Ki-dong memulai misinya untuk mencari tahu tentang Ibu kepala sekolah. Ki-dong bertanya pada ibu kepala sekolah dan bu kepala sekolah bilang ia belum punya pacar. Hyeon-su senang mendengarnya.
Di apartemen, mereka nonton TV dengan tenang. Tapi begitu Je-in masuk ke kamar, Hyeon-su langsung mendekati Ki-dong dan Ki-dong berbisik pada kakeknya. Ia mendapat info makanan kesukaan kepala sekolah yaitu daging babi yang di taburi lada hitam. Lada hitam saja. Tidak pakai saus seperti biasanya. "Ayo kita lanjutkan lagi" kata Hyeon-su tapi Ki-dong tak memperhatikannya. Perhatian Ki-dong tertuju pda serial robot di TV.
Paginya Ki-dong beraksi lagi. Sampai-sampai ia menyamar menjadi tas yang tergantung di tempat gantungan tas. hihihihi......
Kemudian Ki-dong berbisik di telinga Hyeon-su sambil memeluk robot-robotan yang baru saja dibelikan oleh kakeknya dan berkata kalau Bu kepala sekolah suka laki-laki yang pandai bermain kartu. "Kami tidak cocok sama sekali..." keluh Hyeon-su.
Je-in pamit keluar. Ki-dong sedang belajar piano di rumah ibu kepala sekolah. Hyeon-su sendirian di rumah. Ia mengajak temannya untuk makan di luar bersama, tapi tak ada yang mau diajaknya. Ia mencoba memasak sesuatu. Tapi kemudian telponnya berbunyi. Ia membuang masakan yang baru dimasaknya kemudian mengatakan bahwa ia belum makan malam lau bergegas keluar rumah.
Bu kepala sekolah keluar bersama Ki-dong saat Hyeon-su datang menjemput. Ternyata tadi bu kepala sekolah yang menelpon Hyeon-su. (pantes semangat). "Bisa kita pergi sekarang?" tanya Hyeon-su. "Tapi Ki-dong bilang dia kelelahan" jawab kepala sekolah. kemudian Ki-dong pura-pura mengucek-ngucek matanya dan minta diantar pulang tapi sebenarnya dia minta Hyeon-su untuk pergi berdua saja dengan kepala sekolah. (pinter banged neh anak.ngatur kencan buat kakeknya..gemes dech).
"Aku sangat suka daging babi panggang!Kau pernah lihat di iklan kan? Rasanya lebih enak jika kau menaburkan lada hitam daripada saus" celoteh Hyeon-su. "Aku juga suka itu" kata kepala sekolah. "Sungguh? Tidak banyak orang suka yang seperti ini!Apa ini suatu kebetulan? Apa yang kau lakukan disaat tidak bekerja?Aku sangat suka bermain game.Teman2ku bilang aku sangat hebat.Pernah suatu saat bermain hingga punggungku sakit.Baru kemarin aku sekali dikalahkan" sambung Hyeon-su lagi. Kepala sekolah hanya senyum-senyum.
"Aku tidak suka pria yang suka main game.Aku kira dia salah dengar...Ki-dong masih anak2, lebih baik...kau menanyakan hal itu langsung hal itu padaku" mendengar kata-kata kepala sekolah, Hyeon-su tersedak karnanya. "Lalu...pria..macam...apa...yang kau suka?" tanyanya kemudian. Kepala sekolah melihat ke arah seorang pria yang menyanyi di kafe itu.
Lalu kemudian, Hyeon-su pun memainkan gitar dan menyanyikan lagu yang hasilnya lumayan bagus juga. Wah, sepertinya memang bakat turunan. Hyeon-su dan Je-in pandai bermain gitar, sedangkan Ki-dong pandai bermain piano.
Sementara itu, Je-in ternyata pergi lagi dengan Sang-min. Mereka berdua sedang dalam perjalanan mengantar Je-in pulang. Sang-min hendak memegang tangan Je-in, tapi ia ragu. "Pegang saja tanganku" kata Je-in kemudian. "Kau katakan itu juga saat kita pertama kali berpegangan tangan. Je-in, seharusnya aku bilang ini 6 tahun lalu. Aku sungguh...Aku sungguh mencintaimu seumur hidupku" ungkap Sang-min. "Meskipun aku berbeda dengan gadis2 lainnya? tanya Je-in. "Aku mencintaimu" kata Sang-min. Sang-min tiba-tiba membungkuk memberi hormat, Je-in berpaling lalu kemudian Sang-min mencium pipi Je-in. Rupanya tadi ia membungkuk hanya untuk mengalihkan perhatian Je-in saja.
Je-in tertawa karnanya. Lalu kemudian saat Je-in berbalik, tak sengaja ia memukulkan tangannya pada Sang-min. "Maaf!" kata Je-in. "Aku pergi dulu! Sebelum kau memukulku lagi. Daagh! Pergilah! Aku akan lewat arah sana. Lain kali aku tidak mau kena pukul lagi! Daagh!" kata Sang-min sambil berbalik ke arah yang berlawanan dengan Je-in. Tapi kemudian, tiba-tiba ia berbalik dan mengikuti Je-in hingga ke apartemen Hyeon-su dimana Je-in bertemu dengan ayahnya di depan lift.
Sang-min memperhatikan Hyeon-su dan Je-in yang terlihat akrab. "Lain kali pulanglah lebih awal!" kata Hyeon-su. "Kenapa? Apa kau khawatir?" kata Je-in menggoda ayahnya. "Kau bertemu dengan laki-laki kan?" tanya Hyeon-su. "Ah, kenapa kau seperti ini lagi?" Je-in balik bertanya. "Celana dalamku! Kemana perginya barang yang itu?" tanya Hyeon-su lagi. "Kenapa kau menanyakannya padaku? Jika kau tidak ketemu, pakailah yang lain jawab Je-in. "Itu yang aku lakukan. Tapi kenapa kebesaran? Apa ini ukuran XL?" kata Hyeon-su. Keduanya tertawa. Hyeon-su mendapat telepon dari managernya. Lalu keduanya pura-pura tidak saling mengenal saat ada orang lewat. Mereka tak tahu, Sang-min mengambil foto mereka berdua.
Lalu mereka berdua ngobrol di apartemen. Je-in bilang ia ingin tahu saat pertama kali ayahnya melakukannya bersama ibunya (adegan 17tahun ke atas. hehehe). Tapi Hyeon-su tak mau cerita. Lalu Je-in bilang apa ayahnya ingin tahu pengalaman pertamanya. Tentu saja Hyeon-su menolaknya mentah-mentah. Mereka tertawa karnanya.
Lalu mereka membicarakan tentang lanjutan kompetisi menyanyi. Hyeon-su bertanya pada Je-in, lagu apa yang akan di nyanyikan pada kompetisinya. Je-in bilang ia masih bingung lagu apa yang ingin dinyanyikannya. Je-in bilang ia suka lagu "Gift". Hyeon-su bilang itu juga lagu favoritnya. Kemudian Hyeon-su memainkan gitarnya untuk membantu Je-in berlatih tapi tiba-tiba jadi fals. keduanya pun tertawa lagi.
Di studio foto, Sang-min tengah memperhatikan layar komputernya dengan lesu. Sementara itu, di studio itu ternyata reporter Bong sedang melakukan pemotretan pra-weddingnya. "Ok, Silahkan berpose. Panggungnya dipakai nanti...Cukup...oh bagusnya! Sangmin, ambilkan kopi! Tunggu, Jangan! Sang min, jangan...Kita istirahat sebentar..." kata sang fotografer tapi terlambat, Sang-min yang linglung lagi-lagi membuat kekacauan di dapur.
Fotografer menghampiri Sang-min sementara reporter Bong tak sengaja melihat komputer Sang-min dan tersenyum licik melihat foto Hyeon-su dan Je-in yang diambil oleh Sang-min!
Je-in keluar lagi dengan Sang-min. Tapi Sang-min hanya diam saja. "Ada apa?" tanya Je-in agak bingung. "Oh, Tidak apa-apa. Kau kenal dengan penyiar Nam Hyeon-su? Aku dengar reputasinya buruk...Aku dengar dia bajingan dan...kau pasti tidak pernah melihat beritanya di internet.Aku dengar dia suka dengan gadis muda dan dia orang yang sangat jahat...dia selalu..." kata Sang-min. "Tidak seperti itu" potong Je-in. Sang-min segera menunjukkan foto yang diambilnya kemarin malam. "Ini tidak seperti yang aku pikirkan kan? Kau bukan tipe gadis...kau tidak... berkencan dengannya kan?" tanya Sang-min. "Aku akan menjelaskannya nanti" jawab Je-in.
"Kau tidur dengannya kan?! Kau sudah tidur dengannya...Aku akan mencari si keparat Nam Hyun Soo, dan menghajarnya..." kata Sang-min kesal. "Hey! Awas kalau berani melakukannya" ancam Je-in. "Sekarang kau membelanya?Apa kau menyembunyikan semuanya? Karena kau takut dia akan hancur?! Apa dia sangat menyukaimu? Atau kau suka tinggal dengannya?!" teriak Sang-min. "Ya! Itu benar. Aku mencintainya sampai mati!" Je-in ikut teriak. "Aku tak akan membiarkan Nam Hyun Soo begitu saja. Seorang reporter bilang jika aku memberikan gambarnya, dia akan mengurus semuanya. Aku akan menghancurkan Nam Hyeon-su!" kata Sang-min lagi masih dengan nada tinggi. Je-in membanting kamera Sang-min dan mengambil memori kamera Sang-min. "Kau tidak pernah berubah. Aku tidak mau melihatmu lagi" kata Je-in lalu melangkah pergi meninggalkan Sang-min.
Di stasiun radio, Hyeon-su kena marah managernya. "Apa kau begitu "laparnya"? Bahkan kau mengencani gadis macam itu? Seseorang sudah memberitakannya. Si keparat Bong Pil-jung sudah menyebarkan beritanya. Kau sudah ada di bisnis ini selama 3 tahun. Jika orang lain tahu berita ini, kau tau seberapa buruk yang akan terjadi?!" kata manager Hyeon-su marah-marah. "Aku tau" jawab Hyeon-su lesu. "Gadis yang bernama Jae In... Jangan biarkan dia menyanyi di tempat ini. Jika skandal ini terbongkar, kau yang akan hancur!" lanjut managernya.
Sampai di rumah, Hyeon-su mencari Je-in. Tapi Je-in tak di temukan dimana-mana. Lalu ia mencoba pergi ke kamar mandi. Ternyata pintunya terkunci dan Je-in ada di dalamnya. Hyeon-su kemudian bilang pada Je-in untuk tidak mengikuti kompetisi di radionya lagi. Ia takut hubungan mereka akan ketahuan dan membuat karir Hyeon-su hancur. Hyeon-su bilang, anggap saja Je-in sudah menang. Hyeon-su bilang Hyeon-su masih sanggup menghidupi mereka bertiga karna ia masih punya banyak kontrak iklan.
Manager Hyeon-su jadi tambah marah lagi saat ada telpon misterius yang bilang jika Hyeon-su tinggal dengan Hwang Je-in. Orang itu berpesan agar Hyeon-su hati-hati karena ia tahu semuanya."Apa kau tidak mengerti sama sekali apa yang aku katakan?! Aku sudah memberikanmu 1 kesempatan lagi. Tapi sekarang kau malah menikamku dari belakang? Lebih baik segera kau akhiri persoalan ini" makian manager nya terus saja terngiang di telinga Hyeon-su yang berjlan pulang. Sementara itu rekan-rekannya yang lain sibuk bergosip tentang Hyeon-su di belakang.
Jae In baru saja pulang belanja. Saat ia hendak menuju apartemen, ia melihat Sang-min yang sedang duduk di tangga menunggu Je-in. Je-in berusaha menghindari Sang-min tapi Sang-min mengejarnya. Hingga tas belanjaannya sobek dan isinya tumpah. "Je-in, Je-in, kita harus bicara. Aku akan bersikap baik padamu. Aku akan bersikap baik padamu! Ayo bicara. Aku memperlakukanmu dengan baik. Selama kau tidak kehilangaan kepercayaan padaku" kata Sang-min yang mabuk. Je-in tak mempedulikan lagi, ia segera naik ke atas. Sang-min masih terus mengejar. "Tunggu, tunggu dulu Jae-in. Nam Hyeon-su keparat dimana kau?! Cepat keluar!" teriak Sang-min.
"Pergilah. Kita akan membicarakannya nanti".Bicaralah sekarang. Aku akan memperlakukanmu dengan baik" kata Sang-min lagi. "Pergilah! Aku mohon" pinta Je-in. "Aku lihat dari cara pandangmu. Kau mau aku menolongmu? Akan kutolong kau. Kau mau pergi dari apartemen ini dan tinggal denganku? Aku akan menolongmu. Aku akan mencarikanmu uang. Nam Hyeon-su, Keluar sekarang!!!" teriak Sang-min. Je-in melihat Hyeon-su pulang. Tapi Hyeon-su berlalu begitu saja.
Di dalam apartemen, Hyeon-su mengajak Je-in bicara. "Jadi ini tujuan sebenarnya kan?Apa Ibumu yang menyuruhmu melakukan ini? Aku menghancurkan hidupnya, lalu kau datang untuk menghancurkanku?" kata Hyeon-su dengan penuh emosi. "Kau tidak pernah menghancurkan hidup Ibuku" jawab Je-in. "Lalu kenapa kau melakukan ini? Apa sulit sendirian membuatku jatuh hingga kau meminta bantuan pada pria lain? Apa yang dia katakan? Dia akan mengurus semua kebutuhanmu?! Apa yang sedang kau pandangi?" kata Hyeon-su sambil mendorong dahi Je-in dengan jarinya. (maaf kalau kata-katanya rada aneh...).
"Aku pulang" kata Ki-dong yang tiba-tiba masuk "Bicarakan ini nanti" kata Je-in sambil melangkah pergi. "Apa maksudmu dengan nanti? Tidak ada waktu lagi. Kalian berdua harus angkat kaki dari sini. Terserah mau tidur di atas koran atau mau ke stasiun radio. Bawa anakmu dan pergi sekarang juga!" teriak Hyeon-su sambil melempar radionya hingga pecah kacanya pecah berantakan.
"Ki-dong, masuk ke dalam kamar!" teriak Je-in. "Masuk kemana?!" teriak Hyeon-su tak mau kalah. "Cepat masuk!" teriak Je-in lagi. Ki-dong pun langsung masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak bisa pergi!" kata Je-in. "Tidak bisa?!' tanya Hyeon-su. "Aku anakmu. Putrimu!Aku berhak tinggal disini" kata Je-in dengan nada tinggi. "Apa ini karena uang?Aku akan memberikanmu uang dan juga rumah.Apa mobil juga? Aku akan berikan segalanya asal kau keluar!Cepat keluar dari rumah ini!" Hyeon-su meninggikan suaranya. "Apa aku kemari karena uang?" tanya Je-in masih dengan nada tinggi. "Ya, kau kemari karena uang. Karena kau tidak bisa sendirian membesarkan anakmu! Tidak? Lalu apa? Kau ingin mendapatkan kasih sayang seorang Ayah dariku?" tanya Hyeon-su tambah emosi.
"Ya. Itu yang aku harapkan. Itu yang aku inginkan! Mereka semua punya Ayah! Kenapa aku harus mengatakan kalau aku tidak punya Ayah padahal aku punya?! Kau pikir aku minta dilahirkan? Aku ingin hidup damai! Aku ingin bernyanyi dan menikmati hidup dengan tenang! Apa salahku? Mataku. Hidungku. Ini semua terbuat darimu. Aku lahir di dunia ini! Kenapa kau berharap agar aku tidak disini?! Kenapa?! Kenapa aku disini?!" teriak Je-in sambil terisak. "Aku tidak pernah menginginkanmu" jawab Hyeon-su kemudian berlalu dari hadapan Je-in. Je-in menangis terisak sendirian. (hiks..hiks..)
Hyeon-su terbangun keesokan harinya dan keluar kamarnya. Ia mengamati sekelilingnya yang sepi. Kemudian ia melihat barang-barang Je-in dan Ki-dong yang di pak dalam tas. Je-in dan Ki-dong keluar dari dalam kamar. "Maaf telah mengganggu hidupmu. Aku tidak akan kembali. Aku akan menganggap kalau aku tidak punya Ayah. Jaga kesehatanmu" pamit Je-in. Hanya Ki-dong yang melambaikan tangannya dengan lesu pada kakeknya. Hyeon-su ingin mencegahnya tapi tak tahu harus berkata apa.
Hyeon-su pergi ke rumah sakit hewan milik Chang-hun. "Dia tidak pernah telpon?" tanya Chang-hun. "Tidak" jawab Hyeon-su dengan lesu. "Kenapa kau tidak menelponnya?" tanya Chang-hun lagi. "Kenapa aku harus melakukannya?" tanya Hyeon-su. "Apa kau tidak khawatir?" lanjut Chang-hun. "Aku khawatir" kata Hyeon-su. "Kenapa hidupmu sangat rumit? Ungkapkanlah semuanya. Apa kau ini seorang idola? Kau sama sekali tidak terkenal" nasehat Chang-hun setengah menghina. "Aku ini terkenal" Hyeon-su tak mau dihina. "Ya Tuhan, berhentilah jadi penyiar. Apa para pendengar radio lebih penting bagimu? Atau anakmu yang lebih penting? Kau harusnya bersyukur karena dia bisa tumbuh dengan baik. Dan datang mencarimu" tambah Chang-hun lagi lalu melangkah pergi ke belakang mengambil makanann hewan. "Seharusnya aku tidak menyembunyikan fakta ini di sini. Kenapa suara hewan2 disini berisik sekali...Ambilkan aku wine" keluh Hyeon-su.
"Kenapa kau tidak makan ini saja? Hewanpun menjadi berisik karena dipisahkan dari anak2nya" kata Chang-hun sambil memberikan makanan hewan itu pada Hyeon-su. hehehe...
Hyeon-su berbenah rumah sendirian. Ada mainan Ki-dong yang masih tertinggal. Di stasiun radio, ia tak begitu semangat bekerja. Kemudian ada orang datang mengantarkan radionya yang kemarin dilemparnya hingga pecah berantakan. Kemudian ia mendengarjkan rekaman pembicaraannya dengan Je-in tentang kompetisi selanjutnya. "Lupakan saja. Ini karena dinyanyikan disini. Bayangkan jika dinyanyikan di panggung dengan... 50 orang paduan suara. Dan sebuah orchestra, penonton pasti akan tergila2" itu kata-kata yang diucapkan Hyeon-su pada Je-in. Hyeon-su tersenyum sendirian mengenangnya.
Sementara itu di sebuah rumah makan, Je-in bekerja dengan keras. Ki-dong menunggui ibunya yang sedang bekerja dengan tenang. Saat pekerjaan sudah selesai, salah satu pekerja menyetel radio dan Je-in yang hendak mematikan-nya kemudian mendengar ini. "Ini bagian terakhir di "Program Sore Nam Hyun Soo", Kita sudah lama tidak menerima beritanya, tapi sekarang kita mendapatkan kabar dari Ibu tunggal Hwang Jeong-nam. Aku bertengkar dengan Ayahku dan aku pergi dari rumah. Dia mengatakan kata2 yang menyakitkan hati, Aku tahu itu tidak sengaja. Saat itu Ayah sangat emosi dan melontarkan kata2 kasar itu. Dia mungkin sekarang sedang menyesalinya. Memikirkannya beliau, aku ingin kembali. Tapi aku tidak tau bagaimana memulainya. Tolong beri tahu aku Tuan Nam Hyeon-su" kata Hyeon-su di radio. "Nona Hwang Jeong-nam. Jika kau mendengar ini, kumohon telponlah Ayahmu. Je-in mendengarnya dengan sedih.
Je-in sibuk melayani tamu di rumah makan hingga malam tiba. Setelah tutup, Je-in tidur dalam rumah makan itu bersama Ki-dong. "Apa kita tidak menemui Kakek?" tanya Ki-dong saat mereka ada di dalam kamar. "Kau merindukan Kakek?" tanya Je-in pada anaknya. Ki-dong tahu ibunya masih marah dengan kakeknya. Makanya Ki-dong memilih diam. "Dia orang yang baik" kata Ki-dong kemudian. Je-in menggelitiki Ki-dong yang tertawa geli karnanya. Kemudian Je-in memeluk anaknya dan menyuruhnya tidur.
Hyeon-su sibuk melayani penelpon yang sedang curhat mengenai masalahnya saat PD Lee dengan semangat mengatakan kalau Jeong-nam menelpon. Dengan segera Hyeon-su mengakhiri pembicaraan lalu segera mengangkat telepon Je-in.
"Selanjutnya kita ada telpon dari Nona Hwang Jeong-nam. Dia sudah lama tidak telpon.
Halo. Nona Hwang Jeong-nam? Dimana kau? Jika kau telpon, harusnya kau bicara!" kata Hyeon-su karna tak terdengar suara apapun. "Karanganmu sangat bagus" kata Je-in di seberang sana. "Pergi dari rumah bukan hal yang bisa menyelesaikan masalah" kata Hyeon-su kemudian. "Aku pikir masalah ini muncul karena kehadiranku" kata Je-in. "Siapa yang mengatakan itu?Apa Ayahmu yang mengatakannya? Nona Jeong-nam. Walaupun Ayahmu mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati seperti itu, Mungkin itu hanya emosi sesaat saja" nasehat Hyeon-su. "Apa ini hanya salah paham?" tanya Je-in. "Ya tentu saja" jawab Hyeon-su dengan pasti. "Apa kau kenal Ayahku?" kata Je-in kemudian. "Umm..Ti...Tidak..." kata Hyeon-su dengan gugup coz takut keceplosan dan ketahuan.
"Ini semua kesalahanku karena mengira aku bisa masuk ke dalam hidupnya. Dan mengharapkannya menerimaku sebagai anaknya" kata Je-in. "Lalu apakah kau pikir kau bisa melakukan semaumu dan pergi begitu saja?Apa kau pikir ini akan menyelesaikan masalah? Harusnya kau mendengar dulu semua pendapat dari Ayahmu?" tambah Hyeon-su. "Katakanlah" tantang Je-in. Hyeon-su tak tahu harus bicara apa lagi. "Bagiku, menjadi putri Ayahku membutuhkan banyak hal. Terima kasih karena mau mendengar ceritaku selama ini" kata Je-in lalu mengakhiri teleponnya.
Setelah itu yang terdengar adalah musik. Je-in baru saja hendak beranjak pergi dari telepon yang baru saja dipakainya saat ia mendengar suara Hyeon-su lagi. "Nona Hwang Jeong-nam. Jika kau masih mendengarkan, Aku akan mengatakan satu hal lagi. Walaupun kau tidak bisa memaafkan Ayahmu...kumohon lanjutkan mimpimu. Inikan yang kau impikan? Yakinlah untuk melakukannya. Bukan untuk orang banyak, Ayahmu, atau anakmu. Tapi untuk dirimu sendiri. Masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh Ibu tunggal kan?" kata Hyeon-su.
Semua kru stasiun radio sedang sibuk mempersiapkan final kompetisi pencarian penyanyi berbakat yang juga akan disiarkan di TV. Hyeon-su juga ikut sibuk. Hyeon-su malah bertanya pada PD Lee berapa umur putrinya? PD Lee bilang, tahun depan putrinya masuk TK. Lalu Hyeon-su bertanya lagi berapa lama PD Lee menunggu kehadiran seorang cucu. Tentu saja PD Lee bingung mendengarnya. PD Lee menanyakan pada Hyeon-su apa penampilan Je-in akan dibatalkan atau tidak. Hyeon-su bilang batalkan saja karna ia pesimis Je-in mau datang.
Tak disangka setelah itu Hyeon-su melihat Je-in datang bersama dengan Ki-dong. Hyeon-su tersenyum pada keduanya, lalu meminta Ki-dong untuk menghampirinya. Ki-dong melihat ibunya. Je-in melepaskan pegangan tangannya. Ki-dong pun lari menghampiri Hyeon-su. Hyeon-su pun mengelus-elus kepala Ki-dong. Kemudian Hyeon-su berteriak pada PD Lee agar pembatalan penampilan Je-in di batalkan.
Saat peserta melakukan gladi resik, hanya juri yang tetap fokus, penontondan kru radio lainnya malah terlelap tidur. Tapi begitu giliran Je-in tampil, mendengar suara merdu Je-in, para penonton dan juga kru langsung terbangun.
Je-in sudah selesai bernyanyi dengan baik. Tapi ia kaget melihat panggung yang terang dan ada sekitar 50 orang paduan suara di belakangnya. Ia memandang ke arah ayahnya. Ayahnya mengangguk dan tersenyum mengisyaratkan itu idenya. Je-in pun menyanyikan lagu kesukaannya dan ayahnya.
Je-in menyanyi dengan sangat bagus. Apalagi pada saat nada tinggi, ia melewatinya dengan indah hingga membuat PD Lee tertegun mendengarnya. Selesai tampil, Je-in memandang ayahnya, Hyeon-su tersenyum senang dan mengacungkan jempolnya untuk Je-in. Semua bertepuk tangan untuk penampilan Je-in yang sangat bagus.
"Apa menyanyiku bagus?" tanya Je-in pada Ki-dong. "Kau sangat bagus" jawab Ki-dong. "Apa nanti kita akan pulang ke rumah Kakek?" bisik Ki-dong di telinga ibunya. "Apa kau senang bertemu dengannya lagi?" tanya Je-in. Ki-dong mengangguk mengiyakan. Seorang staff meminta Je-in masuk ke ruang ganti. "Nak, aku akan lekas kembali, tunggu disini sebentar ya?" kata Je-in kemudian masuk ke salah satu ruangan.
Saat Je-in pergi, ada seorang laki-laki yang menghampiri Ki-dong, duduk di sampingnya dan menyapa Ki-dong.
Je-in bingung saat ia selesai make-up tapi tak melihat Ki-dong di tepat duduknya tadi. Yang dilihatnya hanya salah satu mainan Ki-dong yang tertinggal. Ia tanya ke semua orang, tapi tak ada yang tahu dimana Ki-dong. Mereka hanya tahu tadi Ki-dong duduk di dekat seorang pria lalu setelah itu mereka tak melihatnya lagi.
Je-in memanggil-manggil anaknya. Tapi Ki-dong tak kunjung terlihat. Ia membawa mainan Ki-dong yang tadi tertinggal di kursi dan mencari Ki-dong ke semua ruangan sambil menangis. Tapi tetap tak bisa menemukannya. Je-in pergi ke luar, berlari seperti orang gila tanpa memakai sepatu-nya dan make-up nya yang sudah luntur. Lalu ia pun mencari Hyeon-su yang sudah ada di panggung di hadapan banyak orang yang ingin menyaksikan acara kompetisi d radio Hyeon-su.
Kedatangannya membuat semuanya heboh. Reporter bong yang juga ikut menonton tersenyum penuh kemenangan. "Ki-dong! Apa yang harus kita lakukan? Ki-dong!" kata Je-in sambil menarik-narik tangan ayahnya. Manager meminta anak buahnya mengusir Je-in dari panggung. "Ki-dong? Apa yang harus aku lakukan?! Ayah! Ki-dong menghilang!" teriak Je-in lagi. Ia ditarik paksa oleh 2 orang staff. PD Lee meminta Hyeon-su memulai acaranya.
"Ini adalah "Program Sore Nam Hyeon-su"...Halo semuanya!Aku ucapkan selamat datang kepada semua hadirin yang ada di "Program Sore Nam Hyeon-su". Akan ada orang spesial di konser ini. Semua orang akan melihat lahirnya bintang baru..." kata Hyeon-su sambil terus memandangi Je-in yang diseret keluar oleh 2 orang staf. Hyeon-su terdiam karna ia menginjak mainan Ki-dong yang tadi dibawa Je-in.
Lalu kemudian ia membuat semua orang terkejut saat ia mengatakan "Kami sedang mencari anak. Namanya Hwang Ki-dong. Umurnya 6 tahun, dan setinggi ini. Dia punya rambut keriting. Dia ahli main kartu. Dan dia berbakat main piano. Dia berjalan dalam tidurnya...semua orang disini...Hey, brengsek, lepaskan tanganmu darinya!" teriak Hyeon-su pada dua orang staff yang menyeret Je-in kemudian memeluk anaknya dan membawanya keluar dari situ.
Je-in yang duduk di sebelah ayahnya masih saja menangis saat mereka ada di kantor polisi. "Kami tidak akan mencari dengan baik jika kalian terus ada disini. Pulang sajalah kalian. Apa dia adikmu? Pacarmu?" tanya salah seorang polisi sambil menyeduh mie gelasnya dengan air dari dispenser yang ada dekat dengan Hyeon-su dan Je-in duduk. "Dia bukan pacarku, Dia..." kata Hyeon-su tapi tak bisa melanjutkan kata-katanya karna tak berapa lama kemudian, kepala sekolah Ki-dong datang.
Kepala sekolah menghampiri Je-in dan Hyeon-su. "Apa yang terjadi?" tanya kepala sekolah . "Kita belum mendapatkan kabar sama sekali, tapi mereka sudah mulai mencarinya" jawab Hyeon-su. "Saat ini sistem pencarian sudah sangat bagus, jadi kita pasti akan segera menemukannya. Lagipula Ki-dong anak yang cerdas, jadi dia pasti akan kembali" hibur kepala sekolah.
Tiba-tiba Sang-min masuk ke kantor polisi. "Hei, Hwang Je-in! Kau bahkan...Sejak kapan kau punya anak? Aku yang akan mengambil tanggung jawab merawat anakmu. Dan anda!!! Anda harus bertanggung jawab pada Je-in ku! Karena anda sudah membuatnya menangis" teriak Sang-min sambil memegang kerah leher Hyeon-su. "Ki-dong itu anakmu! Ki-dong adalah anak kita! Kaulah Ayahnya!" kata Je-in pada Sang-min. "Kau bilang dia sudah meninggal!" kata Hyeon-su bingung. "Bunuh saja dia sekarang!" jawab Je-in.
Sang-min yang kebingungan menatap Hyeon-su. "Lalu..siapa..anda?" tanya Sang-min. "Aku Ayah kandung Je-in!" teriak Hyeon-su lalu mulai menghajar Sang-min. Polisi yang tadi mengambil air panas untuk menyeduh mie tersedak karna kaget mendengar kata-kata Hyeon-su. Kepala sekolah juga kaget mendengarnya.
Hyeon-su terus saja memukuli Sang-min. "Kau harusnya bertanggung jawab atas apa yang kau lakukan!" teriak Hyeon-su. Polisi tadi menghampiri Hyeon-su "Tidak peduli apa masalahmu, kau tidak boleh memukul seseorang di depan polisi" kata polisi itu. Hampir saja Hyeon-su yang emosi memukul polisi itu. "Ahh! Maaf..." kata Hyeon-su pada polisi itu. "Jangan pukul dia keras-keras! Yang pelan saja" jawab polisi itu. hehehe..
Sementara itu, seseorang memotret Hyeon-su yang sedang memukuli Sang-min dengan membabibuta.
Lalu tiba-tiba ada seorang polisi menghampiri Hyeon-su yang sedang memukuli Sang-min. "Kau Tuan Nam Hyeon-su!" katanya. "Ya?Awas kau...aku akan menghajarmu lagi nanti" kata Hyeon-su pada Sang-min. "Jadi kau paman Hwang Ki-dong dari Kakek Ayahnya mempunyai cucu dari anak kedua?" kata polisi itu lagi. "Bagaimana kau tahu..." kata Hyeon-su kemudian.
"Lalu, apa Nona Hwang Je-in disini?" lanjut polisi itu lagi. "Ya?" jawab Je-in. "Jadi, kau putri dari kakak perempuan pertama dari paman Hwang Ki-dong?! Bagaimana ini? Sudah lama aku bekerja sebagai polisi, tapi ini pertama kalinya aku menghadapi masalah serumit ini. Hwang Ki-dong sedang menangis mencari kalian! Dia bilang menunggu kalian di bawah, tetapi kalian tidak turun-turun" terang polisi itu. "Aku yakin dia bilang dia melihat Reporter Bong ada disana" itu kata-kata terakhir pak polisi yang menerima laporan Ki-dong.
Je-in dan Hyeon-su segera pergi mencari Ki-dong dan menemukan Ki-dong yang sedang duduk di sebuah kursi dan menangis. Je-in memandanganya dengan lega. Hyeon-su menghampirinya sambil memukul Ki-dong. Tentu saja Je-in marah melihat ayahnya memukuli Ki-dong.
Keesokan harinya, Hyeon-su harus mengadakan konfrensi pers untuk mengungkapkan skandalnya yang tak hanya punya seorang anak tapi juga seorang cucu!
Hyeon-su memulai membacakan kisahnya. Ia melihat reporter Bong yang tersenyum puas lalu melangkah keluar. Saat Hyeon-su hendak melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba ada seorang reporter berteriak ia melihat Kim Jun-yeong. Wartawan yang lain segera meningalkan Hyeon-su dan mengejar Kim Jun-yeong yang sedang menghajar reporter Bong yang sudah mengungkap video skandalnya. Satu orang wartawan masih ingin mendengarkan cerita Hyeon-su. Tapi karna Hyeon-su diam saja, ia pun pergi meliput Kim Jun-yeong juga.
Keesokan harinya, berita Kim Jun-yeong yang memukuli reporter Bong heboh di TV. "Bintang film Kim Jun-yeong menghajar Reporter Bong Pil-jung yang menyebarkan video skandalnya. Dia memukul reporter tersebut berulang kali. Selama ini Kim Jun-yeong menghabiskan waktu di Inggris dengan depresi dikarenakan dia tidak bisa melanjutkan karirnya akibat skandal tersebut. Saat dia melihat reporter tersebut, dia langsung menghajarnya.
Hyeon-su, Je-in dan Ki-dong menonton acara itu. Ki-dong nyengir senang melihat berita itu. HP Hyeon-su berbunyi. "Apa?" kata Hyen-su ketus. "Bukankah sudah kubilang? Kau tidak terkenal!" kata Chang-hun dari seberang sana sambil tertawa mengejek Hyeon-su. (bwahahahaha...).
HP Hyeon-su berbunyi lagi. "Apa?!" teriak Hyeon-su. Tapi kemudian suaranya jadi lembut "Ya..." begitu katanya. Membuat Je-in dan Ki-dong memandang heran padanya.
Ternyata yang terakhir menelpon kepala sekolah Ki-dong. Hyeon-su menemui kepala sekolah di sebuah kafe. "Alasan aku menyembunyikan semua ini adalah...Walaupun aku punya 10 mulut, aku tetap tidak punya keberanian mengatakannya...maafkan aku..." kata Hyeon-su. "Kakek?" kata kepala sekolah. Hyeon-su sedikit jengkel dipanggil kakek. "Aku tidak berpikiran kita sedang berhubungan" lanjut kepala sekolah. "Oh ya, kita tidak..." kata Hyeon-su gugup dan malu. "Jadi kau tidak perlu minta maaf" kata kepala sekolah. "Oh ya, itu benar..." jawab Hyeon-su. "Tapi jika kita berpacaran...Aku akan menjadi Nenek kan?" kata kepala sekolah lagi. Hyeon-su kaget. Tapi ia tersenyum senang. "Tapi bagaimana bisa orang sepertimu memiliki tingkat popularitas rendah? Bagaimana jika kau merubah konsepmu menjadi lebih tua?" saran kepala sekolah. Hyeon-su rada sebel dibilang tua.
"Jadi ini konsepnya? Laki-laki dewasa? Seorang ayah. Kau baru saja merubah kesan menjadi orang yang bertanggung jawab" kata manager Hyeon-su dengan senang.
Hyeon-su kembali dapat kerjaan di iklan baru lagi. Di apartemen, seperti biasanya, mereka bertiga nontonTV. Nonton iklan baru Hyeon-su bersama. "Apa?" tanya Hyeon-su pada Je-in. "Apa aku bilang sesuatu?" kata Je-in. "Aku lihat ekspresimu" kata Hyeon-su kemudian. "Iklannya lucu" kata Je-in. "Apanya yang lucu? Hey, apa ini lucu?" kata Hyeon-su sambil bertanya pada Ki-dong. "Aku pikir ini bagus!" jawab Ki-dong. "Kau dengar! Dia bilang bagus!" kata Hyeon-su pada Je-in. "Baik, ayo kita berpura2 itu bagus" kata Je-in kemudian. "Aku tidak mau berpura-pura! Lihat..lihat..lihat! Lihat ekspresimu!" kata Hyeon-su yang melihat senyum mengembang di wajah Je-in. "Ayo hentikan saja menontonnya!Sudah berapa kali kita menontonnya sepanjang hari ini?Lihat? diulang lagi!" protes Je-in. "Baiklah, pergi tidur sana!" kata Hyeon-su jengkel.
Ada pertunjukan musik di TK Ki-dong dalam rangka natal. Anak perempuan yang disukai Ki-dong sedang bernyanyi bersama ayah dan ibunya. Sementara itu di bellakang panggung, keluarga Ki-dong ribut sendiri. "Sudah aku bilang kita harusnya pakai baju normal! Apa ini?" kata HYeon-su. "Sudahlah, pakai apa adanya!" kata Je-in. "Kenapa aku harus ikut? Aku bukan bagian dari keluargamu!" protes Chang-hun. "Kau harusnya berterima kasih karena kau diajak, penyendiri!" maki Hyeon-su. "Kedengarannya seperti kau tidak pernah hidup sendiri!" Chang-hun tak mau kalah. "Karena disini banyak gadis cantik dan kau akan terlihat keren saat main drum!" kata Je-in. "Maksudmu kau ingin aku diam dan main saja kan?" kata Chang-hun.
"Baik, lagu yang bagus dari keluarga Kim Mugung-hwa! Penampilan selanjutnya adalah Hwang Ki-dong...maaf Nam Ki-dong! Ki-dong akan bermain keyboard,
dan Ibunya di vokal, Dan Kakeknya Nam Hyeon-su di bass. Jadi kuperkenalkan saja band keluarga, Sambutlah "3 Generasi yang Kebablasan"!" kata MC.
Hadirin bertepuk tangan. Tapi musiknya tak mulai-mulai. Chang-hun menatap Hyeon-su dengan marah sambil memukul drum nya. Hyeon-su pun turun dan membisikkan sesuatu di telinga MC,
"Dan pemain drumnya dari band legendaris Universitas Chul-shin, Lee Chang-hun!!!" Baru setelah MC mengatakan hal itu, Chang-hun pun pamer kebolehannya menggebuk drum hingga membuat anak-anak kecil harus menutup telinga mereka karna berisik. Baru setelah puas pamer, mereka pun bisa segera beraksi menyanyikan lagi "Walking On Sunshine".