Seung-jo dan Ha-ni datang ke kampus dengan naik sepeda. Seung-jo langsung memarkirkan sepedanya dan bertemu dengan He-ra. He-ra bertanya, “Kenapa kau bisa datang dengan menggunakan sepeda? Ah sepertinya kau dan Ha-ni memakai sepeda pasangan ya?” Seung-jo menjawab, “Ini semua karena ibuku. Bahkan dia tadinya ingin memakaikan baju pasangan padaku juga.” He-ra tertawa lalu bertanya, “Tapi… Kenapa kau tidak memakai cincin yang begitu penting?” Seung-jo menjawab, “Aku akan mengenakannya setelah mendapat surat izin menikah.” He-ra kebingungan namun Seung-jo langsung mengajak He-ra pergi bersama.
Seung-jo memberi tahu hal itu pada He-ra dan He-ra berkata pada Ha-ni, “Ha-ni jadi kau dan Seung-jo belum menikah secara hukum?” Ha-ni berkata, “Apa yang kau bicarakan hah? Langit dan bumi pun sudah tahu bahwa kami sudah menikah. Apakah kau tahu berapa saksi yang melihat pernikahan kami? Ah bukankah kau juga menyaksikannya.” He-ra berkomentar, “Tapi tetap saja ini belum sah secara hukum. Kau memerlukan Stempel dari pengadilan khusus. Ah kalau begitu ini artinya aku masih memiliki kesempatan, bukan?” He-ra mengejar Seung-jo dan langsung merangkul tangan Seung-jo sementara itu Ha-ni terlihat cemburu melihat itu.
He-ra bertanya pada Seung-jo, “Benarkah hal itu? Jadi dia akan masuk fakultas perawat hanya karena kau menjadi dokter?” Seung-jo menjawab, “Ya.” He-ra tersenyum dan berkata, “Wow Oh Ha-ni benar-benar mengangumkan. Dia itu seperti bintang yang ada di orbit Seung-jo.” Seung-jo berkomentar, “Apakah maksudmu itu orbit bumi yang mengelilingi matahari?” He-ra berkata, “Hah? Hey apakah kau ini tipe macho?” Seung-jo hanya tersenyum mendengar hal itu.
Ha-ni pergi ke perpustakaan dan meminjam banyak buku. Ha-ni bergumam, “Apa? Memiliki kesempatan? Benar-benar tidak bisa di percaya! Dan Baek Seung-jo tidak akan mendaftarkan pernikahan ini secara hukum hingga aku masuk jurusan Perawat? Benar-benar menjengkelkan dan kekanak-kanakan!” Omongan Ha-ni itu terlalu kencang sehingga orang-orang di sekitar Ha-ni mendengar hal itu dan langsung pergi.
Ha-ni mulai membuka buku dan bergumam, “Baiklah. Karena ini menjengkelkan dan kekanak-kanakan maka aku akan membuktikannya dengan lulus tes ujian perawat.”
Jun-gu mendapatkan ide untuk membuat menu khusus bekal makan siang dan dia menjelaskan semua itu pada Ayah Ha-ni. Ada tamu yang datang ke Restoran dan itu adalah Christine si wanita asing itu.
Jun-gu terlihat kesal melihat dia namun Ayah Ha-ni meminta Jun-gu melayaninya sehingga Jun-gu pun mau tidak mau harus menghampiri Christine.
Jun-gu terlihat kesal melihat dia namun Ayah Ha-ni meminta Jun-gu melayaninya sehingga Jun-gu pun mau tidak mau harus menghampiri Christine.
Jun-gu bertanya, “Kau mau pesan apa?” Christine menjawab, “Kali ini aku ingin makan mie Sam Gye.” Jun-gu berkomentar, “Kenapa kau setiap hari selalu makan mie? Kau perlu makan nasi dan roti juga.” Christine berkata, “Aku tidak hanya makan mie. Aku juga ingin makan kimchi timun yang kau buat. Sangat enak. Sepertinya aku sudah kecanduan sekali.” Jun-gu berkata, “Ah sayang sekali Kimchi Timun sudah habis.” Christine bertanya, “Benarkah? Ah sayang sekali…” Christine langsung terlihat kecewa.
Jun-gu melihat sesuatu yang di bawa oleh Christine dan dia bertanya, “Ah apa itu? Terlihat bagus.” Christine berkata, “Ini adalah Terere. Biasanya di pakai untuk minum Mate Tea dingin. Apa kau mau mencobanya?” Jun-gu bertanya “Yay kenapa aku harus meminum apa yang kau minum juga?” Christine menjawab, “Kami selalu meminum ini dan berbagi. Ini yang di namakan berbagi pada teman.” Jun-gu tetap menolak dan berkata, “Kenapa orang-orang berbagi hal itu? Aku akan mendapatkan bakteri, singkirkanlah cepat!” Christine berkata, “Tenang saja terere ini memiliki bahan khusus yang bisa membunuh bakteri.”
Christine berkata, “Minumlah ini dan kita bisa menjadi teman.” Jun-gu menolak dan berkata, “Tidak! Aku tidak ingin menjadi temanmu jadi cepatlah makan mie-nya dan segera pergi. Ok?” Christine berkata, “Kalau begitu jadilah pacarku. Aku menyukaimu Tuan Bong Jun-gu sejak pertama kali bertemu. Jadi mari kita menjadi pasangan saja.”
Semua pelayan toko dan Ayah Ha-ni diam-diam melihat hal itu dan tersenyum. Jun-gu berkata, “Oh tuhan apakah gadis ini gila? Hey sudah aku katakan bahwa aku ini menyukai seseorang!” Christine berkomentar, “Bohong! Aku setiap hari datang kemari dan tidak pernah melihat perempuan yang kau suka itu! Aku juga bahkan tidak pernah melihatmu pergi berkencan dengan seseorang.” Jun-gu berkata, “Apakah jika aku menyukai seseorang maka aku harus pergi kencan dengannya dan menjadi pasangannya? Hanya diriku dan hatiku yang dapat melihat dia seorang.” Christine kesal dan bergumam, “Huh apa-apaan ini.” Jun-gu berkata, “Mulai sekarang jangan datang lagi kemari. Mengerti? Jangan datang!”
Jun-gu kembali ke dapur dan para pelayan dan Ayah Ha Ni langsung kembali bekerja seperti semula. Sementara itu Christine terdiam sedih.
Ha-ni sedang menelfon dengan Min-ah dan bilang bahwa mereka akan bertemu nanti. Kyung-su lewat dan berkata, “Hey Oh Ha-ni. Sudah lama tidak melihatmu. Kenapa kau tidak pernah datang ke klub tenis? Apa karena kau sudah menikah maka kau membolos hah?” Ha-ni menjawab, “Bukan begitu…”
Ha-ni lalu menjelaskan semuanya pada Kyung-su dan Kyung-su terlihat kaget dan bertanya, “Apa? Kau akan pindah jurusan?” Ha-ni menjawab, “Hmm ya. Aku putus asa sekarang ini.” Kyung-su lalu berkata, “Ah aku tahu sedikit tentang jurusan perawat karena ada temanku yang mengambil jurusan itu juga. Pekerjaan dan kompetensi itu sangat berat. Jadi sangat sulit sekali masuk jurusan itu makanya tidak banyak yang mengambil jurusan itu. Bagaimana bisa kau masuk jurusan itu jika kau tidak mencobanya terlebih dahulu hah?” Ha-ni berkata, “Aku tahu hal itu tapi aku akan mencobanya untuk masuk ke jurusan itu.”
Kyung-su bergumam, “Sebaiknya kau mengulang di Universitas lain saja dengan jurusan yang sama yaitu Ilmu Sosial.” Ha-ni berkata, “Huh mencoba kembali? Tidak mungkin. Tidak akan ada topan yang datang dua kali dalam wkatu yang bersamaan!” Kyung-su bertanya, “Topan? Apa itu?” Ha-ni menjawab, “Hanya perumpaan saja.”
Kyung-su lalu berkata, “Ha-ni.. Ada sesuatu yang ingin aku katakan.” Ha-ni balik bertanya, “Sesuatu? Apa dengan He-ra? Ah apa kalian berpacaran?” Kyung-su menjawab, “Bukan itu. Tapi ya kami berkencan dan makan hot dog bersama.” Ha-ni berkomentar, “Hah hot dog? Apa itu?” Kyung-su menjawab, “Hey Hot Dog itu sangat penting. Tapi kenapa bisa seperti ini? Bisakah seseorang menyukai sebegini besar perasaannya?” Ha-ni menepuk Kyung-su dan berkata, “Tentu saja itu mungkin.” Ha-ni tersenyum lalu pergi.
Ha-ni dan Min-ah bersama-sama datang ke salon Ju-ri dan Ju-rii reaksinya biasa saja tidak seceria biasanya. Ju-rii sedang memotong rambut seorang laki-laki dan dia diam saja sehingga Ha-ni dan Min-ah pun duduk terdiam. Saat laki-laki itu sudah pergi, Ha-ni dan Min-ah sama-sama saling menatap.
Ju-ri lalu bercerita pada Ha-ni dan Min-ah, “Dulu rambut laki-laki itu sebahu, bukankah itu panjang? Dia setiap hari datang kemari dan memintaku untuk memotong rambutnya sedikit demi sedikit. Tapi anehnya dia selalu datang saat jam kerja sudah selesai sehingga hanya aku yang bisa memotong rambutnya.” Ha-ni berkomentar, “Dia datang kemari untuk menemuimu.” Ju-ri tersenyum malu-malu. Min-ah berkata, “Mungkin saja. Untuk seseorang sepertimu yang tidak memiliki sertifikat, ini hal bagus.” Ju-ri kesal dan berkata, “Hey aku juga sedang belajar!”
Min-ah berkata, “Huh jika kau mulai berpacaran maka kau akan sibuk dan perteman kita bisa berakhir.” Ju-ri tertawa dan berkomentar, “Hey kau juga sangat sibuk dengan web mu itu.Karena itu lah hingga sekarang kau tidak memiliki pacar untuk kencan. Huh Min-ah kau ini hanya buang-buang waktu saja.” Ha-ni berkata, “Dia ini sangat keren. Hey Web buatanmu itu sangat bagus sekali Min-ah bahkan ratingnya pun sangat tinggi.” Min-ah ceria dan berkata, “Ya. Ah aku sudah meng upload yang baru lagi. Apakah kalian mau melihatnya?’
Min-ah menunjukan web cartoon yang di buatnya dan ternyata di web itu Min-ah membuat komik yang ceritanya itu mengenai kejadian saat bersekolah di SMA. Bahkan Min-ah pun membuat komik mengenai Ha-ni yang suka pada Seung-jo dan Seung-jo mengembalikan surat cinta yang di berikan oleh Ha-ni. Ju-ri berkomentar, “Huh kenapa kau menggambarku sebesar itu? Lihat tanganku sangat besar.” Sementara Ha-ni tertawa dan berkata, “Kenapa kau memasukan cerita ini? Hahahaha….”
Ju-ri berkata, “Kini Ha-ni menjadi istri dari Baek Seung-jo. Ini adalah sesuatu yang harus di lihat.” Min-ah tersenyum dan berkata, “Benar. Aku sangat tertarik sekali saat menggambar ini.” Ha-ni bergumam sedih, “Huh tapi aku belum menjadi istrinya secara sah.”
Ha-ni membantu Ibu Seung-jo mengelap piring dan berkata, “Semua orang berkata ini tidak mungkin. Tes untuk pindah jurusan ini sangat sulit. Dan mereka bilang sangat tidak mungkin aku masih jurusan perawat. Apa yang harus aku lakukan? Ijin pernikahan itu…” Ibu Seung-jo mendapatkan sebuah ide dan mengajak Ha-ni untuk pergi ke ruang belajar khusus.
Ibu Seung-jo membuka laptopnya dan mencari info mengenai cara membuat surat ijin pernikahan sendiri. Ha-ni berkata, “Tapi… Aku sudah berjanji padanya.” Ibu Seung-jo berkomentar, “Bagaimana bisa itu disebut janji jika dia melakukan hal ini sendiri? Ah ini lihat…. Surat ijin pernikahan harus di tandatangani oleh dua saksi. Ah baiklah Aku dan Ayah Seung-jo dapat menandatangi surat ijin itu.” Ha-ni sedikit ketakutan dan bertanya, “Apakah ini baik-baik saja?” Ibu Seung-jo menjawab, “Tentu saja ini baik-baik saja. Pertama kita akan melapor hal ini dan kau bisa mengambil tes perawat. Ah tapi ada masalah… Kita butuh kartu identitas Seung-jo. Apakah Seung-jo selalu membawa kartu identitasnya?” Ha-ni kebingungan akan hal itu.
Ha-ni menempelkan telinganya di pintu kamar mandi dan mendengar bahwa Seung-jo sedang mandi. Ha-ni langsung pergi ke kamar dan ternyata Eun-jo melihat itu dan kebingungan. Ha-ni memeriksa pakaian Seung-jo dan menemukan dompetnya Seung-jo. Ha-ni melihat kartu identitas Seung-jo dan ingin mengambilnya tapi Seung-jo datang ke kamar dan bertanya, “Apa yang kau lakukan dengan dompet orang lain?” Ha-ni kaget mendengar itu dan menjawab, “Aku hanya melihat dompetmu karena dompetmu terlihat cantik. Ah haruskah aku membeli dompet yang sama juga sepertimu?”
Seung-jo mengambil dompetnya dan berkata, “Apa kau selalu memeriksa dompet suamimu juga hah?” Ha-ni menggelengkan kepalanya da berkata, “Hmm bukan begitu.” Seung-jo bergumam, “Sepertinya uangku ada yang hilang.” Ha-ni sangat kesal dan berkata, “Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau berkata seperti itu hah?” Seung-jo menyimpan dompetnya di bawah bantal dna bertanya, “Apa kau tidak akan tidur?” Ha-ni menjawab, “Aku akan tidur.”
Malamnya Seung-jo sudah tertidur dan Ha-ni berusaha mengambil dompet Seung-jo yang di letakan di bawah bantal. Pada akhirnya Ha-ni berhasil mendapatkan dompet itu. Seung-jo memeluk Ha-ni saat tidur dan Ha-ni diam-diam mengambil kartu identitas Seung-jo dan dia tersenyum senang.
Ibu Seung-jo dan Ha-ni datang ke kantor pendaftaran pernikahan untuk mendaftarkan pernikahan Seung-jo dan Ha-ni. Tapi petugas di kantor itu bilang bahwa pernikahan Seung-jo dan Ha-ni sudah terdaftar. Ibu Seung-jo dan Ha-ni kebingungan dan berkata, “Tidak mungkin. Kami baru pertama kali datang kemari.” Petugas itu lalu berkata, “Ah suamimu yang mendaftarkannya. Tuan Baek Seung-jo yang mendaftarkannya.” Ha-ni dan Ibu Seung-jo lagi-lagi kaget mendengar hal itu.
Ha-ni dan Ibu Seung-jo pulang ke rumah. Seung-jo langsung meminta kartu identitasnya di kembalikan dan Ha-ni bertanya, “Apa kau tau aku mengambilnya?” Seung-jo menjawab, “Ya.” Ibu Seung-jo lalu bertanya, “Hey kenapa kau begitu senang menggoda Ha-ni hah?” Seung-jo menjawab, “Menyenangkan menggodanya. Dia bekerja keras jika ada peluang. Sangat sulit untuk mengubah jurusan itu sehingga aku sengaja berkata seperti itu agar dia memikirkan hal itu dan berusaha. Tapi kau diam-diam menyentuh dompetku, aku kecewa.” Ha-ni buru-buru berkata, “Tidak. Aku akan berusaha dan bekerja keras jadi jangan kecewa.”
Jun-gu sibuk mempersiapkan untuk membuat menu bekal makan siang. Ayah Ha-ni menghampriinya dan berkata, “Christine sudah lama tidak kemari.” Jun-gu berkomentar, “Hmm benarkah? Aku sangat sibuk sehingga tidak begitu menyadarinya.” Jun-gu terus sibuk menghitung barang dan Ayah pun hanya terdiam.
Ha-ni sedang belajar mengenai teknik pernafasan di taman kampus dan Christine datang menghampiri Ha-ni dan bercerita bahwa dia menyukai Jun-gu. Ha-ni kaget mendengar cerita Christine dan berkata, “Benarkah?” Christine menjawab, “Ya. Jun-gu sangat keren” Ha-ni bertanya, “Apa bukan karena makanannya? Apa kamu tidak merasa kebingungan hah?” Christine menjawab, “Hmm tidak. Aku menyukai semuanya. Makanan buatannya dan juga penampilannya yang sangat laki-laki. Dan jika aku lihat cara bicaranya, dia itu terlihat seperti sedang bernyanyi indah. Ah aku harus kembali pada malam natal tapi aku tidak ingin pergi. Aku ingin tetap bersamanya. Jika Jun-gu memintaku untuk tidak pergi maka aku tidak akan pergi.”
Ha-ni tersenyum dan bertanya, “Aku mengerti. Apakah kau begitu menyukainya?” Christine menjawab, “Ya. Tapi dia bilang bahwa dia menyukai seseorang. Apa itu benar? Siapa itu?” Ha-ni kebingungan dan berkata, “Apakah dia berkata seperti itu? Itu tidak benar.” Christine sangat senang dan meminta agar Ha-ni membantunya, “Ha-ni kalau begitu bantu aku. Katakan pada Jun-gu bahwa aku ini cantik.” Ha-ni tersenyum dan berkata, “Baiklah…”
Rumah makan khusus bekal makan siang milik Jun-gu pun akhirnya di buka dan Min-ah, Ju-ri dan juga Bye Bye Sea yang mengedarkan selembaran untuk mempromosikannya.
Seung-jo datang ke restoran itu bersama He-ra dan memberikan hadiah. Jun-gu bertanya, “Mana Ha-ni? Kenapa kau datang dengan wanita ini hah?” Ha-ni datang bersama Christine dan Christine memberikan hadiah yaitu tisu. Jun-gu berkomentar, “Kenapa kau memberikan hadiah ini untuk Restoran baruku ini hah?” Ha-ni berkata, “Itu hadiah aku yang pilihkan.” Jun-gu langsung mengubah komentarnya, “Wow hadiah ini sungguh bagus. Benar-benar bagus.”
Ayah Ha-ni berkata, “Boss Bong Jun-gu tamumu sudah datang jadi kau harus mengucapkan kata sambutan.” Jun-gu kebingungan dan berkata, “Ah kau saja yang memberikan sambutan.” Ayah Ha-ni berkata, “Hey kau yang harus memberikan sambutan itu.”
Jun-gu pun mengucapkan kata sambutannya dan semuanya langsung bertepuk tangan. Christine berkata, “Kau sangat keren Bong Jun-gu. Ah Bong Jun-gu aku akan pergi ke Inggris tapi aku tidak ingin pergi. Katakan padaku agar tidak pergi maka aku tidak akan pergi.” Jun-gu kebingungan dan berkata, “Apa-apaan kau ini? Bukankah aku sudah bilang bahwa aku menyukai seseorang? Aku tidak menyukai siapapun juga kecuali Ha-ni.”
Christine kaget dan bertanya, “Hah Ha-ni? Oh Ha-ni?” Jun-gu menjawab, “Ya aku hanya menyukai Ha-ni. Jika kau akan pergi ke Inggris maka pergilah dan jangan kembali.” Ha-ni langsung memarahi Jun-gu, “Hey Bong Jun-gu!” Christine langsung pergi keluar dan Ha-ni pun mengejarnya.
Christine kaget dan bertanya, “Hah Ha-ni? Oh Ha-ni?” Jun-gu menjawab, “Ya aku hanya menyukai Ha-ni. Jika kau akan pergi ke Inggris maka pergilah dan jangan kembali.” Ha-ni langsung memarahi Jun-gu, “Hey Bong Jun-gu!” Christine langsung pergi keluar dan Ha-ni pun mengejarnya.
Orang-orang di Restoran pun kaget mendengar hal itu dan tentu saja yang paling kaget mendengar hal itu adalah Seung-jo yang sepertinya terlihat cemburu.
Malam hari di rumah Seung-jo… Seung-jo sedang membaca buku di tempat tidur dan Ha-ni duduk di sampingnya. Ha-ni berkata, “Huh apa yang harus aku lakukan? Christine memutuskan untuk kembali ke Inggris. Awalnya dia mempercayaiku dan memberi tahu bahwa dia menyukai Jun-gu. Aku merasa telah mengkhianatinya.” Seung-jo bertanya, “Lalu kenapa kau selalu ikut campur dalam masalah orang lain?” Ha-ni menjawab, “Dia yang memintaku untuk membantunya.”
Seung-jo berkomentar, “Kau pasti suka itu. Ibu-ibu sudah memiliki skandal. Tapi.. Apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Bong Jun-gu? Dia melakukan hal itu walupun kita sudah menikah?” Ha-ni berkata, “Tidak apa-apa. Itu karakter Jun-gu selama menjadi murid di sekolah. Ah apakah kau cemburu?” Seung-jo kaget ditanya seperti itu dan menjawab, “Cemburu? Siapa yang cemburu? Biarkan saja mereka yang menyadari perasaan mereka. Jika kau terus terlibat mungkin keadaannya akan semakin memburuk. Biarkan saja mereka menyadari perasaannya.” Ha-ni berkata, “Ah ya aku berfikiran seperti itu juga.”
Ha-ni tersenyum dan berkata, “Ah kau juga melakukan hal itu.” Seung-jo kebingungan dan bertanya, “Apa maksudmu?” Ha-ni menjawab, “Kamu juga setelah meninggalkan semuanya kamu menyadari perasaanmu sebenarnya.” Seung-jo berkomentar, “Ah kau benar.” Ha-ni terus mengganggu Seung-jo dan Seung-jo berkata, “Sudahlah belajar saja.” Ha-ni berkata, “Ah benarkah kau cemburu dari awal? Ah jawablah. Aku tahu kau cemburu kan. Ah lucu sekali kau ini.” Seung-jo terus mengelak dan berkata, “Apa kau ini gila hah?” Ha-ni tertawa senang.
Restoran bekal makan siang Jun-gu di buka dan Bye Bye Sea menjadi pelayannya. Salah seorang anggota Bye Bye Sea berkata, “Tapi dia sepertinya tidak datang.” Jun-gu bertanya, “Hah? Siapa?” Anggota Bye Bye Sea itu menjawab, “Christine. Apakah dia sudah berangkat?” Tamu-tamu mulai datang dan Bye Bye Sea pun langsung masuk ke dalam Restoran untuk menyiapkan segalanya sementara Jun-gu masih diam di luar Restoran.
Ha-ni bertemu dengan Jun-gu di taman dan dia berkata, “Christine sudah pergi. Kau sudah mendengarnya bukan?” Jun-gu balik bertanya, “Apa hubungannya denganku?” Ha-ni berkata, “Jawablah dengan jujur. Apa kau tidak menyukai Christine?” Jun-gu menjawab, “Ya. Tidak suka.” Ha-ni bertanya, “Tapi kau begitu penasaran karena tidak melihatnya? Kau merindukannya kan?” Jun-gu menjawab, “Tidak mungkin. Bagiku hanya kau satu-satunya. Bukankah sudah ku bilang padamu bahwa kau keluargaku.”
Ha-ni berkomentar, “Sekarang ini aku sudah menikah. Seung-jo adalah keluargaku sekarang ini.” Jun-gu berkata, “Ya kau benar. Ah asuransi. Ya berfikirlah kalau aku ini asuransimu. Jika kau mengalami kesulitan maka kau bisa mencariku. Bukankah orang-orang mengambil asuransi saat sedang mengalami kesulitan?” Ha-ni meminta Jun-gu duduk di ayunan sebelahnya lalu dia berkata, “Jun-gu… Selama ini kau selalu mendukung semua yang aku telah lakukan. Memberi dukungan dan melakukan apapun yang aku minta. Terima kasih. Jadi saat ini… Hanya kali ini tolong dengarkan apa yang aku katakan. Duduk tenang dan pikirkanlah semua ini. Tataplah langit dan kau akan menyadari perasaanmu itu.”
Jun-gu terdiam dan mulai mengayukan ayunan sambil terus menatap langit mencoba mencari tahu apa perasaan sebenarnya pada Christine.
Kyung-su sedang duduk di bawah pohon sambil melihat sebuah kertas yang memberi tahu dia untuk melakukan wajib militer. Kyung-su bertemu dengan He-ra dan memperlihatkan kertas itu. He-ra berkata, “Jadi untuk apa kau memperlihatkan pemberitahuan wajib militermu itu padaku?” Kyung-su menjawab, “Aku hanya… Aku tidak tahu. Untuk beberapa alasan aku pikir kau perlu mengetahui hal ini.” He-ra kembali bertanya, “Kenapa? Ah jangan-jangan karena pada saat itu aku menangis di depanmu? Kau tidak berfikir bahwa ada sesuatu yang istimewa terjadi diantara kita kan?” Kyung-su menjawab, “Ah tidak. Aku tidak sebodoh itu. Saat aku melihatmu menangis… aku tidak memikirkan itu jadi jangan khawatir.”
Kyung-su lalu berkata, “Aku.. Aku akan mengatakan hal ini tapi aku minta kau jangan merasa terbebani. Saat kau merasa bosan… benar-benar bosan… Sebuah surat hmm maukah kau menulis sebuah surat untukku?” He-ra langsung menjawab, “Tidak. Itu mengganggu bahkan itu bukan e-mail.” Kyung-su tertawa kecewa dan berkata, “Benar ini bukan e-mail. Mana mungkin kau punya waktu menulis surat dan menempelkan perangko lalu mencari kotak surat. Ah mungkin saat itu juga kau lebih memilih tidur.” He-ra menjawab, “Ya. Benar.”
Kyung-su kecewa mendengar itu dan berkata, “Baiklah kalau begitu aku akan pergi.” Giliran He-ra yang kecewa saat melihat Kyung-su akan pergi. Kyung-su tiba-tiba berkata, “He-ra aku memiliki satu permintaan lagi. Ini adalah permintaan yang sebenarnya. Mulai sekarang… jangan menangis sendirian. Waktu itu kau menangis di bahuku itu terasa seperti tulangku meleleh. Aku benar-benar akan pergi sekarang. Jaga dirimu.”
Kyung-su berjalan pergi dan He-ra tiba-tiba berkata, “Jika aku sedang bosan maka aku akan mengunjungimu.” Kyung-su kaget mendnegar hal itu namun dia senang apalagi He-ra tersenyum padanya.
Ha-ni sedang belajar di perpustakaan tapi dia merasa mengantuk dan akhirnya tertidur dan kepalanya membentur meja sehingga mahasiswa yang lain tertawa melihat hal itu. Ha-ni mencoba fokus belajar dan berkata, “Aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini tapi Seung-jo memintaku untuk melakukannya. Benar, aku tidak boleh mengecewakannya.”
Ha-ni mengubah settings di HP-nya dan dia tersenyum saat melihat HP-nya itu ada kata-kata, “Seung-jo cinta Ha-ni. Bahagia. Berjuanglah!”
Tiba-tiba ada yang menepuk punggung Ha-ni dan itu adalah Kyung-su yang mengajak Ha-ni untuk berbicara di luar perpustakaan.
Tiba-tiba ada yang menepuk punggung Ha-ni dan itu adalah Kyung-su yang mengajak Ha-ni untuk berbicara di luar perpustakaan.
Kyung-su menceritakan surat pemanggilan wajib militer kepada Ha-ni dan Ha-ni kaget mendengar hal itu. Kyung-su berkata, “Kau satu-satunya yang sedih karena aku masuk wajib militer. Bahkan orang tuaku saja senang mendengar hal itu karena biaya kuliah sangat mahal. Tapi aku datang kemari bukan untuk mengatakan hal itu. Aku kemari untuk berterima kasih padamu.” Ha-ni bertanya, “Padaku? Untuk apa?” Kyung-su berkata, “Kau selalu memberi tahuku mengenai ketulusan. Mengatakan yang sebenarnya adalah hal terbaik.” Ha-ni berkata, “Tentu saja itu baik. Tunggu… Kau membuat pengakuan pada He-ra?” Kyung Soo berkomentar, “Kenapa aku harus mengaku? Aku tidak mengaku tapi aku melakukan hal semacam pengakuan.” Ha-ni tersenyum mendengar hal itu.
Kyung-su berkata, “Jujur dengan melihatmu aku telah belajar banyak. Tapi aku tidak melakukan semua itu karena aku terlalu takut mencobanya. Aku takut gagal ataupun di tolak, jadi aku tidak pernah mengaku padanya. Aku selalu seperti itu. Tapi saat aku melihatmu, aku mulai berfikir, ‘Siapa yang akan melihatku gagal? dan siapa yang peduli jika aku di tolak?’ Ini adalah pola pikirku sekarang. Aku mempelajari semua itu setelah melihatmu. Terima kasih padamu karena aku memiliki waktu yang menyenangkan. Dan itu lah sebabnya Kakakmu ini akan memberikan hadiah padamu.”Ha-ni senang dan langsung menarik tangan Kyung-su namun Kyung-su mendorong tangan Ha-ni dan berkata, “Bukan seperti ini.”
Kyung-su berkata, “Bukankah kau ingin masuk jurusan perawat? Saat aku masuk wajib militer maka aku akan membuka tempat agar kau bisa masuk jurusan perawat.” Ha-ni berkomentar, “Bagaimana bisa kau melakukan itu? Bahkan kau tidak ada di jurusan perawat.” Kyung-su berkata, “Ha-ni didunia ini hanya negara kita yang memiliki prorgam yang di sebut wajib militer. Apa kau ingat mengenai temanku yang ada di bidang perawat juga? Dia adalah seorang pria dan dia teman kamarku. Ketika aku masuk wajib militer maka dia juga akan aku ajak untuk pergi bersama. ” Ha-ni bertanya, “Benarkah?” Kyung-su menjawab, “Ya.Apa yang akan dia lakukan jika dia tidak pergi? Dia itu teman sekamarku jadi jika aku pergi maka dia juga harus pergi dan jika aku ikut wajib militer maka dia juga akan ikut wajib militer.”
Ha-ni benar-benar senang mendengar hal itu karena jika teman Kyung-su ikut wajib militer maka akan ada kesempatan untuknya masuk kedalam jurusan perawat. Kyung-su berkata, “Hanya ini yang dapat aku berikan. Aku tidak dapat membantu ujianmu jadi aku harap kau melakukan yang terbaik dan dapat diterima.” Ha-ni langsung melompat kesenangan dan berterima kasih banyak pada Kyung-su. Kyung-su bertanya, “Apa kau sekarang ini senang karena aku masuk wajib militer?” Ha-ni menjawab, “Ya. Aku senang sekali.”
Ju-ri masih di salon dan dia menunggu laki-laki yang selalu datang saat salon akan di tutup tapi ternayat laki-laki itu tidak datang juga. Saat Ju-ri akan pulang, laki-laki itu datang dan Ju-ri terlihat senang. Laki-laki itu meminta rambutnya di potong lebih pendek dan Ju-ri berkata, “Hmm tapi rambutmu ini sudah pendek.” Laki-laki itu berkata, “Potong saja.” Ju-ri mengerti dan mulai memotong rambut laki-laki itu.
Laki-laki itu tiba-tiba berkata, “Aku akan masuk wajib militer.” Ju-ri terlihat kecewa dan berkata, “Ah kalau begitu kita tidak bisa melakukan hal ini lagi.” Ju-ri tiba-tiba memeluk laki-laki itu dan berkata, “Ini baik-baik saja. Jangan khawatir, aku akan menunggumu…”
Ha-ni memperlihatkan surat dia mengajukan permohonan ganti jurusan kepada Seung Jo. Seung-jo berkomentar, “Tesnya sebentar lagi.” Ha-ni menjawab, “Ya tidak tersisa waktu banyak. Apa yang harus kulakukan? Persaingannya sangat ketat.” Seung-jo berkata, “Berjuanglah.” Seung-jo sudah mau tidur namun Ha-ni melarangnya dan berkata, “Hey pilihkan pertanyaan yang kira-kira akan muncul di ujian. Tolonglah. Aku mohon darimu.”
Akhirnya mereka pun belajar bersama dan Seung-jo menanyakan beberapa pertanyaan yang kira-kira akan keluar di ujian. Ha-ni menjawab semua pertanyaan dan Seung-jo berkomentar, “Ini tergantung padamu. Kau bahkan tujuan hidupmu saja masih aku yang menentukan.” Ha-ni tiba-tiba berkata, “Aku punya tujuan. Jika aku berhasil melewati semua ini maka kencan di malam natal. Kita bahkan menikah tanpa pernah kencan dan saat bulan madu juga. Jika aku melewati semuanya maka ayo kencan di malam natal.” Seung-jo berkata, “Hmm baiklah.” Ha-ni senang dan kembali berkata, “Full day!” Seung-jo tersenyum dan berkata, “Baiklah.” Ha-ni benar-benar senang mendengar hal itu.
Ha-ni bertaya, “Ah apakah kita juga harus berlatih praktikum pertolongan utama dengan nafas buatan secara langsung? Aku mempelajari hal itu tapi aku belum mencobanya…”
Akhirnya Seung-jo tiduran di tempat tidur untuk menjadi bahan uji coba latihan Ha-ni dan dia berkata, “Ingat harus 100 tekanan setiap menitnya.” Ha-ni berkomentar, “Baiklah aku mengerti. Pertama cek nafas ah tidak ada lalu buka sumber nafas lainnya yaitu mulut.” Ha-ni mau memberikan nafas buatan namun dia ragu-ragu dan itu membuat Seung-jo berkata, “Hey kau ini apa-apaan? Ini darurat. Kau merasakan itu?” Ha-ni gugup dan berkata, “Apa maksudmu dengan kata ‘merasakan’ hah?” Seung-jo berkata, “Sudah cepat lakukan apa yang harus kau lakukan selanjutnya.”
Ha-ni menekan dada Seung-jo dan Seung-jo berkomentar, “Kau ini sedang memberikan pertolongan pada orang sakit atau orang sehat?” Ha-ni berkata, “Aku pikir ini menyakitkan ah baiklah aku akan mengulangnya lebih keras.” Seung-jo berkata, “Istirahatlah sebentar. Kemari.” Seung-jo memeluk Ha-ni dan Ha-ni berkata, “Tapi aku perlu berlatih.’ Seung-jo berkata, “Ini juga pelajaran.”
Tiba-tiba pintu terbuka dan Eun-jo kaget saat melihat Seung-jo sedang memeluk Ha-ni. Seung-jo dan Ha-ni juga kaget sehingga langsung terbangun. Eun-jo berkata, “Aku hanya ingin mengatakan sesuatu… Kakak, Kakak Ipar Oh Ha-ni. Di kamar sebelah itu ada aku yang baru akan menjadi remaja jadi tolong jangan ribut!” Ha-ni dan Seung-jo sama-sama malu dan meminta maaf.
Hari ujian perawat tiba. Seung-jo dan Ibu Seung-jo mengantarkan Ha-ni ke tempat ujian. Ibu Seung-jo berkata, “Ha-ni makan ini. Kau bilang tes ini ada 2 sesi?” Ha-ni menjawab, “Ya. Tes tertulis dan tes wawancara. Aku sangat tegang.” Ibu Seung-jo berkomentar, “Tenanglah kau akan melaluinya.” Seung-jo berkata “Cepatlah waktunya sebentar lagi.” Ha-ni mengerti dan langsung turun dari mobil setelah diberi semangat oleh Ibu Seung-jo.
Ibu Seung-jo berkomentar, “Dia sebenarnya bisa memilih jalan yang mudah tapi ternyata dia memilih jalan yang sulit.” Sementara itu Seung-jo terlihat tersenyum.
Ha-ni dapat mengerjakan ujiannya dengan mudah dan selesai ujian dia langsung menelpon Min-ah dan berkata, “Bagaimana mungkin dia bisa tahu persis apa yang di tanyakan? Wah aku benar-benar menikah dengan pria yang menakjubkan. Min-ah, bagaimana jika aku diterima di fakultas perawat ini?”
Ha-ni di panggil menuju ruang wawancara dan ternyata yang mewawancarainya itu wanita yang dulu juga mewawancarainya untuk masuk Universitas Parang. Wanita itu berkomentar, “Oh kau si siput itu? Kau beruntung ternyata.” Wanita itu meminta Ha-ni untuk melakukan pertolongan pertama pernafasan buatan dan Ha-ni sangat gugup sehingga dia melewatkan hal-hal kecil yang membuat wanita itu terus berkomentar. Ha-ni mencoba menekan dada boneka pasien dan dia mengingat kata-kata Seung-jo yang meminta di tekan lebih keras sehingga Ha-ni menekan dada boneka itu sangat keras.
Wanita itu berkata, “Cukup. Kau bisa membunuh korban itu jika terlalu keras menekan dadanya. Bahkan tulang rusuknya bisa patah jika kau melakukan hal itu. Kami tidak mungkin menerima seorang yang justru akan membunuh pasien.” Ha-ni benar-benar kecewa mendengar hal itu.
Ha-ni memberi tahu keluarga di rumah bahwa dia tidak lolos ujian bahkan dia dibilang tidak pantas masuk jurusan itu karena bisa membuat pasien meninggal. Tentu semua anggota keluarga sedih menengar hal itu. Eun-jo berkomentar, “Bukankah sudah ku bilang bahwa itu tidak cocok untuknya?” Ibu Seung-jo langsung memarahi Eun-jo. Ayah Ha-ni bertanya, “Ha-ni lalu apa yang akan kaulakukan sekarang?” Ha-ni berkata, “Aku terlalu mengambil keputusan dengan mudah. Ah aku akan memikirkan jurusan apa yang akan aku ambil selanjutnya maka aku akan permisi pergi ke kamar duluan.”
Ha-ni pergi ke kamarnya dan Ibu Seung-jo berkata, “Ha-ni pasti sangat kecewa.” Ayah Seung-jo juga berkomentar, “Dia memiliki nasib yang buruk karena bertemu dengan wanita yang mewawancarainya itu.” Seung-jo juga merasa kasihan pada Ha-ni.
Seung-jo masuk ke kamar dan berkata, “Hmm apa yang harus aku lakukan? Aku pikir tidak akan ada kencan.” Ha Ni berkata, “Huh ya tidak ada yang bisa kita lakukan.” Seung Jo berkomentar, “Bagaimana ini? Aku sungguh ingin pergi kencan dengan Oh Ha Ni. Baiklah aku tidak bisa membatalkan ini karena janji adalah janji. Tapi aku pikir makan malam saja tidak cukup.” Ha Ni tersenyum dan bertanya, “Benarkah?” Seung Jo tersenyum dan menganggukan kepalanya.
Jun-gu sedang membuat makanan di Restoran Ayah Ha-ni. Ayah Ha-ni berkata, “Apa yang kau lakukan disini? Laki-laki seusiamu seharusnya pergi bermain pada malam natal ini.” Jun-gu bertanya, “Apa yang harus aku lakukan pada malam natal ini?” Ayah Ha-ni menjawab, “Ah ya. Christine akan pergi hari ini. Bukankah dia bilang akan pergi pada malam natal? Katanya dia akan pergi dengan pesawat pukul 7 malam ini.” Jun-gu tetap terdiam dan Ayah Ha-ni berkata, “Ah seharusnya dia sekarang ini sedang ada di bandara.” Jun-gu pun mulai memikirkan kata-kata Ayah Ha-ni.
Ha-ni memilih baju dan tas untuk makan malam hari ini bersama Seung-jo. Dia melihat jamnya dan terkejut karena dia sudah terlambat sehingga dia terburu-buru kelur kamar dan pergi.
Ha-ni pergi menggunakan taxi dan lalu lintas sedang sangat macet. Ha-ni meminta supir taksi untuk lebih cepat namun supir itu bilang bahwa dia tidak bisa melakukan hal itu karena lalu lintas sedang macet. Ada motor yang melintas dan tertabrak oleh mobil. Ha-ni sangat kaget melihat hal itu.
Si korban adalah seorang wanita dan dia terjatuh dari motornya dan pingsan. Ha-ni menghampirinya untuk memberikan bantuan namun dia ingat kata-kata wanita pewawancara yang bilang bahwa dia ini dapat membunuh pasien. Ha-ni jadi takut menolong dan menghindar namun dia melihat korban itu dan benar-benar kasihan. Ha-ni mengingat kata-kata Seung-jo yang bilang bahwa dalam waktu 5 menit jika korban di diamkan saja maka akan terjadi pendarahan otak dan jika di biarkan 10 menit maka akan meninggal.
Ha-ni pun meminta orang-orang untuk menyingkir karena dia ingin menolong korban itu. Ha-ni memberikan bantuan nafas buatan dan terus berusaha menekan dada korban itu. Ha-ni meminta agar orang-orang segera memanggil ambulan namun orang-orang itu justru kebingungan, akhirnya Ha-ni menunjuk satu orang dan meminta segera di panggilkan ambulan. Ha-ni terus berusaha memberikan pertolongan dan akhirnya korban itu sadar. Ha-ni merasa sangat lega karena hal itu.
Jun-gu berlari masuk ke dalam bandara. Jun-gu ingin masuk ke ruangan check-in namun petugas bandara menahannya karena dia tidak memiliki tiket untuk masuk kedalam. Jun-gu meminta waktu 1 menit saja namun petugas tetap tidak memperbolehkannya.
Jun-gu pun duduk di kursi dan berkata, “Apa yang kau lakukan disini Bong Jun-gu? Kenapa kau ada disini? Apa kau gila?”. Ternyata Christine belum pergi, dia duduk di belakang Jun-gu dan sangat senang saat melihat Jun-gu, “Wow Mr Bong. Aku benar ternyata kau datang. Kau datang kemari untuk mendapatkanku kembali dan memintaku agar tidak pergi kan?” Jun-gu gengsi dan berkata, “Aku datang bukan untuk menghentikanmu tapi untuk mengantarmu. Aku datang terlambat karena macet. Kenapa kau ada di sini dan bukannya di dalam? Apa ada salah jadwal?” Christine tersenyum dan berkata, “Aku sudah masuk kedalam tapi aku keluar kembali. Jika aku masuk kedalam, perasaanku akan sangat sakit.”
Ayah Ha-ni sedang berada di Restoran sendirian dan dia berkata, “Malam ini hanya ada aku disini. Ha-ni pergi menemui suaminya. Jun-gu sepertinya pergi ke bandara.” Ayah Ha-ni menatap patung cetakan tangannya dan Ibu Ha-ni lalu dia berkata, “Selamat Natal.”
Ha-ni pergi ke Rumah Sakit untuk mengantar korban tadi. dokter menghampiri Ha-ni dan berkata, “Kau melakukan pertolongan dengan baik. Apa kau belajar dalam jurusan perawat?” Ha-ni menjawab, “Aku… tidak. Hanya…” Dokter menepuk pundak Ha-ni dan berkata, “Jika kau tidak melakukannya maka sesuatu yang besar akan terjadi.” Ha-ni tersenyum mendengar komentar baik itu. Ha-ni melihat jamnya dan teringat janji makan malamnya dengan Seung-jo.
Ha-ni pergi ke Restoran tempat janjian dengan Seung-jo dan ternyata di Restoran itu sudah sepi. Seorang pelayan berkata, “Nyonya maaf tapi restoran kami sudah tutup.” Ha-ni sedih dan berjalan keluar dan ternyata dia melihat Seung-jo masih menunggunya.
Ha-ni berkata, “Ada kecelakaan di jalan.” Seung-jo berkomentar, “Kau seharusnya segera mengirimkan pesan. Aku sangat khawatir. Kau baik-baik saja? Apa terjadi masalah besar?” Ha-ni langsung berlari memeluk Seung-jo dan berkata, “Aku pikir kau sudah pergi.”
Mereka pulang bersama dan Ha-ni berkata, “Aku lapar. Setidaknya ayo pergi ke Restoran Hamburger. Ah sudahlah sebaiknya kita pulang saja. Ternyata sulit untuk melakukan satu kali kencan itu.” Seung-jo hanya tersenyum mendengar ucapan Ha-ni.
Mereka pulang bersama dan Ha-ni berkata, “Aku lapar. Setidaknya ayo pergi ke Restoran Hamburger. Ah sudahlah sebaiknya kita pulang saja. Ternyata sulit untuk melakukan satu kali kencan itu.” Seung-jo hanya tersenyum mendengar ucapan Ha-ni.
Jun-gu duduk bersama Christine di bandara. Jun-gu berkata, “Walaupun aku sudah memberi tahumu sebelumnya tapi ya Ha-ni selalu berada dihatiku. Jika bukan karena Ha-ni maka kau tidak akan datang kemari. Ini adalah kesetiaan, persahabatan atau cinta… Apapun mengenai itu Ha-ni sudah terpaku di hatiku. Kamu mengerti? Hmm jadi karena itu aku tidak akan bisa melupakannya. Apa kau menerimanya?” Christine kesal dan berkata, “Aku tidak bisa menerimanya! Bagaimana mungkin aku bisa menerima itu?” Jun-gu berkata, “Baiklah kalau begitu aku akan pergi.”
Christine mencegahnya dan berkata, “Baiklah aku juga dapat terpaku di hatimu. Jika Ha-ni hanya seorang siput maka aku akan menjadi 10, 20, 100 siput. Aku akan terpaku di hatimu!” Jun-gu kebingungan dan berkata, “Apa kau mencoba membunuhku hah? Jika kau memaku-ku maka aku akan mati. Walaupun hanya 1 paku itu akan sakit.” Christine lalu berkata, “Kalau begitu ah bunga! Ya aku akan melindunginya dengan bunga karna aku tidak suka Mr.Bong bersedih.” Jun-gu tertawa dan berkata, “Bocah ini… Berhentilah dengan perumpamaan itu.Aku membuat kimchi mentimun, kenapa kau tidak datang dan mencobanya? Ayo pergi.”
Christine merangkul tangan Jun-gu dan Jun-gu berkata, “Hey apa-apaan kau ini? Banyak orang yang melihatnya.” Christine mencium pipi Jun-gu dan langsung pergi. Jun-gu pun langsung mengejarnya.
Seung-jo mengendarai mobilnya dan berhenti di sebuah taman. Ha-ni berkata, “Bukankah pada malam hari mobil tidak boleh kemari?” Seung-jo berkata “Hmm mungkin saja.” Ha-ni berkata, “Bagaimana jika kita ketahuan?” Seung-jo berkata, “Jangan sampai ketahuan. Bukankah menyenangkan sekali-kali melanggar aturan itu?”
Ha-ni tersenyum dan bertanya, “Baek Seung-jo ada apa denganmu? Aku tidak memiliki ide apapun. Kau sangat keren.” Seung-jo berkata, “Apa kau baru menyadari bahwa aku ini memang sungguh mempesona. Kau dalam masaah besar sekarang karena jatuh dalam pesona Baek Seung-jo.” Ha-ni tertawa mendengar ucapan itu.
He-ra sedang berjalan-jalan dan dia masuk kedalam restaurant Hamburger karena teringat akan Kyung-su dahulu. Kyung-su menelpon He-ra dan berkata, “He-ra sedang apa kau?” He-ra tersenyum dan berbohong, “Hmm aku sedang bersama teman-temanku. Apa kau makan dengan baik di tempat wajib militer? Ah apa maksudmu kalau aku sedang memikirkanmu? Ah baiklah sedikit demi sedikit…” He-ra terus menelpon Kyung-su dan tersenyum ceria.
Ibu Seung-jo, Ayah Seung-jo dan Eun-jo melewatkan malam natal bersama di rumah dan Eun-jo sudah tertidur terlebih dahulu. Ibu Seung-jo berkomentar, “Aku pikir natal tahun ini kau akan sibuk.” Ayah Seung-jo berkata, “Bagaimanapun aku ingin melewatkan natal denganmu. Tumben sekali Eun-jo tidak ada acara. Ah selamat natal.”
Seung-jo lalu berkata, “Sekarang kau menjadi senior. Aku bahkan belum mendapatkan pasienku sementara kau sudah menyelamatkan seseorang dan membunuh sebuah boneka.” Ha-ni berkomentar, “Hmm sebenarnya ini berbeda dari saat percobaan dengan boneka. Aku tidak merasa takut dan yang aku pikirkan hanya menolongnya. Aku bahkan lupa dengan janji denganmu. Aku ingin menjadi suster karenamu dan ternyata ini lebih hebat dari yang aku pikirkan. Aku pikir aku akan mencoba mendaftarnya kembali.” Seung-jo tersenyum dan berkata, “Aku akan membantumu.”
Ha-ni berkata, “Ah natal ini menyenangkan.”Seung-jo berkomentar, “Setahun penuh akan terasa natal jika bersamamu. Selamat natal.” Ha-ni tersenyum dan balas berkata, “Ya selamat natal.”
Ha-ni tiba-tiba memeluk Seung-jo dan menciumnya. Seung-o berkata, “Hey bagaimana jika ada yang melihatnya? Seharusnya pria yang melakukan ini duluan hey! Kenapa kau melakukan ini dengan cepat hah?” Ha-ni tidak mendengarkan protes dari Seung-jo dan terus menciumnya.
Restoran Jun-gu sangat laris dan kini Joon Gu bersama Christine mengelola Restaurant itu bersama. dan ya Jun-gu terlihat senang saat melihat Christine yang membantunya di Restoran.
Min-ah mengadakan launching komiknya dan memberikan tanda tangan pada penggemarnya. Min-ah bertanya, “Ah aku akan menandatangani buku ini atas nama siapa?” Seorang laki-laki menjawab, “Lee Jin-ki.” Min-ah menatap laki-laki itu dan tersenyum. Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan Min-ah malu-malu menjabat tangan laki-laki itu.
Eun-jo berjalan kaki untuk pulang dan ada seorang perempuan yang memberikan surat cinta untuk Eun-jo. Eun-jo tidak mempedulikan surat cinta itu dan langsung pergi. (Astaga...Baek Seung-jo junior....ckckckck..)
Sementara itu Ibu Seung-jo, Ayah Seung-jo dan Ayah Ha-ni berlibur bersama-sama.
He-ra datang ke kamp wajib militer dan membawa banyak makanan. Tentara penjaga bertanya, “Apa ini?’ He-ra menjawab, “Ini untuk tentara Kyung-su.” Tentara penjaga mempersilahkan He-ra masuk dan He-ra pun langsung melambaikan tangan pada para tentara yang terpesona padanya.
Seung-jo dan Ha-ni masih di dalam mobil dan berciuman. Tiba-tiba Seung-jo berkata, “Aku mencintaimu…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar