriak-teriak di rumah Seol dan keluar dari kamar mandi. (hehehe...).
Hae-yeong berteriak dan keluar dari kamar mandi tanpa memakai apa-apa. Seol langsung menutupi wajahnya dengan bawang bombay dan paprika karna dia sedang memasak sambil menjawab perkataan Hae-yeong. Hae-yeong protes karna tak ada air panas di kamar mandi. Seol bilang, untuk mendapatkan air panas, dia harus membayar 5000 won. (Jaaaaah...smuanya di komersilkan).
Tentu saja Ha-yeong marah mendengar kalau dia harus bayar lagi untuk mendapatkan air panas. Seol bilang dia harus keluar sebentar dan meminta Hae-yeong untuk menutup pintu. Kalau Hae-yeong ingin nitip bli roti atau sesuatu, tinggal bilang saja padanya. Seol menutup mulutnya karna salah bicara. Dan tentu saja Hae-yeong melotot ke arah Seol. Coz Seol bilang disekitar sini tak ada supermarket atau toko serba ada. Seol bilang, supermarket ma toserba memang tak ada. Tapi ada toko kelontong disekitar sini. Dia menawarkan pada Hae-yeong untuk pergi bersamanya kesana sekarang. Hanya 5 menit jalan kaki dari rumahnya! Tentu saja Hae-yeong berteriak marah karna merasa dibohongi.(bwahahaha.....).
Hae-yeong berteriak dan keluar dari kamar mandi tanpa memakai apa-apa. Seol langsung menutupi wajahnya dengan bawang bombay dan paprika karna dia sedang memasak sambil menjawab perkataan Hae-yeong. Hae-yeong protes karna tak ada air panas di kamar mandi. Seol bilang, untuk mendapatkan air panas, dia harus membayar 5000 won. (Jaaaaah...smuanya di komersilkan).
Tentu saja Ha-yeong marah mendengar kalau dia harus bayar lagi untuk mendapatkan air panas. Seol bilang dia harus keluar sebentar dan meminta Hae-yeong untuk menutup pintu. Kalau Hae-yeong ingin nitip bli roti atau sesuatu, tinggal bilang saja padanya. Seol menutup mulutnya karna salah bicara. Dan tentu saja Hae-yeong melotot ke arah Seol. Coz Seol bilang disekitar sini tak ada supermarket atau toko serba ada. Seol bilang, supermarket ma toserba memang tak ada. Tapi ada toko kelontong disekitar sini. Dia menawarkan pada Hae-yeong untuk pergi bersamanya kesana sekarang. Hanya 5 menit jalan kaki dari rumahnya! Tentu saja Hae-yeong berteriak marah karna merasa dibohongi.(bwahahaha.....).
Malam itu, Hae-yeong berbaring di kamar yang disewanya. Kemudian dia mendengar suara dibawah. Dia pun turun kebawah karna penasaran dengan suara yang didengarnya. Dia melihat Seol sedang duduk di ayunan bersama kedua anjingnya disebelahnya sambil nonton layar tancep! (hehehe...). Nonton film klasik dengan cara yang klasik. Dia memakai tembok rumahnya (sebagai ganti kain yang biasa dipake kalo di indo buat nonton layar tancep. Ga tahu kalo di Korea namanya apa). Hae-yeong yang baru datang menghalangi proyektor filmnya. Tentu saja Seol marah.
"Kau menghalangi filmnya. Kenapa kau berdiri saja disana. Ayo kesini" kata Seol. "Apa yang sedang kau lakukan? Disini dingin sekali" tanya Hae-yeong. " Hanya satu dan satu-satunya, Teater terbuka si gadis manis, Teater Impian Lee Seol" jawab Seol dengan memakai Bahasa Inggrisnya yang belepotan.
"Pengucapanmu payah sekali" ledek Hae-yeong sambil mengambil camilan Seol. "Jangan ambil camilanku. Ayo kembalikan. Enak saja bilang begitu padaku" protes Seol. "Diam dan konsentrasi nonton film saja" kata Hae-yeong sambil menjejalkan jamilan yang diambilnya ke mulut Seol. (co cweet). "Saat kau menonton Hepburn.. Apa kau merasakan sesuatu? Biarpun sudah menontonnya berkali-kali, Tapi kenapa tetap saja menarik?" kata Hae-yeong.
"Kau menghalangi filmnya. Kenapa kau berdiri saja disana. Ayo kesini" kata Seol. "Apa yang sedang kau lakukan? Disini dingin sekali" tanya Hae-yeong. " Hanya satu dan satu-satunya, Teater terbuka si gadis manis, Teater Impian Lee Seol" jawab Seol dengan memakai Bahasa Inggrisnya yang belepotan.
"Pengucapanmu payah sekali" ledek Hae-yeong sambil mengambil camilan Seol. "Jangan ambil camilanku. Ayo kembalikan. Enak saja bilang begitu padaku" protes Seol. "Diam dan konsentrasi nonton film saja" kata Hae-yeong sambil menjejalkan jamilan yang diambilnya ke mulut Seol. (co cweet). "Saat kau menonton Hepburn.. Apa kau merasakan sesuatu? Biarpun sudah menontonnya berkali-kali, Tapi kenapa tetap saja menarik?" kata Hae-yeong.
Mereka sedang seru menonton film saat tiba-tiba jendela salah satu kamar terbuka. Mereka berdua pun tertawa melihatnya. Seol pun maju ke depan untuk menutup kembali jendela itu.
"Apa ini tempat kelahiranmu?" tanya Hae-yeong tiba-tiba. "Bagaimana mengatakannya..Aku sudah tinggal disini sejak aku berumur 6 tahun" jawab Seol. "Bagaimana sebelumnya? Dimana kau tinggal?" tanya Hae-yeong lagi. "Aku tinggal dimana saja. Kemudian aku tinggal di panti asuhan selama 10 bulan lalu aku diadopsi. Saat pertama kali tinggal disini, aku tak tersenyum ataupun menangis. Seperti seorang bayi di rahim ibunya. Yang hanya bisa meringkuk dan tertidur" cerita Seol. "Lalu apa kau masih ingat orangtuamu?" tanya Hae-yeong lagi. "Bagaimana jika aku ingat? Apa kau akan membantuku untuk mencari mereka? Ah...Sepertinya kau malah ketakutan" jawab Seol sambil menggoda Hae-yeong.
"Aku tak begitu ingat..itu mimpi atau kenyataan yang kupunya. Tapi rasanya aku masih bingung memikirkannya sampai sekarang" cerita Seol. "Aku bisa membantumu..Karna aku seorang diplomat. Aku akan lebih mudah mencari keluargamu daripada kau" tawar Hae-yeong. "Dia bilang dia kan kembali menjemputku" kata Seol tiba-tiba. "Siapa? Apa ayahmu?" tanya Hae-yeong penasaran. "Meskipun aku tak ingat seperti apa dia, tapi aku masih ingat kata-katanya 'Papa akan kembali untuk menjemputmu, Papa akan segera pulang'. Tapi kata 'sekarang' jadi 'lama sekali'." curhat Seol. "Apa kau membencinya?" Hae-yeong masih juga bertanya. "Meskipun aku bukan seorang yatim piatu, seorang anak kecil pasti akan selalu seperti itu. Jangan menyangkal kalau kau tak pernah protes pada orangtuamu" kata Seol.
Seol tersenyum, kemudian dia berkata, "Senyumku manis kan? Kapanpun aku merindukan Papaku, aku akan berlatih tersenyum seperti ini. Saat Papaku menemukanku, aku akan tersenyu seperti ini padanya". "Bagaimana jika kau temukan Papamu besok? Apa yang akan kaulakukan?" Hae-yeong terus saja bertanya. "Aku akan pergi ke kantor pajak dan bertanya seberapa banyak aset yang dia punya. Kemudian aku akan pergi ke kantor kelurahan dan bertanya seberapa banyak saudara yang aku punya" jawab Seol seenaknya. (belum-belum dah mikirin berapa kekayaan yang akan didapatnya. ckckck...ne anak). "Kau itu masih muda, tapi kenapa pemikiranmu seperti itu?" sindir Hae-yeong.
HP Seol berbunyi. Dari asisten Profesor Nam Jeong-wu. Asisten profesor bertanya bukankah keluarganya punya penginapan. Jadi asisten Jeong-wu meminta tolong Seol untuk menyediakan tempat untuk profesor dan temannya besok. Asisten profesor benar-benar memohon pada Seol. Padahal sebenarnya, tanpa memohon pun Seol pasti akan langsung menyetujuinya. Seol bilang dia punya banyak fasilitas untuk mereka. Asisten Jeong-wu bilang, Jeong-wu pergi ke sana bersama temannya untuk menggali sejarah.
"Apa ini tempat kelahiranmu?" tanya Hae-yeong tiba-tiba. "Bagaimana mengatakannya..Aku sudah tinggal disini sejak aku berumur 6 tahun" jawab Seol. "Bagaimana sebelumnya? Dimana kau tinggal?" tanya Hae-yeong lagi. "Aku tinggal dimana saja. Kemudian aku tinggal di panti asuhan selama 10 bulan lalu aku diadopsi. Saat pertama kali tinggal disini, aku tak tersenyum ataupun menangis. Seperti seorang bayi di rahim ibunya. Yang hanya bisa meringkuk dan tertidur" cerita Seol. "Lalu apa kau masih ingat orangtuamu?" tanya Hae-yeong lagi. "Bagaimana jika aku ingat? Apa kau akan membantuku untuk mencari mereka? Ah...Sepertinya kau malah ketakutan" jawab Seol sambil menggoda Hae-yeong.
"Aku tak begitu ingat..itu mimpi atau kenyataan yang kupunya. Tapi rasanya aku masih bingung memikirkannya sampai sekarang" cerita Seol. "Aku bisa membantumu..Karna aku seorang diplomat. Aku akan lebih mudah mencari keluargamu daripada kau" tawar Hae-yeong. "Dia bilang dia kan kembali menjemputku" kata Seol tiba-tiba. "Siapa? Apa ayahmu?" tanya Hae-yeong penasaran. "Meskipun aku tak ingat seperti apa dia, tapi aku masih ingat kata-katanya 'Papa akan kembali untuk menjemputmu, Papa akan segera pulang'. Tapi kata 'sekarang' jadi 'lama sekali'." curhat Seol. "Apa kau membencinya?" Hae-yeong masih juga bertanya. "Meskipun aku bukan seorang yatim piatu, seorang anak kecil pasti akan selalu seperti itu. Jangan menyangkal kalau kau tak pernah protes pada orangtuamu" kata Seol.
Seol tersenyum, kemudian dia berkata, "Senyumku manis kan? Kapanpun aku merindukan Papaku, aku akan berlatih tersenyum seperti ini. Saat Papaku menemukanku, aku akan tersenyu seperti ini padanya". "Bagaimana jika kau temukan Papamu besok? Apa yang akan kaulakukan?" Hae-yeong terus saja bertanya. "Aku akan pergi ke kantor pajak dan bertanya seberapa banyak aset yang dia punya. Kemudian aku akan pergi ke kantor kelurahan dan bertanya seberapa banyak saudara yang aku punya" jawab Seol seenaknya. (belum-belum dah mikirin berapa kekayaan yang akan didapatnya. ckckck...ne anak). "Kau itu masih muda, tapi kenapa pemikiranmu seperti itu?" sindir Hae-yeong.
HP Seol berbunyi. Dari asisten Profesor Nam Jeong-wu. Asisten profesor bertanya bukankah keluarganya punya penginapan. Jadi asisten Jeong-wu meminta tolong Seol untuk menyediakan tempat untuk profesor dan temannya besok. Asisten profesor benar-benar memohon pada Seol. Padahal sebenarnya, tanpa memohon pun Seol pasti akan langsung menyetujuinya. Seol bilang dia punya banyak fasilitas untuk mereka. Asisten Jeong-wu bilang, Jeong-wu pergi ke sana bersama temannya untuk menggali sejarah.
Dengan penuh semangat Seol membersihkan rumahnya, halaman rumahnya, menyiapkan makanan, menata dekorasi halaman rumahnya, agar tak seperti 'Love Hotel' yang dipilihkan oleh asisten Jeong-wu yang dibilang berisik oleh Jeong-wu kemaren. Seol berkata pada dirinya sendiri, ini pasti takdir mereka berdua. Dia tertawa dengan keras saking bahagianya. Seol bahkan mendandani dua ekor anjingnya. (kyut). hehehe...
Setelah semuanya selelsai, dia merayu Hae-yeong untuk pindah kamar. Tentu saja Hae-yeong menolaknya. Kenapa dia harus pindah kalau masih ada kamar yang lain. Seol bilang, karna dia ingin Jeong-wu menempati kamar yang berseberangan dengan kamarnya agar mereka bisa menikmati malam hari bersama-sama. Kemudian akan terciptalah 'percikan-percikan cinta'. (haaa????).
Seol bahkan mengancam takkan memberi Hae-yeong makan kalau dia tak mau pindah. ckckck..Tahu-tahu Jeong-wu dan temannya sudah sampai di rumah Seol. Seol menyuruh Hae-yeong untuk menyambut Jeong-wu dengan baik sementara dia akan berdandan dulu, saat mendengar suara mobil datang! Hae-yeong protes, tapi Seol sudah terlanjur lari ke atas dan masuk ke kamarnya. hehehe...
Setelah semuanya selelsai, dia merayu Hae-yeong untuk pindah kamar. Tentu saja Hae-yeong menolaknya. Kenapa dia harus pindah kalau masih ada kamar yang lain. Seol bilang, karna dia ingin Jeong-wu menempati kamar yang berseberangan dengan kamarnya agar mereka bisa menikmati malam hari bersama-sama. Kemudian akan terciptalah 'percikan-percikan cinta'. (haaa????).
Seol bahkan mengancam takkan memberi Hae-yeong makan kalau dia tak mau pindah. ckckck..Tahu-tahu Jeong-wu dan temannya sudah sampai di rumah Seol. Seol menyuruh Hae-yeong untuk menyambut Jeong-wu dengan baik sementara dia akan berdandan dulu, saat mendengar suara mobil datang! Hae-yeong protes, tapi Seol sudah terlanjur lari ke atas dan masuk ke kamarnya. hehehe...
Jeong-wu datang bersama temannya. Dia tersenyum melihat tulisan penyambutan yang ada di pintu masuk rumah Seol yang berbunyi, "SELAMAT DATANG PROFESOR NAM JEONG-WU".
Saat Jeong-wu sampai, dia bertanya pada Hae-yeong apakah Hae-yeong pemilik rumah itu. Hae-yeong bilang, pemilik rumahnya sedang ganti baju karna Profesor Nam datang kesini. (jaaah...malah bongkar rahasia...). Kemudian Hae-yeong bertanya dengan dingin, siapa yang bernama Jeong-wu. Jeong-wu pun menjawabnya tak kalah dingin.
Seol yang sudah selesai berdandan turun ke bawah untuk menyambut Jeong-wu. Seol senang sekali. Jeong-wu kaget melihat Seol ada disitu juga. Seol pun menjelaskan kalau dia adalah pemilik rumah itu. Kemudian saat Jeong-wu bertanya siapa Hae-yeong. Saat Seol mencoba menjelaskan, Tiba-tiba Hae-yeong memeluk Seol dan mengatakan pada Jeong-wu kalau dia tinggal bersama Seol. Hae-yeong bahkan mencium pipi Seol.
Jeong-wu memberi selamat pada mereka berdua. Tentu saja Seol mencoba mati-matian untuk menyangkalnya. Apalagi Hae-yeong menambahkan dengan semua yang dikatakan Seol padanya saat dia pertama kali datang untuk menginap. Tentang jenis kamar, harga yang harus dibayar dan juga ada biaya tambahan kalau ingin mandi dengan air panas. Dan kalau ada apa-apa, tinggal ketuk pintu kamar Seol dan Hae-yeong yang ada di seberang kamar yang disediakan untuk mereka. bwahahaha....Seol pe mencak-mencak!
Jeong-wu memberi selamat pada mereka berdua. Tentu saja Seol mencoba mati-matian untuk menyangkalnya. Apalagi Hae-yeong menambahkan dengan semua yang dikatakan Seol padanya saat dia pertama kali datang untuk menginap. Tentang jenis kamar, harga yang harus dibayar dan juga ada biaya tambahan kalau ingin mandi dengan air panas. Dan kalau ada apa-apa, tinggal ketuk pintu kamar Seol dan Hae-yeong yang ada di seberang kamar yang disediakan untuk mereka. bwahahaha....Seol pe mencak-mencak!
He-yeong menarik Seol masuk ke dalam rumah saat Seol berusaha untuk menjelaskan permasalahannya pada Jeong-wu. Di dalam rumah, Seol marah-marah karna perkataan Hae-yeong tadi. Hae-yeong membela diri. Bukankah Seol melakukannya saat mereka bertemu Yun-ju. Jadi sekarang impas kan?
Seol bilang ya sudah memang sudah impas. Dia juga bilang dia tak suka Yun-ju. Hae-yeong membela Yun-ju dengan mengatakan kalau setiap wanita akan membenci wanita lain yang lebih baik daripada dirinya sendiri. Seol bilang, dia benci bukan karna kurator museum itu punya karier yang bagus, bukan karna Yun-ju lebih terkenal, tapi karna Yun-ju bermuka dua. Kelihatannya saja dia pendiam, tapi sebenarnya dia penipu. Hae-yeong masih mencoba membela Yun-ju. Kemudian Seol menyuruh Hae-yeong membawa semua makanan yang sudah disiapkan Seol keluar, kalau tidak, Dia takkan memberi makan Hae-yeong. Hae-yeong pun bergumam dan berkata, "Kau selalu menggunakan makanan untuk memeras orang setiap hari". hehehe.
Seol bilang ya sudah memang sudah impas. Dia juga bilang dia tak suka Yun-ju. Hae-yeong membela Yun-ju dengan mengatakan kalau setiap wanita akan membenci wanita lain yang lebih baik daripada dirinya sendiri. Seol bilang, dia benci bukan karna kurator museum itu punya karier yang bagus, bukan karna Yun-ju lebih terkenal, tapi karna Yun-ju bermuka dua. Kelihatannya saja dia pendiam, tapi sebenarnya dia penipu. Hae-yeong masih mencoba membela Yun-ju. Kemudian Seol menyuruh Hae-yeong membawa semua makanan yang sudah disiapkan Seol keluar, kalau tidak, Dia takkan memberi makan Hae-yeong. Hae-yeong pun bergumam dan berkata, "Kau selalu menggunakan makanan untuk memeras orang setiap hari". hehehe.
Saat hendak membawa makanan itu keluar, Hp Hae-yeong berbuyi. Kakek nya yang menelpon. Hae-yeong menanyakan bagaimana kabar kakeknya. Tapi kakeknya malah menanyakan kabar Seol. Bagaimana keadaan seol. Hae-yeong bilang, orang hiperaktif seperti Seol takkan pernah sakit. Kakek senang sekali mendengarnya. Hae-yeong bilang, dia tak tahu apa yang harus dikatakannya pada Seol. Kakek berkata, bilang saja kalau semua ini kesalahannya dan kemudian meminta Hae-yeong untuk segera membawa Seol pulang ke rumah. Saat menutup telponnya, di kamarnya kakek berkata, "Apa anda membawa 'sachet' itu bersama anda?"
Seol membuatkan 3 gelas kopi. Dia keluar dari rumah sambil berkata, "Profesor, kopinya sudah siap...Mmm". "Terimakasih" kata Hae-yeong yang ada di teras rumah sambil menyambar salah satu cangkir kopi. Seol meliriknya dengan tajam, tapi Hae-yeong cuek-cuek saja.
Seol menghampiri profesor dan temannya untuk memberikan kopi mereka. Saat Seol memberikan kopi itu, dia melihat ke arah buku yang sedang di pegang profesor. "Apa itu?" tanyanya. "Saat pelajaran apa kau hanya memandangi wajahku? Benar begitu kan? Aku sudah pernah menerangkannya di kelas. Itu adalah 'sachet' yang berisi abu Ratu Myeong-seong" jelas Jeong-wu sambil menggoda Seol. Seol tersipu-sipu malu, kemudian dia berkata, "Pantas saja sepertinya familiar sekali. Kupikir aku pernah melihatnya dirumahku". Tentu saja perkataannya membuat Jeong-wu dan temannya memandang ke arahnya dan kemudian tertawa karna menyangka Seol bercanda.
"Aigoo...Muridmu ini benar-benar menarik. 'sachet' abu Ratu Myeong-seong hanya tercatat dalam data sejarah. Jika kau menemukannya di rumahmu, hubungi kami. Kami akan menulis namamu dalam buku sejarah" kata teman Jeong-wu meremehkan. "Benarkah?" kata Seol yang mengira perkataan itu serius. "Tentu saja" jawab teman Jeong-wu.
Kemudian mereka membicarakan Yun-ju. Karna teman Jeong-wu tahu hubungan antara Jeong-wu dengan Yun-ju. Dia bilang dia mendengar kabar Yun-ju di surat kabar. Yun-ju sangat bersinar. Dia sudah menduduki jabatan sebagai kurator museum sekarang. Dan bertanya apakah Jeong-wu tak ingin segera menikahi Yun-ju sebelum posisi Yun-ju jadi lebih tinggi. Jeong-wu tak menanggapi perkataan temannya dan bilang kalau itu hanya omong kosong.
Sementara itu, Hae-yeong yang tak jauh dari mereka tentu saja mendengar perkataan teman Jeong-wu. Dia memandang tajam ke arah Jeong-wu. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Jeong-wu karna tak suka dipandangi Hae-yeong seperti itu.
Seol menghampiri profesor dan temannya untuk memberikan kopi mereka. Saat Seol memberikan kopi itu, dia melihat ke arah buku yang sedang di pegang profesor. "Apa itu?" tanyanya. "Saat pelajaran apa kau hanya memandangi wajahku? Benar begitu kan? Aku sudah pernah menerangkannya di kelas. Itu adalah 'sachet' yang berisi abu Ratu Myeong-seong" jelas Jeong-wu sambil menggoda Seol. Seol tersipu-sipu malu, kemudian dia berkata, "Pantas saja sepertinya familiar sekali. Kupikir aku pernah melihatnya dirumahku". Tentu saja perkataannya membuat Jeong-wu dan temannya memandang ke arahnya dan kemudian tertawa karna menyangka Seol bercanda.
"Aigoo...Muridmu ini benar-benar menarik. 'sachet' abu Ratu Myeong-seong hanya tercatat dalam data sejarah. Jika kau menemukannya di rumahmu, hubungi kami. Kami akan menulis namamu dalam buku sejarah" kata teman Jeong-wu meremehkan. "Benarkah?" kata Seol yang mengira perkataan itu serius. "Tentu saja" jawab teman Jeong-wu.
Kemudian mereka membicarakan Yun-ju. Karna teman Jeong-wu tahu hubungan antara Jeong-wu dengan Yun-ju. Dia bilang dia mendengar kabar Yun-ju di surat kabar. Yun-ju sangat bersinar. Dia sudah menduduki jabatan sebagai kurator museum sekarang. Dan bertanya apakah Jeong-wu tak ingin segera menikahi Yun-ju sebelum posisi Yun-ju jadi lebih tinggi. Jeong-wu tak menanggapi perkataan temannya dan bilang kalau itu hanya omong kosong.
Sementara itu, Hae-yeong yang tak jauh dari mereka tentu saja mendengar perkataan teman Jeong-wu. Dia memandang tajam ke arah Jeong-wu. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Jeong-wu karna tak suka dipandangi Hae-yeong seperti itu.
Seol memandang ke arah Hae-yeong, kemudian dia pura-pura bilang kalau dia lupa mematikan gas. Dia bergegas masuk ke dalam. Sampai di hadapan Hae-yeong, dia meminta Hae-yeong untuk masuk ke dalam. Di dalam Hae-yeong menanyakan Yun-ju yang dimaksud oleh Jeong-wu. Apakah itu Yun-ju yang sama dengan Yun-ju nya? Seol pura-pura tak tahu apa-apa dan malah bilang apakah kurator museum itu namanya Yun-ju. (hehehe..). Seol mencoba mengalihkan pembicaraan. Tapi Hae-yeong menarik tangannya untuk meminta penjelasan.
Hae-yeong marah karna Seol tahu sejak awal tapi dia malah menyembunyikannya. Kemudian Seol bercerita, yang dia tahu, Yun-ju itu adalah cinta pertama Jeong-wu. Seol bilang, kalau Hae-yeong bisa mengalahkan kekuatan cinta pertama ya silahkan saja. Hae-yeong bilang bukan masalah menang atau kalah. Seol belum tahu siapa dia, jadi Seol bisa berkata seperti itu. Hae-yeong tipe pria yang ingin kehilangan sesuatu tapi dia tak pernah kehilangan sesuatu itu, sama saja artinya dia pengen mencampakkan seseorang, tapi orang itu balik lagi padanya. Seol bilang, bukankah Hae-yeong sudah kalah oleh cucu Presdir Daehan untuk menarik perhatian Yun-ju. Hae-yeong hanya bisa diam.
Seol bilang, alasan dia tak berkata jujur pada Hae-yeong adalah karna dia tak ingin Jeong-wu mengetahui keberadaan Hae-yeong. Seol berharap Jeong-wu akan dicampakkan Yun-ju. Cinta segitiga itu lebih menggairahkan, bukan?. Itulah kenapa Seol ingin Hae-yeong membantunya. Dan Seol bilang dia akan berusaha keras untuk mendapatkan Jeong-wu sebelum dia pergi ke Mesir.
Katakanlah jika seorang wanita gampang dibutakan oleh kecemburuannya, maka seorang pria akan menyembunyikan rasa cemburunya itu meskipun darahnya mendidih. Kita bisa lihat hal itu nanti. Kemudian Seol yang mengintip di pintu rumah meminta Hae-yeong untuk memegang tangannya. Tapi Hae-yeong malah meninggalkan Seol di depan pintu. Seol masuk sambil ngomel kesal karna Hae-yeong tak mau mengikuti kata-katanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Seol kesal. "Kenapa? Setelah kupegang tanganmu, kemudian kau akan berteriak-teriak 'Profesor, tolong aku'. Kau ingin berteriak seperti itu kan?" kata Hae-yeong sambil menirukan kelakuan Seol. "Wow. Bingo. Tepat sekali. Bagaimana kau tahu?" kata Seol. Tapi kemudian Seol kaget dan berteriak meminta tolong karna Hae-yeong tiba-tiba menyeretnya naik ke atas.
"Kenapa kau membawaku ke atas sini?" tanya Seol yang bingung dengan kelakuan Hae-yeong yang tiba-tiba itu. "Ini kamarmu kan? Cepat kemasi barang-barangmu dan keluar" kata Hae-yeong, membuat Seol jadi tambah bingung. "Ada apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk bersekutu? Kenapa kau selalu seperti ini padaku?" protes Seol. "Kita pergi ke Seoul" kata Hae-yeong kemudian. "Jika kau selalu seperti itu, aku akan marah padamu" protes Seol lagi. "Kupikir kau adalah bibiku!" ungkap Hae-yeong kemudian dengan nada tinggi.
"Apa?" tanya Seol sambil menatap Hae-yeong. "Kupikir kau adalah bibiku!" teriak Hae-yeoang. "Bibi? Bibi apa?" Seol ikut meninggikan suaranya. "Kau tahu artinya bibi kan? Sepertinya kau adalah putri kakekku" jelas Hae-yeong. Seol tertawa mengejek. "Konyol kan? Aku juga berpikir kalau hal ini konyol. Aku baru tahu ini 48 jam yang lalu" cerita Hae-yeong.
"Kau benar, aku setuju denganmu. Meskipun kau seorang diplomat, mobilmu itu mobil kelas atas, selalu bisa membeli cincin mahal kapanpun kau suka, dan aku lebih tua darimu? Bibi..Ah, apa kau punya bukti? Bukankah ini aneh? Jika mereka ingin menemukan putrinya yang hilang, bukankah mereka yang harus mencarinya? Dengan kata lain, kenapa harus kaeponakanku yang lebih tua dariku yang harus mencariku? Dan jika aku memang putri yang sebenarnya, Apa kau punya bukti? Foto atau apapun yang bisa dipakai sebagai bukti. Dengan kata lain mungkin kau punya lamat lamaku jika kau bisa mengingatnya. Harusnya kau bertanya hal itu" kata Seol panjang lebar.
"Meskipun aku ingin tahu, aku tak bisa melakukannya karna kakek sedang sakit" Hae-yeong mencoba membela diri. "Woah Aku tahu akhirnya akan jadi seperti ini. Ini bukan karna kau butuh hati atau ginjalku kan?" tebak Seol asal. "Dasar anak ini! Kenapa kau bisa berkata seperti itu" Hae-yeong mulai kesal.
"Anak apa? Bukankah kau baru saja bilang kalau aku ini bibimu? Apa itu artinya kau tak benar-benar sakit parah? Mmm...Lalu bagaimana keadaan keluarganya? Apa keluarga yag berada? Aku tak mau ditambah beban kalau mereka ternyata membutuhkanku untuk mencari uang. Kau kan tahu, aku juga selalu kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhanku sendiri. Semuanya pasti akan bertambah buruk" protes Seol. "Kau masih tak mengerti juga dengan melihat gya hidupku? Hanya dengan menggesekkan kartu kreditku kapan saja, aku bisa mendapatkan apapun yang kuinginkan. Kalau setelah itu kau tak bahagia, kau boleh pergi. OK? Sekarang cepat kemasi barang-barangmu" jelas Hae-yeong. "Tapi disini masih ada tamu" Seol masih juga membantah. "Jangan bermain-main denganku" hardik Hae-yeong.
Hae-yeong menyeret Seol pergi. Mereka menemui Jeong-wu lebih dulu. "Kau profesornya kan? Anggap saja kita tak saling mengenal. Aku hanya mau bilang, sekarang, ada suatu hal besar yang terjadi yang bisa merubah hidupnya. Jadi dia harus meninggalkan rumahnya sebentar" kata Hae-yeong pada Jeong-wu dengan kasar. "Apa kau gila? Kau akan membuat Profesor takut dengan berkata seperti itu. Maafkan aku" Seol tak terima Hae-yeong berkata kasar pada Jeong-wu.
"Kau diam saja. Apa kau menganggap hal ini penting di hidupmu? Kenapa kau minta maaf? Apa ada sesuatu yang terjadi? Jika kukatakan hal ini, aku kan sudah bilang padamu. Aku tak tahu kalau kau ternyata punya tatapan mata yang jelek" kata Hae-yeong. "Apa yang kau lakukan?" kata Seol. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Hae-yeong. "Ini adalah masalahku. Karna ini masalahku. Meskipun jika kita harus pergi, kau harus mengikuti perintahku. Meminta maaf pada profesor, itu salah satunya. Aku punya hak kan? Profesor, aku benar-benar minta maaf. Seperti yang anda dengar, aku harus melakukan sesuatu yang penting. Sekarang aku akan pergi ke Seoul" pamit Seol dengan sopan.
Hae-yeong yang tak sabar segera menyeret Seol pergi dari situ sambil berkata, "Apa kau akan meminta persetujuannya sepanjang hari? Kau benar...benar" Hae-yeong sampai kehabisan kata-kata. "Setidaknya ucapkanlah salam sebelum pergi" kata Seol lagi. "Di masa mendatang, mungkin dia yang akan mengucapkan salam untukmu" protes Hae-yeong sambil menyeret Seol pergi dari tempat itu. "Kau dengar itu?" kata teman Jeong-wu. "Apa?" tanya Jeong-wu yang masih rada bingung dengan kepergian Seol. "Bagaimanapun juga, jika dilihat baik-baik, sepertinya aku mengenalnya" kata teman Jeong-wu. "Terserahlah" jawab Jeong-wu.
Hae-yeong marah karna Seol tahu sejak awal tapi dia malah menyembunyikannya. Kemudian Seol bercerita, yang dia tahu, Yun-ju itu adalah cinta pertama Jeong-wu. Seol bilang, kalau Hae-yeong bisa mengalahkan kekuatan cinta pertama ya silahkan saja. Hae-yeong bilang bukan masalah menang atau kalah. Seol belum tahu siapa dia, jadi Seol bisa berkata seperti itu. Hae-yeong tipe pria yang ingin kehilangan sesuatu tapi dia tak pernah kehilangan sesuatu itu, sama saja artinya dia pengen mencampakkan seseorang, tapi orang itu balik lagi padanya. Seol bilang, bukankah Hae-yeong sudah kalah oleh cucu Presdir Daehan untuk menarik perhatian Yun-ju. Hae-yeong hanya bisa diam.
Seol bilang, alasan dia tak berkata jujur pada Hae-yeong adalah karna dia tak ingin Jeong-wu mengetahui keberadaan Hae-yeong. Seol berharap Jeong-wu akan dicampakkan Yun-ju. Cinta segitiga itu lebih menggairahkan, bukan?. Itulah kenapa Seol ingin Hae-yeong membantunya. Dan Seol bilang dia akan berusaha keras untuk mendapatkan Jeong-wu sebelum dia pergi ke Mesir.
Katakanlah jika seorang wanita gampang dibutakan oleh kecemburuannya, maka seorang pria akan menyembunyikan rasa cemburunya itu meskipun darahnya mendidih. Kita bisa lihat hal itu nanti. Kemudian Seol yang mengintip di pintu rumah meminta Hae-yeong untuk memegang tangannya. Tapi Hae-yeong malah meninggalkan Seol di depan pintu. Seol masuk sambil ngomel kesal karna Hae-yeong tak mau mengikuti kata-katanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Seol kesal. "Kenapa? Setelah kupegang tanganmu, kemudian kau akan berteriak-teriak 'Profesor, tolong aku'. Kau ingin berteriak seperti itu kan?" kata Hae-yeong sambil menirukan kelakuan Seol. "Wow. Bingo. Tepat sekali. Bagaimana kau tahu?" kata Seol. Tapi kemudian Seol kaget dan berteriak meminta tolong karna Hae-yeong tiba-tiba menyeretnya naik ke atas.
"Kenapa kau membawaku ke atas sini?" tanya Seol yang bingung dengan kelakuan Hae-yeong yang tiba-tiba itu. "Ini kamarmu kan? Cepat kemasi barang-barangmu dan keluar" kata Hae-yeong, membuat Seol jadi tambah bingung. "Ada apa? Bukankah kita sudah sepakat untuk bersekutu? Kenapa kau selalu seperti ini padaku?" protes Seol. "Kita pergi ke Seoul" kata Hae-yeong kemudian. "Jika kau selalu seperti itu, aku akan marah padamu" protes Seol lagi. "Kupikir kau adalah bibiku!" ungkap Hae-yeong kemudian dengan nada tinggi.
"Apa?" tanya Seol sambil menatap Hae-yeong. "Kupikir kau adalah bibiku!" teriak Hae-yeoang. "Bibi? Bibi apa?" Seol ikut meninggikan suaranya. "Kau tahu artinya bibi kan? Sepertinya kau adalah putri kakekku" jelas Hae-yeong. Seol tertawa mengejek. "Konyol kan? Aku juga berpikir kalau hal ini konyol. Aku baru tahu ini 48 jam yang lalu" cerita Hae-yeong.
"Kau benar, aku setuju denganmu. Meskipun kau seorang diplomat, mobilmu itu mobil kelas atas, selalu bisa membeli cincin mahal kapanpun kau suka, dan aku lebih tua darimu? Bibi..Ah, apa kau punya bukti? Bukankah ini aneh? Jika mereka ingin menemukan putrinya yang hilang, bukankah mereka yang harus mencarinya? Dengan kata lain, kenapa harus kaeponakanku yang lebih tua dariku yang harus mencariku? Dan jika aku memang putri yang sebenarnya, Apa kau punya bukti? Foto atau apapun yang bisa dipakai sebagai bukti. Dengan kata lain mungkin kau punya lamat lamaku jika kau bisa mengingatnya. Harusnya kau bertanya hal itu" kata Seol panjang lebar.
"Meskipun aku ingin tahu, aku tak bisa melakukannya karna kakek sedang sakit" Hae-yeong mencoba membela diri. "Woah Aku tahu akhirnya akan jadi seperti ini. Ini bukan karna kau butuh hati atau ginjalku kan?" tebak Seol asal. "Dasar anak ini! Kenapa kau bisa berkata seperti itu" Hae-yeong mulai kesal.
"Anak apa? Bukankah kau baru saja bilang kalau aku ini bibimu? Apa itu artinya kau tak benar-benar sakit parah? Mmm...Lalu bagaimana keadaan keluarganya? Apa keluarga yag berada? Aku tak mau ditambah beban kalau mereka ternyata membutuhkanku untuk mencari uang. Kau kan tahu, aku juga selalu kerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhanku sendiri. Semuanya pasti akan bertambah buruk" protes Seol. "Kau masih tak mengerti juga dengan melihat gya hidupku? Hanya dengan menggesekkan kartu kreditku kapan saja, aku bisa mendapatkan apapun yang kuinginkan. Kalau setelah itu kau tak bahagia, kau boleh pergi. OK? Sekarang cepat kemasi barang-barangmu" jelas Hae-yeong. "Tapi disini masih ada tamu" Seol masih juga membantah. "Jangan bermain-main denganku" hardik Hae-yeong.
Hae-yeong menyeret Seol pergi. Mereka menemui Jeong-wu lebih dulu. "Kau profesornya kan? Anggap saja kita tak saling mengenal. Aku hanya mau bilang, sekarang, ada suatu hal besar yang terjadi yang bisa merubah hidupnya. Jadi dia harus meninggalkan rumahnya sebentar" kata Hae-yeong pada Jeong-wu dengan kasar. "Apa kau gila? Kau akan membuat Profesor takut dengan berkata seperti itu. Maafkan aku" Seol tak terima Hae-yeong berkata kasar pada Jeong-wu.
"Kau diam saja. Apa kau menganggap hal ini penting di hidupmu? Kenapa kau minta maaf? Apa ada sesuatu yang terjadi? Jika kukatakan hal ini, aku kan sudah bilang padamu. Aku tak tahu kalau kau ternyata punya tatapan mata yang jelek" kata Hae-yeong. "Apa yang kau lakukan?" kata Seol. "Apa yang harus kulakukan?" tanya Hae-yeong. "Ini adalah masalahku. Karna ini masalahku. Meskipun jika kita harus pergi, kau harus mengikuti perintahku. Meminta maaf pada profesor, itu salah satunya. Aku punya hak kan? Profesor, aku benar-benar minta maaf. Seperti yang anda dengar, aku harus melakukan sesuatu yang penting. Sekarang aku akan pergi ke Seoul" pamit Seol dengan sopan.
Hae-yeong yang tak sabar segera menyeret Seol pergi dari situ sambil berkata, "Apa kau akan meminta persetujuannya sepanjang hari? Kau benar...benar" Hae-yeong sampai kehabisan kata-kata. "Setidaknya ucapkanlah salam sebelum pergi" kata Seol lagi. "Di masa mendatang, mungkin dia yang akan mengucapkan salam untukmu" protes Hae-yeong sambil menyeret Seol pergi dari tempat itu. "Kau dengar itu?" kata teman Jeong-wu. "Apa?" tanya Jeong-wu yang masih rada bingung dengan kepergian Seol. "Bagaimanapun juga, jika dilihat baik-baik, sepertinya aku mengenalnya" kata teman Jeong-wu. "Terserahlah" jawab Jeong-wu.
Di mobil, Seol minta Hae-yeong bercerita kakeknya bekerja dibidang apa. Hae-yeong bilang kakeknya seorang pengusaha pabrik. Sebenarnya Hae-yeong menunjuk mobil, tapi karna yang ada di depannya setir mobil, Seol pikir kakeknya seorang pengusaha pembuat setir mobil. Saat Hae-yeong menunjuk HP, Seol pikir, kakeknya yang membuat cover HP. ckckck...
"Apa kau membuang kartu namaku?" tanya Hae-yeong karna Seol ga nyambung-nyambung juga. "Kartu nama? TIDAK" jawab Seol sambil mengeluarkan kartu nama yang pernah diberi oleh Hae-yeong saat Hae-yeong tak bisa membayarnya saat menyuruhnya jadi putri. "Lihat nama siapa yang ada disitu. Apa nama museumnya" kata Hae-yeong memberi petunjuk. "Park Hae-yeong. Hae-yeong Pak..mul (museum)" kata Seol lalu memandang Hae-yeong seakan tak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya. [Dalam bahasa Korea, nama Park biasa di tulis dengan 박(Pak). sama dgn awal kata museum 박물 (Pakmul). Pengucapannya jg sama. Ga tahu sapa yang ngerubah jadi Park. hehehe].
Seol memandangi Hae-yeong dengan terpana. "Bagaimana mungkin? Museum itu...." kata Seol. "Yupz..Kakekku memakai namaku untuk menamakan museum itu" kata Hae-yeong senang karna akhirnya Seol mengerti juga. "Lalu..lalu..lalu..Cucu Presdir Dae-han itu" tambah Seol. Hae-yeong hanya senyum-senyum.
Sampai di pintu gerbang rumah, Seol memandang dengan kagum rumah besar yang ada di depannya. "Bahkan seorang putri pasti iri. Tapi bagaimana aku harus memanggilmu? Haruskah aku membungkukkan badan dan menghormat padamu?" kata Seol.
"Apa kau membuang kartu namaku?" tanya Hae-yeong karna Seol ga nyambung-nyambung juga. "Kartu nama? TIDAK" jawab Seol sambil mengeluarkan kartu nama yang pernah diberi oleh Hae-yeong saat Hae-yeong tak bisa membayarnya saat menyuruhnya jadi putri. "Lihat nama siapa yang ada disitu. Apa nama museumnya" kata Hae-yeong memberi petunjuk. "Park Hae-yeong. Hae-yeong Pak..mul (museum)" kata Seol lalu memandang Hae-yeong seakan tak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya. [Dalam bahasa Korea, nama Park biasa di tulis dengan 박(Pak). sama dgn awal kata museum 박물 (Pakmul). Pengucapannya jg sama. Ga tahu sapa yang ngerubah jadi Park. hehehe].
Seol memandangi Hae-yeong dengan terpana. "Bagaimana mungkin? Museum itu...." kata Seol. "Yupz..Kakekku memakai namaku untuk menamakan museum itu" kata Hae-yeong senang karna akhirnya Seol mengerti juga. "Lalu..lalu..lalu..Cucu Presdir Dae-han itu" tambah Seol. Hae-yeong hanya senyum-senyum.
Sampai di pintu gerbang rumah, Seol memandang dengan kagum rumah besar yang ada di depannya. "Bahkan seorang putri pasti iri. Tapi bagaimana aku harus memanggilmu? Haruskah aku membungkukkan badan dan menghormat padamu?" kata Seol.
Ternyata Kakek sudah menunggu di depan rumah. Begitu melihat Seol turun dari mobil, kakek yang duduk di atas kursi roda turun untuk menyambut Seol. Seol heran dan bilang kakek tak perlu seperti itu. Lalu kakek malah berlutu di depannya. "Yang Mulia. Aku adalah kriminal. Meskipun aku harus mati sekarang, aku tak menyesalinya, Kongju Mama(Yang Mulia Putri)" kata Kakek membuat Hae-yeong jadi bingung.
Hae-yeong mencoba masuk ke ruangan dimana Seol sedang bicara dengan kakek. Tapi ayah Yun-ju menghalanginya. Meskipun Hae-yeong ngotot ingin masuk, tetap saja Ayah Yun-ju tak mengijinkannya.
Di dalam, Kakek sedang bicara serius dengan Seol. Kakek mengeluarkan sebuah kotak yang berisi benda berharga. Kakek mengulurkan sebuah foto pada Seol, apa Seol kenal siapa yang ada di foto itu. Tentu saja Seol kenal. Itu foto Raja Sunjong. Kakek senang karna Seol mengenali itu foto siapa. Padahal Seol kenal karna ada di mata pelajaran kuliahnya. Hehehe. Kemudian kakek bercerita tentang masa lalu, tentang Kaisar Sunjong.
Kaisar Sunjong memberi amanat pada Ayah Kakek untuk menjaga putranya yang di asingkan di luar kerajaan selamat dan agar terhindar dari konflik perebutan kekuasaan antara Raja dan Presiden. Karna pada waktu itu, Korea dijajah Jepang dan Jepang menginginkan seorang Presiden yang memimpin negara, bukan Raja seperti biasanya. Raja Sunjong berharap, Korea akan segera merdeka dan kelak pemerintahan mendatang mau mengakui adanya keluarga kerajaan. Ayah Kakek menerima perintah itu, dan saat beliau meninggal, perintah itu diturunkan pada Kakek. Makanya sampai sekarang Kakek terus mencari Putra Sunjong yang hilang agar selalu bisa menjaganya sesuai titah Raja Sunjong.
Di dalam, Kakek sedang bicara serius dengan Seol. Kakek mengeluarkan sebuah kotak yang berisi benda berharga. Kakek mengulurkan sebuah foto pada Seol, apa Seol kenal siapa yang ada di foto itu. Tentu saja Seol kenal. Itu foto Raja Sunjong. Kakek senang karna Seol mengenali itu foto siapa. Padahal Seol kenal karna ada di mata pelajaran kuliahnya. Hehehe. Kemudian kakek bercerita tentang masa lalu, tentang Kaisar Sunjong.
Kaisar Sunjong memberi amanat pada Ayah Kakek untuk menjaga putranya yang di asingkan di luar kerajaan selamat dan agar terhindar dari konflik perebutan kekuasaan antara Raja dan Presiden. Karna pada waktu itu, Korea dijajah Jepang dan Jepang menginginkan seorang Presiden yang memimpin negara, bukan Raja seperti biasanya. Raja Sunjong berharap, Korea akan segera merdeka dan kelak pemerintahan mendatang mau mengakui adanya keluarga kerajaan. Ayah Kakek menerima perintah itu, dan saat beliau meninggal, perintah itu diturunkan pada Kakek. Makanya sampai sekarang Kakek terus mencari Putra Sunjong yang hilang agar selalu bisa menjaganya sesuai titah Raja Sunjong.
Kakek bilang, Seol itu seorang Putri karna Seol adalah anak dari Putra Sunjong yang diasingkan keluar istana. Tentu saja Seol sangat terkejut. Seol bilang dia selalu bermimpi kalau dirinya seorang putri. Kakek bilang itu bukan mimpi karna Seol memang seorang putri. Seol kemudian menanyakan pada kakek apa kakek punya bukti kalau dia itu seorang putri. Di badannya tak ada tanda lahir khusus. Kakek kemudian menunjukkan satu foto lagi dan bertanya apa Seol tahu itu foto siapa. Tapi Seol tak kenal siapa pria itu.
Kakek meminta Seol untuk mengingatnya, tapi Seol tetap saja tak ingat. Kakek meminta Seol untuk mengingat masa kecilnya. Seol tak ingat apa-apa. Kakek terus sedikit memaksa Seol untuk mengingatnya. Seol bilang hanya ingat tentang daerah berbukit, ikat rambut strawberry, mengangkat batu, helikopter remot kontrol. Hanya itu yang diingat Seol.
Kakek mengambil sesuatu dari kotak itu dan memberikan bungkusan pada Seol. Kakek minta Seol untuk membukanya. Ternyata bungkusan itu berisi ikat rambut strawberry. "Yang Mulia, aku sedah menemukan Putri. Dia ingat tempat kerja anda 20 tahun yang lalu" kata Kakek sambil berbicara pada foto yang tadi di perlihatkannya pada Seol tapi Seol tak mengenalinya.
"Apa itu papaku?" tanya Seol. "Apa anda benar-benar tak ingat?" kakek balik bertanya. "Lalu sekarang dimana papaku. Katakan sesuatu. Dimana dia. Setelah kami bertemu, kita akan tahu apa benar aku putrinya atau bukan" kata Seol. "Aku pantas mati. Yang mulia sudah lama meninggal" mendengar hal itu, Seol memandang kakek dengan terkejut. Kemudian Seol pergi begitu saja tanpa mempedulikan panggilan kakek.
Kakek meminta Seol untuk mengingatnya, tapi Seol tetap saja tak ingat. Kakek meminta Seol untuk mengingat masa kecilnya. Seol tak ingat apa-apa. Kakek terus sedikit memaksa Seol untuk mengingatnya. Seol bilang hanya ingat tentang daerah berbukit, ikat rambut strawberry, mengangkat batu, helikopter remot kontrol. Hanya itu yang diingat Seol.
Kakek mengambil sesuatu dari kotak itu dan memberikan bungkusan pada Seol. Kakek minta Seol untuk membukanya. Ternyata bungkusan itu berisi ikat rambut strawberry. "Yang Mulia, aku sedah menemukan Putri. Dia ingat tempat kerja anda 20 tahun yang lalu" kata Kakek sambil berbicara pada foto yang tadi di perlihatkannya pada Seol tapi Seol tak mengenalinya.
"Apa itu papaku?" tanya Seol. "Apa anda benar-benar tak ingat?" kakek balik bertanya. "Lalu sekarang dimana papaku. Katakan sesuatu. Dimana dia. Setelah kami bertemu, kita akan tahu apa benar aku putrinya atau bukan" kata Seol. "Aku pantas mati. Yang mulia sudah lama meninggal" mendengar hal itu, Seol memandang kakek dengan terkejut. Kemudian Seol pergi begitu saja tanpa mempedulikan panggilan kakek.
Di luar Seol bertemu dengan Hae-yeong yang daritadi sudah lama menunggu tapi Seol pergi begitu saja. Hae-yeong menyusul dan menghentikan Seol. "Apa kalian sudah selesai bicara? Ada apa? Apa kau melarikan diri?" Hae-yeong langsung memberondong Seol dengan rasa penasarannya. "Aku hanya seseorang yang menderita karna terlahir secara rahasia. Ini sudah keterlaluan" jawab Seol. "Apa yang sudah Kakekku katakan padamu? tanya Hae-yeong lagi. "Ayahku sudah meninggal. Ayahku sudah meninggal dan aku ini seorang Putri. Kakek bilang aku ini Cucu Raja Sunjong. Bukankah itu aneh? Kakekmu pasti salah kan? Jangan menghentikanku" kata Seol kemudian melangkah pergi. Sesaat Hae-yeong hanya diam. Tapi kemudian Hae-yeong menyusul Seol.
"Aku akan mengantarmu pulang. Kita bicara nanti dalam perjalanan pulang " kata Hae-yeong setelah turun dari mobilnya dan menghentikan langkah Seol. Seol mencoba menghindar dari tatapan Hae-yeong. Hae-yeong memandangi Seol. Ternyata Seol menangis. "Itu bukan papaku. Papa berjanji padaku kalau dia kan segera kembali. Tak mungkin dia memperlakukan aku seperti ini. Apa kau tahu berapa lama aku menunggunya? Kenapa dia meninggal seperti ini? Bagaimana mungkin dia meninggalkan aku lagi?" suara tangisan Seol semakin keras. Hae-yeong memeluk Seol untuk menenangkannya.
Dengan diantar Hae-yeong, Seol sampai di rumah kakaknya, Lee Dan. Tapi sayang, Seol masih tak bisa masuk. Seol duduk di depan pintu sambil bilang passwordnya pasti diganti lagi. Hae-yeong bilang, bagaimana bisa Seol tak ingat password rumahnya sendiri. Seol bilang itu bukan rumahnya tapi rumah kakaknya. Seol memanggil-manggil kakaknya, tapi kemudian diam. Dia takut kakaknya berteriak lagi.
"Apa hubunganmu dan kakakmu tak baik?" tanya Hae-yeong. "Semua saudara pasti kadang bertengkar" jelas Seol. "Apa kakakmu anak kandung orangtua angkatmu?" tanya Hae-yeong lagi. "Tidak. Dia dan aku sama-sama di adopsi. Umur kami sama. Lalu Mama bilang biarpun kembar pasti juga ada yang lebih tua dan yang muda. Jadi mama meminta kami untuk suit dan aku kalah. Kau boleh pergi sekarang. Aku punya banyak tempat untuk pulang" kata Seol. "Aku mengerti. Tapi kalau situasinya seperti ini aku tak bisa diam saja. Ayo ikut aku" ajak Hae-yeong.
"Apa hubunganmu dan kakakmu tak baik?" tanya Hae-yeong. "Semua saudara pasti kadang bertengkar" jelas Seol. "Apa kakakmu anak kandung orangtua angkatmu?" tanya Hae-yeong lagi. "Tidak. Dia dan aku sama-sama di adopsi. Umur kami sama. Lalu Mama bilang biarpun kembar pasti juga ada yang lebih tua dan yang muda. Jadi mama meminta kami untuk suit dan aku kalah. Kau boleh pergi sekarang. Aku punya banyak tempat untuk pulang" kata Seol. "Aku mengerti. Tapi kalau situasinya seperti ini aku tak bisa diam saja. Ayo ikut aku" ajak Hae-yeong.
Hae-yeong membawa Seol pulang ke rumahnya. Hae-yeong meminta Seol melepas sepatunya dan meletakkannya di depan pintu masuk. Seol bertanya apa ini rumah Hae-yeong dan Hae-yeong mengiyakannya. (Seol takut itu rumah kakek Hae-yeong). Hae-yeong meminta Seol masuk ke ruang tamu kemudian menunjukkan kamar tamu untuk Seol tempati juga letak kamar mandinya. Pintu kamarnya keren. "Jika kau butuh yang lain, kau tinggal bilang padaku" kata Hae-yeong. "Terima kasih" kata Seol. Hae-yeong bilang, tak cukup hanya terimakasih saja, sambil nyengir nakal. Kemudian dia menirukan saat pertama kali Seol menyambut kedatangannya di rumah Seol. Dengan kata lain, Hae-yeong meminta Seol membayar 150.000 won semalam. Dan ekstra air panas 5.000 won. (hehehe...balas dendam dia).
Dikamar mandi, Seol mencuci muka dan memandangi wajahnya di kaca. Seol bilang pada dirinya sendiri. Itu bukan papaku. Dia pasti akan kembali.
Sementara itu di sebuah supermarket, ternyata kakak Seol sedang pergi berdua dengan mamanya. Lee Dan sedang mencoba sebuah baju. "Anda pasti bahagia punya seorang putri secantik dia" kata seorang pramuniaga pada mama Seol. "Dengan wajah cantik seperti ini, dia akan jadi seorang pengacara. Bagaimana menurutmu, apakah para penjahat akan takut padanya" Mama Seol ikut memuji.
Lee Dan bertingkah malu-malu. Mama Seol bilang kalau baju itu cocok, akan langsung dibeli. Tapi Lee Dan bilang harganya terlalu mahal. Dia tak enak karna Seol tak dibelikan. Tapi mamanya berkata tak apa, nanti kalau Seol lulus kuliah, mamanya juga akan membelikan baju bagus untuk Seol. Lee Dan bilang, apa mungkin Seol bisa lulus. Tapi kemudian dia menutup mulutnya. Takut mamanya tersinggung mendengarnya menjelek-jelekkan Seol. Tapi Mama Seol ternyata punya pemikiran yang sama. Mama Seol bilang, dengan hasil nilai-nilainya itu, mungkin Seol takkan cepat lulus. (waduuh....). "Anak nakal itu, hanya memikirkan kerjaan saja, tanpa memikirkan kuliahnya. Aku harus menelponnya untuk mencari tahu sedang apa dia sekarang" kata Mama Seol. (Semoga Lee Dan ga cemburu aku manggilnya Mama Seol..Bukan Mama Lee Dan.hihihi...).
Lee Dan bertingkah malu-malu. Mama Seol bilang kalau baju itu cocok, akan langsung dibeli. Tapi Lee Dan bilang harganya terlalu mahal. Dia tak enak karna Seol tak dibelikan. Tapi mamanya berkata tak apa, nanti kalau Seol lulus kuliah, mamanya juga akan membelikan baju bagus untuk Seol. Lee Dan bilang, apa mungkin Seol bisa lulus. Tapi kemudian dia menutup mulutnya. Takut mamanya tersinggung mendengarnya menjelek-jelekkan Seol. Tapi Mama Seol ternyata punya pemikiran yang sama. Mama Seol bilang, dengan hasil nilai-nilainya itu, mungkin Seol takkan cepat lulus. (waduuh....). "Anak nakal itu, hanya memikirkan kerjaan saja, tanpa memikirkan kuliahnya. Aku harus menelponnya untuk mencari tahu sedang apa dia sekarang" kata Mama Seol. (Semoga Lee Dan ga cemburu aku manggilnya Mama Seol..Bukan Mama Lee Dan.hihihi...).
Di rumah Hae-yeong, Hae-yeong menyiapkan makanan untuknya dan Seol. Kemudian menyuruh Seol yang baru keluar dari kamar mandi untuk makan. Awalnya Seol tak mau menyentuh apapun, dia hanya diam saja. Wajahnya masih sedih. "Sepertinya kau tak lapar. Baiklah, aku akan menghabiskan semuanya" goda Hae-yeong. Seol langsung menusukkan garpu ke daging dan langsung mulai makan. "Daging memang selalu lezat" kata Seol. Hae-yeong tersenyum melihatnya. Tiba-tiba HP Hae-yeong bunyi. Yun-ju yang menelpon. Seol memperingatkan untuk tak langsung mengangkat telpon begitu saja. Tapi Hae-yeong malah menyuruhnya untuk diam.
Ternyata Yun-ju ingin berkunjung ke rumah Hae-yeong dan parahnya lagi Yun-ju sudah sampai di depan pintu rumah Hae-yeong. Langsung saja Hae-yeong mengemasi makanan dan minuman Seol kemudian menyuruh Seol untuk makan di dalam kamar. Saat di kamar, Seol ingat kalau tasnya tertinggal di luar. Untung saat keluar Yun-ju belum sampai ke dalam.
Hae-yeong menyuruh Yun-ju masuk ke dalam. Kemudian berkata ini kedatangan pertama Yun-ju ke rumahnya. Yun-ju bilang ini memang kunjungan pertamanya di rumah Hae-yeong. Tapi bukan kunjungan pertamanya di depan pintu rumah Hae-yeong. Hae-yeong membela diri dengan mengatakan, kalau datang, tinggal beritahu saja agar dia bisa membukakan pintu untuk Yun-ju. Yun-ju bisa datang kapan saja. Selama ini Yun-ju sering menunggu di depan rumah Hae-yeong mungkin. hihihi...Sementara Seol makan di dalam kamar sambil mendengarkan pembicaraan mereka.
Hae-yeong menyuruh Yun-ju duduk dan bertanya kenapa Yun-ju tiba-tiba datang, apa ada masalah. Yun-ju menatap Hae-yeong dengan pandangan menyelidik. (cie..). "Oppa, kenapa kau bisa tahu. Apa kau bisa membaca tatapan mataku" kata Yun-ju. Yun-ju bertanya apa Hae-yeong tahu Presdir menyampaikan sesuatu atau tidak. Hae-yeong bilang, tak ada apa-apa, jadi Yun-ju tenang saja.
Sementara itu di dalam kamar, Seol sakit perut. Dia menelpon Hae-yeong dan bilang untuk segera menyingkirkan Yun-ju dari situ karna dia harus pergi ke kamar mandi. Tapi Hae-yeong bilang pada Seol untuk menunggu sebentar. Seol berguling-guling di kamar sambil menggigit serbet untuk menahan sakit perutnya sambil mengirimkan sms agar Hae-yeong cepat menyuruh Yun-ju pergi. Hae-yeong bilang dia sedang berusaha mencari alasan agar Yun-ju cepat pergi dan meminta Seol untuk bersabar. Seol kirim sms lagi, dia bilang dia sudah tak tahan lagi. Hae-yeong jadi tambah bingung.
Saat Yun-ju bertanya siapa yang kirim sms terus menerus, Hae-yeong bilang tak ada yang penting. Kemudian saat Yun-ju mengajak bicara tentang Presdir, Hae-yeong malah bilang kamar mandi. (presdir dalam bahasa korea: kwajang, toilet:hwajang).wakkk.."Oppa, sepertinya kondisi fisikmu sedang buruk. Lebih baik aku pergi sekarang. Kita bicarakan nanti kalau kita ketemu lagi" kata Yun-ju. Hae-yeong pura-pura melihat jam tangannya dan mengatakan kalau sudah larut malam dan meminta Yun-ju pulang.
Baru sampai di depan pintu, Yun-ju terpaku melihat sepatu wanita dan memandangi Hae-yeong. Hae-yeong tak tahu lagi harus berkata apa. Pintu yang tadi dibuka oleh Hae-yeong ditutupnya kembali. Seol yang mengira Yun-ju sudah pulang, karna mendengar suara pintu tertutup, dia pun langsung keluar kamar dan menuju kamar mandi sambil memegangi perutnya yang sakit. Diiringi tatapan kaget Yun-ju dan Hae-yeong yang salah tingkah dan tak tahu harus berkata apa lagi pada Yun-ju.
makin keren uni, ari dah dapat sembakonya nonton ntar malam heheheh, gomawo sinopsisnya hehhe
BalasHapusmakasih dh mampir apni n ari..... ^_^
BalasHapusthank you tita, udah sembuh? ditunggu yang ke-3nya ya :)
BalasHapusmksh jg dh mampir fanny..krn kmrn hbs ke bandung seharian, jadi ga da wktu bt nulis. mgkn bsk dh siap. krg 1/3 lagi...tnggu ya...mksh....
BalasHapustita sakit apa?udah sembuh?ditunggu yah MP episode 3nya..cepet sembuh tita...
BalasHapusgpp ko' yuli...kmrn tnggrknny skt..minum pocari malah asam lmbung yg kambuh. tp gpp ko'. skrg cm tnggl batuknya ja...mksh....mksh jg dh mampir...yg 3 baru terbit...hehehe
BalasHapus