Directed by Bae Hyeong-jun
Produced by An Yeong-jun, Han Ji-seung
Written by Park Yeon-seon
Music by Cho Young-wook
Cinematography Yoon Hong-sik
Editing by Ko Im-pyo
Studio Seasun Film
Distributed by Cinema Service
Release date(s) 20 February 2004
Running time 115 min.
Country South Korea
Language Korean
Admissions 1,204,000
Cast :
§ Kim Ha-neul ... Ju Yeong-ju
§ Kang Dong-won ... Choi Hee-cheol
§ Song Jae-ho ... Ayah Hee-cheol
§ Kim Ji-yeong ... Nenek Hee-cheol
§ Lee Yeong-eun ... Su-mi (adik Hee-cheol)
§ Im Ha-ryong ... Paman Hee-cheol (Polisi)
§ Nam Su-jeong….Bibi Hee-cheol
§ Ku Hye-ryeong…Bibi Hee-cheol
§ Ryu Tae-ho…Paman Hee-cheol (sopir taksi)
§ Jin-kyeong….Kakak Yeong-ju
§ Lee Cheon-hee ... Yeong-deok
§ Nam Sang-mi ... Jae-eun
§ Myeong Ji-yeon ...teman 1 sel Yeong-ju
SINOPSIS
Di sebuah Penjara Wanita, Para Tahanan sedang bersantai. Tapi begitu sipir penjara datang, mereka berpura-pura bekerja. Sipir penjara senang dengan Yeong-ju yang begitu rajin bekerja. Yeong-ju juga senang membuat ukiran dari kayu. Dia membuat ukiran berbentuk angsa.
Tahanan 1719, Ju Yeong-ju, dipanggil menghadap kepala sipir penjara. Ia diajukan untuk menerima keputusan bebas bersyarat.
Hakim : “Tahanan 1719, Ju Yeong-ju, yang dihukum karna kasus penipuan. Kepala sipir mengatakan kau berkelakuan baik. Kau juga sudah bekerja keras di program rehabilitasi. Apakah kau pernah dengar tentang bebas bersyarat?”
Yeong-ju : “ Aku membuat ukiran kayu di tempat rehabilitasi. Aku membuat ukiran angsa untuk hadiah pernikahan kakakku. Bukankah angsa itu sama saja hadiah dari orangtua? Bukankah itu berarti harapan keberuntungan? Aku harus melakukan ini untuk kakakku. Dia itu separuh seperti ayahku yang sudah meninggal. Dan separuh lagi seperti ibuku yang seorang pekerja keras Kakakku adalah ayah, sekaligus ibu bagiku. Saat aku berpikir tentang kakakku, yang mengorbankan sekolahnya untuk bekerja, untuk membiayai uang kuliahku, aku ingin melakukan semua yang kubisa untuknya Maafkan aku”.
Karna aktingnya yang luar biasa, Yeong-ju berhasil mengambil hati semua anggota sidang hingga akhirnya “Bebas bersyarat di setujui”.
Yeong-ju kembali ke ruang tahanan dan sedang mengamati teman-temannya yang sedang belajar untuk mengekspresikan wajah sedih dan memelas agar mereka juga bisa dibebaskan bersyarat seperti Yeong-ju. Tapi yang ada, ekspresi mereka bener-bener konyol ! Yeong-ju bilang pada mereka, akting itu bakat alami. Kalau tak punya bakat ya takkan pernah bisa.
Petugas penjara datang menjemput Ju Yeong-ju yang akan di bebaskan. Sebelum keluar dia berkata pada teman-temannya, “Berbohong itu bakat alami. Jangan pernah mencobanya kalau kalian tak punya bakat itu. Tunggu sajalah di dalam sini”. Salah seorang temannya mengatakan pada Yeong-ju untuk menunggunya di luar, karna begitu bebas dia ingin bertemu dengan Yeong-ju.
Yeong-ju tengah menikmati kebebasannya dari penjara. Kemudian dia berusaha menelpon kakaknya sambil membelai angsa hasil karyanya di pusat rehabilitasi penjara. “Hallo, disini Yeong-oak” sapa suara seorang laki-laki dari seberang sana . Kemudian Yeong-ju memperkenalkan dirinya, begitu mendengar nama Yeong-ju, wanita yang bersama Yeong-oak langsung mengambil Hp tunangannya itu, kemudian keluar dari toko tempatnya mencoba baju pengantin.
“Hallo?” sapa wanita yang sedang mencoba baju pengantinnya yang ternyata adalah kakak Yeong-ju. “Tada! Ini aku, kak., Yeong-ju!” kata Yeong-ju. Kakaknya kaget karna Yeong-ju yang dia tahu saat ini ada di dalam penjara. “Yeong-ju, apa yang terjadi?” Tanya kakaknya. “Apa maksudmu? Aku sudah keluar. Hei, sepertinya kau tak senang” kata Yeong-ju. “Bukan Bukan seperti itu…” kakak Yeong-ju mencoba menjelaskan.
“Siapa tadi yang mengangkat telepon? Calon suamimu?” Tanya Yeong-ju. “Ya” jawab kakaknya singkat. “Omong-omong bagaimana persiapannya? Aku satu-satunya yang akan memegangi bagian belakang gaun pengantinmu kan ? Kau takkan bisa memeganginya sendiri kan ? Aku akan segera menuju Pusan sekarang. Akan kusingkirkan semua calon yang ingin memegangi bagian belakang gaun pengantinmu. Tunggu saja” Tanya Yeong-ju. “ Sekarang?” Kata kakak Yeong-ju kaget. “Kenapa kau terlihat begitu terkejut?” tanya Yeong-ju. “Apa sudah ada yang akan memegangi bagian belakang gaun pengantinmu?” tanya Yeong-ju kemudian.
“Sebenarnya sih..belum. Yeong-ju, semua iparku ada disini sekarang. Jadi semuanya lancar-lancar saja. Kenapa kau tak istirahat saja dulu? Atau mungkin pergi berwisata. Hari pernikahannya masih lama. Kupikir ini akan berat untukmu” kata kakak Yeong-ju.
Yeong-ju tahu maksud kakaknya, kakaknya pasti malu karna punya adik seperti Yeong-ju yang pernah masuk penjara. “Ya, Aku tahu bagaimana perasaanmu. Ini bukan karna kau malu memiliki adik seperti aku kan ? Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi. ” kata Yeong-ju. “Yeong-ju, kupikir kau sudah salah paham” jelas kakaknya.
“Bagaimana mungkin terjadi salah paham diantara kita? Oh ya, katakan pada mereka aku sedang belajar di luar negeri. Katakan aku ada di Amerika Serikat, di Jepang atau di Asia Selatan. Dengan begitu kau bisa menyelamatkan mukamu, kan ?” kata Yeong-ju kesal. “Yeong-ju!” panggil kakaknya. “Aku akan pergi sekarang. Jadi aktifkan terus ponselmu. Jika kau matikan, aku akan mencari jalan untuk menemukanmu” ancam Yeong-ju sambil membanting telpo umum yang dipakainya.
Keluar dari box telpon umum, Yeong-ju melihat baju yang dipajang kemudian membelinya. Yeong-ju naik kereta api, sambil memandangi foto dirinya dan kakaknya. Tapi sayang perjalanannya tak menyenangkan. Ia sebangku dengan anak-anak yang usil, kemudian berganti dengan tiga orang tentara yang menyebalkan yang membuatnya tak bisa tidur, lalu kemudian seorang kakek yang seenaknya saja meletakkan kakinya yang bau di sebelah Yeong-ju hingga membuat Yeong-ju jadi tak nyaman.
Di stasiun berikutnya, penumpang di depannya sudah ganti lagi dengan seorang pemuda yang sedang mengamati sebuah cincin. Pemuda itu tak sadar kalau ada seseorang sedang mengamati cincinnya. Pemuda itu asyik memperhatikan cincin-nya lalu kemudian kereta yang bergerak meninggalkan stasiun membuat cincin pemuda itu jatuh di bawah kursi Yeong-ju.
Pemuda itu berusaha mengambil cincinnya dengan susah payah agar Yeong-ju tak terbangun. Tapi karna tiba-tiba kereta terhentak dengan keras, pemuda itu pun jadi membangunkan Yeong-ju yang tertidur dan menyangkanya ingin berbuat macam-macam hingga Yeong-ju yang kesal pun memukulinya berkali-kali.
Pemuda itu berusaha menjelaskannya pada Yeong-ju. “ Kau lihat. Tapi bagaimanapun juga yang aku lakukan memang tak ber-etika. Tapi kumohon mengertilah. Aku tak seperti anggapanmu. Namaku CHOl Hee-chul. Aku seorang apoteker. Di Yongkang aku sangat terkenal dan punya banyak pelanggan. Aku tahu kita takkan bertemu lagi. Tapi aku tak ingin di anggap buruk oleh seseorang. Aku bukan orang rendahan. Ini cincin ibuku. Aku sedang dalam perjalanan untuk melamar seseorang. Jika cincin yang sangat penting ini hilang disini…..” Hee-chul tak bisa melanjutkan kata-katanya karna tiba-tiba hidungnya berdarah. Mungkin karna tadi dipukuli Yeong-ju.
Hee-chul bangkit dari tempat duduknya. Laki-laki yang daritadi mengawasi-nya menabraknya. Hee-chul tak sadar dengan apa yang terjadi. Tapi Yeong-ju tahu kalau laki-laki tadi menabrak Hee-chul untuk mengambil cincin yang dikantongi Hee-chul. Laki-laki itu turun karna kereta api berhenti di stasiun.
Awalnya Yeong-ju tak peduli karna ia masih kesal dengan Hee-chul. Tapi kemudian ia ingat pesan kepala sipir penjara untuk tidak terlibat dengan tindak kriminal lagi. Dia takut dituduh mencuri cincin Hee-chul karna dia yang berada disamping Hee-chul saat di kereta. Akhirnya Yeong-ju pun turun dari kereta mengejar laki-laki yang mengambil cincin Hee-chul.
Dengan gayanya yang kocak Yeong-ju berhasil mengambil kembali cincin Hee-chul. Yeong-ju menutupi wajah laki-laki itu dengan tangan kanannya dan main tebak-tebakkan siapa dirinya, sementara tangan kirinya mencari cincin Hee-chul di baju lelaki itu. Laki-laki itu marah besar, dan Yeong-ju hanya minta maaf karna dia salah mengenali orang. Hampir saja laki-laki itu memukulnya kalau saja tak ada polisi yang melintas di situ.
Tak lama kemudian, terdengar suara kereta. Yeong-ju mengejar kereta itu karna tas nya masih tertinggal di dalam kereta bersama hadiah ukiran angsa yang dipersiapkannya untuk hadiah pernikahan kakaknya. Tapi sayang usahanya sia-sia karna Hee-chul tak mengerti maksud Yeong-ju.
Yeong-ju melaporkan tas-nya yang hilang di Pusat Barang Hilang sambil mengamati cincin Hee-chul yang indah. Karna tak ingin disangka mencuri cincin itu, Yeong-ju pun mamakai cincin itu. Tapi sayangnya tak ada hasil. Ia pun pergi ke Yongkang, daerah asal Hee-cul. Siapa tahu dia bisa bertemu dengan Hee-chul di Yongkang dan mendapatkan kembali tas beserta ukiran angsanya.
Yeong-ju kebingungan hendak mencari Hee-chul dimana. Kemudian ia tiba di sebuah salon. Yeong-ju bertanya pada keempat wanita yang ada di salon itu. Tapi mereka malah asyik bercerita sendiri.
“CHOl Hee-chul? Hee-chul? Apakah dia yang bekerja di apotek Yongkang?” kata salah seorang dari mereka. “Maksudmu putra kepala desa? Kalau dia anak kepala desa, dia pasti teman anakmu kan ?” jawab salah seorang dari mereka. “Tentu saja. Dia salah satu teman Yeong-deuk” timpal yang lainnya. “Hee-chul selalu rangking pertama, sedangkan Yeong-deuk rangking terakhir” sambut yang satunya lagi.
“ Kau mulai bicara ngawur lagi” ibu Yeong-deuk tak terima. “Apa yang kukatakan salah?. Anakmu membuat dahi Hee-chul robek. Dan neneknya jadi marah besar” yang lain tak mau kalah. “Itu memang benar. Neneknya sangat menyayangi Hee-chul. Anak itu sangat berharga di keluarganya karna mereka hanya di karuniai 1 orang anak. Bahkan ibunya pernah membawa celana dalamku agar bisa sepertiku yang memiliki banyak anak. ” kata salah satu dari mereka lagi.
“Apa mereka hanya punya satu orang anak?” tanya yang lainnya. “Tidak. Mereka juga punya seorang putri. Ibunya meninggal setelah melahirkan putrinya. “Ya, itu setelah aku melahirkan Man-suk” jawab ibu satunya. “Ini sudah duapuluh tahun’”kata yang satu lagi.
“Ya, sekarang aku ingat. Nenek Hee-chul berharap punya anak laki-laki lagi. Tapi setelah ibu Hee-chul meninggal, Nenek jadi pikun dan tak ingat apa-apa” kata wanita yang sedang duduk di depan cermin. ‘Ya. Nenek memang sayang sekali pada Ibu Hee-chul”cerocos yang lain. Mereka tak peduli pada Yeong-ju yang berulang kali bertanya apakah mereka kenal Hee-chul atau tidak.
Setelah Yeong-ju hendak beranjak pergi, baru mereka bilang kalau Hee-chul sekarang tak ada di apotek. Dan kalau hendak mencari Hee-chul, tinggal pergi saja ke rumah kepala desa.
Yeong-ju naik taksi menuju rumah Hee-chul. Sopir taksi itu tak henti-henti-nya memandang Yeong-chul dari kaca spion. “Aku sudah menjadi sopir taksi selama 10 tahun di kota ini. Tapi aku tak pernah melihat seorang gadis cantik sepertimu. Kau pasti seorang aktris. Kulit yang bagus, kaki yang indah” kata sopir taksi itu. Yeong-ju menggerutu dalam hati karna kesal.
“Jadi kemana aku harus membawamu, Tuan Puteri?” tanya sopir taksi itu. “Ke rumah kepala desa” kata Yeong-ju sinis. Sopir taksi itu agak kaget. “ Kenapa kau akan pergi ke rumah kepala desa?” tanya sopir taksi. “ Aku mungkin akan jadi menantunya” sopir taksi itu kaget hingga taksinya oleng!.
Akhirnya Yeong-ju sampai juga di rumah kepala desa. Sopir taksi itu masuk ke dalam dan meminta Yeong-ju menunggu sebentar.
Yeong-ju turun dari taksi dan mengamati sekelilingnya. “Ada yang bisa kubantu?” tanya seorang nenek yang membuat Yeong-ju kaget. “ Aku datang untuk mencari CHOl Hee-chul” jawab Yeong-ju. “Hee-chul? Kau sudah terlambat. Hee-chul meninggal setahun yang lalu. Hari ini peringatan kematiannya.
“Apa ini cerita hantu?” batin Yeong-ju seraya membayangkan bahwa semua orang yang ditemuinya itu adalah hantu. “Permisi, kau bilang kau datang mencari Hee-chul?” kata seorang wanita yang tiba-tiba datang menghampiri Yeong-ju. Wanita itu memandangi cincin yang dikenakan Yeong-ju. Yeong-ju mencoba menjelaskannya dengan terbata-bata. Tapi wanita tersebut tak begitu mempedulikan penjelasan Yeong-ju. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai bibi Hee-chul dan berkata, kakaknya (ayah Hee-chul) tidak ada di rumah. Dia ada di apotik.
Nenek yang tadi bertanya pada sopir taksi. “Ada yang bisa kubantu?” tanya nenek. “Ibu, aku adalah menantumu yang ketiga” jawab sopir taksi yang ternyata suami dari bibi Hee-chul yang tadi berbicara dengan Yeong-ju. “Sayang sekali kau terlambat. Menantu ketiga-ku sudah meninggal tahun lalu” jawab nenek itu. Bibi Hee-chul membawa ibunya ke dalam dan berkata pada Yeong-ju kalau ibunya itu sudah pikun dan meminta suaminya mengantarkan Yeong-ju ke apotik.
Yeong-ju sampai di apotik dan sedang berbicara dengan ayah Hee-chul. Sopir taksi itu masih juga memandangi Yeong-ju sampai akhirnya ayah Hee-chul mengusirnya keluar. Yeong-ju berusaha menjelaskan. Tapi kata-katanya kacau.
"Ini sulit sekali dijelaskan. anggap saja aku mengambilnya. Jadi tolong panggilkan..." kata Yeong-ju. "Mengambil? Cin-cin ini?" tanya Ayah Hee-chul. "Bukan begitu. Kurasa kau salah sangka. Sebenarnya, bukan aku yang bisa menjelaskannya" kata Yeong-ju lagi. Lalu tibs-tiba ada seorang polisi masuk. Orang itu paman Hee-chul. Yeong-ju sedikit ketakutan karnanya. Dan Ayah Hee-chul tahu itu. " Sepertinya kau takut pada polisi. Kau bawa cincin ini dan kau bicara tentang anakku. Bisakah kau menjelaskannya lebih jelas lagi? Jadi aku bisa benar-benar mengerti. " tanya Ayah Hee-chul,
"Kau benar. Tapi...yang terjadi....kau tahu...Yah, untuk mengatakan yang sebenarnya...Aku bertemu putramu disaat yang tak tepat. Ini separuhnya salahku. Tapi ini juga karna salah putramu juga" jelas Yeong-ju kemudian. "Kesalahan?" Ayah Hee-chul bingung mendengarnya. " Tidak. Maksudku, lebih singkatnya, aku hanya ingin mengembalikan cincin ini. Aku tak bisa menemukan dia. Jadi aku datang kemari" jelas Yeong-ju. "Tunggu sebentar. Sepertinya Hee-chul berbuat salah padamu. Kenapa? Dari yang kau katakan, sepertinya anakku melakukan kesalahan yang besar padamu. Benar begitu? " tanya Ayah Hee-chul belum mengerti juga. "Bukan...Bukan itu maksudku" kata Yeong-ju terbata-bata. " Sepertinya aku baru melihatmu sekarang. Siapa gadis ini?" tanya Paman Hee-chul. "Bagaimana kau bertemu putraku? Siapa kau sebenarnya nona?" tanya Ayah ee-chul.
Yeong-ju segera mengeluarkan jurus andalannya karna merasa terdesak. Dengan tampang memelas, dia mengatakan Ayah dan Paman Hee-chul kejam padanya. Yeong-ju berusaha lari untuk segera keluar dari tempat itu tapi kemudian tiba-tiba datang seorang gadis yang berkata senang bertemu dengan Yeong-ju. Karna bingung dan tak tahu harus bagaimana lagi, akhirnya Yeong-ju pura-pura pingsan sehingga ia di bawa ke rumah sakit dengan mobil polisi Paman Hee-chul oleh Ayah, Paman dan gadis tadi yang ternyata adalah adik Hee-chul bernama Su-mi.
Sampai di rumah sakit, Ayah Hee-chul tak bisa membuka pintu belakang mobil polisi itu. Ayah Hee-chul menggedor-gedor pintunya karna dia tak bisa membawa keluar Yeong-ju yang ada di belakang bersamanya, tapi tetap tak berhasil. Dengan pura-pura setengah tersadar Yeong-ju bilang pada Ayah Hee-chul kalau mobil polisi itu pintu belakangnya hanya bisa dibuka dari luar (jaga-jaga agar tahanan ga kabur...^_^ ). Dengan sedikit terkejut, Ayah Hee-chul pun berteriak karnanya.
Sementara itu, di tempat lain, Hee-chul sedang melambaikan tangan pada seorang gadis yang baru masuk ke sebuah restoran tempatnya berada.
Di rumah sakit...."Jadi Hee-chul bilang dia itu kekasihnya?" tanya salah seorang bibinya. "Aku tak tahu pasti" jawab Su-mi. "Ayolah katakan padaku. Trus siapa gadis itu?" desak bibinya lagi. " Tentu saja kekasihnya. Tak mungkin gadis itu Ayah Hee-chul kan?" kata Paman Hee-chul yang polisi. (bwahahaha.....)
Di rumah sakit...."Jadi Hee-chul bilang dia itu kekasihnya?" tanya salah seorang bibinya. "Aku tak tahu pasti" jawab Su-mi. "Ayolah katakan padaku. Trus siapa gadis itu?" desak bibinya lagi. " Tentu saja kekasihnya. Tak mungkin gadis itu Ayah Hee-chul kan?" kata Paman Hee-chul yang polisi. (bwahahaha.....)
Di restoran, ternyata Hee-chul dan teman-temannya sedang membuat pesta kejutan untuk kekasih Hee-chul, Jae-eun.
Di rumah sakit..." Aku tak tahu apa-apa. Kakak baru saja bercerita tentang kekasihnya beberapa waktu yang lalu " jelas Su-mi. " Lalu apa yang membuatmu yakin?" tanya bibinya yang tertua. " Cincin ibu. Sebenarnya kakak sudah lama merencanakannya. Kalian tahu betapa malunya dia saat bercerita. Dia bilang, dia ingin melamar kekasihnya dengan cincin ibu" jelas Su-mi. "Kau pasti bahagia sekarang,kak. Kau selalu bilang kau ingin cepat punya menantu, kan?" kata bibi Hee-chul yang suaminya polisi. "Pergi dan lihatlah keadaannya sekarang" perintah ayah Hee-chul pada Su-mi.
Sementara itu, tanpa mereka tahu, Yeong-ju mencoba kabur dari rumah sakit dengan berpura-pura menjadi salah seorang keluarga dari pasien yang hendak dipindahkan. Tapi sayang Yeong-ju tak berhasil kabur karna pintu keluarnya terkunci. Kemudian dengan langkah anggun dia mencoba keluar dari rumah sakit sekali lagi. Tapi langsung masuk ke sebuah ruangan begitu melihat bibi Hee-chul bersama suaminya yang sopir taksi. Yeong-ju bilang pada dokter kalau dia mencari pasien yang baru saja keluar dari ruangan itu. (haaaaa???) dokter bingung tapi terlihat tak terlalu memikirkan keterangan ngawur Yeong-ju.
Karna dirasa aman, Yeong-ju mencoba keluar dari ruangan itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba dokter itu bilang, kalau usia kandungan antara 1-3 bulan harus benar-benar dijaga. Dan makannya harus teratur.
Yeong-ju terkejut mendengarnya. Apalagi ternyata di belakang dokter itu berdiri paman dan bibi Hee-chul yang juga mendengar apa yang dikatakan dokter barusan. Paman dan bibi hee-chul memandang papan nama ruangan tempat Yeong-ju keluar "Dokter Kandungan". (Tambah pusing deh Yeong-ju. Kasihaaaan...).
"Apa kau bilang? Ya Tuhan. Dia mengandung? Hee-chul melakukannya pada gadis itu? Jadi, itulah kenapa dia datang kemari" kata bibi Hee-chul...." Kau benar. Dia bilang setengahnya ini salah Hee-chul. Dan dia juga bilang, setengahnya lagi itu kesalahannya. Jadi dengan kata lain, si brengsek Hee-chul.." kata paman Hee-chul yang polisi.
Sementara Hee-chul, sedang mengungkapkan rasa cintanya pada Jae-eun sampai akhirnya dia berkata dengan cincin ini.....(maksudnya hendak melamar Jae-eun dengan cincin peninggalan ibunya). Tapi sayang cincin itu tak ditemukan dikantong jas maupun celana yang dipakainya.
"Keluarga kami adalah keluarga yang istimewa. Muncul sedikit masalah saja, semua keluarga bersatu untuk membantu" kata Su-mi saat ia dan Yeong-ju membereskan kamar untuk tidur Yeong-ju. "Ya, aku tahu kalian memang berbeda" kata Yeong-ju. "Tapi keluarga lain sangat iri pada kami.Kau tahu, orang kota tak ada yang seperti kami" lanjut Su-mi. "Kurasa kau benar" jawab Yeong-ju.
Sesudah itu, tak lama kemudian, Ayah Hee-chul datang dan meminta Yeong-ju untuk menganggap rumahnya seperti rumahnya sendiri. Yeong-ju senang dan kemudian mengucapkan selamat tidur dengan memanggil ayah Hee-chul dengan sebutan "abonim" (ayah).. Di dalam kamar, Yeong-ju tersenyum menyadari dirinya yang salah sebut. Di luar kamar, Ayah Hee-chul tersenyum senang dipanggil Ayah oleh Yeong-ju.
Hee-chul sedang minum-minum di bar bersama teman-temannya. "Orang brengsek seperti aku harusnya tak hidup kan? Seseorang yang merencanakan melamar seorang gadis, tapi malah kehilangan cincinnya. Itulah aku. Kenapa harus terjadi padaku" keluh Hee-chul pada teman-temannya. Mereka malah menganggap itu peristiwa lucu. wakkkkkk......Lalu kemudian ada telpon dari Ayah Hee-chul yang marah dan meminta Hee-chul cepat pulang tanpa alasan apapun.
Di ruang tamu keluarga Hee-chul, semuanya, kecuali Nenek, Yeong-ju dan Su-mi berkumpul membicarakan Yeong-ju dan Hee-chul. Mereka memutuskan untuk menjaga Yeong-ju jangan sampai kabur karna takut kalau Yeong-ju akan menggugurkan kandungannya! (bwahaha....)
Sementara itu, Yeong-ju yang mendengar percakapan mereka, mencoba kabur dengan menggunakan tali yang ia temukan tersembunyi di pojok ruangan. Tapi belum sampai setengahnya menuruni tali itu, ia mendengar suara paman-paman dan bibi-bibi Hee-chul yang hendak pulang menuju rumah masing-masing.
Mereka berbicara tentang Hee-chul dan Yeong-ju dalam perjalanan pulang. Mereka bilang Yeong-ju itu adalah anugrah untuk keluarga mereka! (haaaa???....). Sementara Yeong-ju, setelah berusaha bertahan bergelantungan di tali, dia mencoba turun lagi setelah mereka semua pergi dari rumah Hee-chul. Tapi tak berapa lama kemudian, nenek yang membuka jendela, terinspirasi dengan tali yang dilihatnya dan kemudian ia mengisahkan tentang mitos bulan dan matahari (bisa dibaca ceritanya di blog ini @catatan lepas....^_^)
Mereka berbicara tentang Hee-chul dan Yeong-ju dalam perjalanan pulang. Mereka bilang Yeong-ju itu adalah anugrah untuk keluarga mereka! (haaaa???....). Sementara Yeong-ju, setelah berusaha bertahan bergelantungan di tali, dia mencoba turun lagi setelah mereka semua pergi dari rumah Hee-chul. Tapi tak berapa lama kemudian, nenek yang membuka jendela, terinspirasi dengan tali yang dilihatnya dan kemudian ia mengisahkan tentang mitos bulan dan matahari (bisa dibaca ceritanya di blog ini @catatan lepas....^_^)
Su-mi memanggil-manggil nama Yeong-ju. Yeong-ju dengan terengah-engah dan susah payah mencoba masuk kembali ke kamarnya. Su-mi cemas mendengar suara Yeong-ju yang terengah-engah. Takut Yeong-ju kenapa-napa. Akhirnya Yeong-ju berhasil masuk kembali ke kamar dan membukakan pintu untuk Su-mi dan bilang pada Su-mi kalau malam in begitu panas hingga Yeong-ju keringetan. Su-mi memandang Yeong-ju dengan tatapan bingung.
Sementara itu, Hee-chul berpamitan dengan Jae-eun kalau ia akan segera pulang ke rumah. Jae-eun pikir Hee-chul kembali karna ingin mencari cincin ibunya. Tapi kemudian, Hee-chul bilang kalau ia pulang karna ayahnya menyuruhnya untuk cepat pulang.
Jae-eun memuji Hee-chul yang taat pada ayahnya. Tapi Hee-chul masih merasa bersalah tentang kegagalan lamarannya semalam. Hee-chul meminta Jae-eun kapan-kapan mengunjungi Yong-kang. Tapi Jae-eun tak suka mendengarnya. Bukankah mereka berencana akan jadi dokter di Seoul? Tapi kemudian Jae-eun bilang, Ia akan pergi ke Yong-kang, tapi kapan-kapan.
Jae-eun memuji Hee-chul yang taat pada ayahnya. Tapi Hee-chul masih merasa bersalah tentang kegagalan lamarannya semalam. Hee-chul meminta Jae-eun kapan-kapan mengunjungi Yong-kang. Tapi Jae-eun tak suka mendengarnya. Bukankah mereka berencana akan jadi dokter di Seoul? Tapi kemudian Jae-eun bilang, Ia akan pergi ke Yong-kang, tapi kapan-kapan.
Di rumah Hee-chul, para tetangga (yang di temui di salon oleh Yeong-ju) sedang berkumpul bersama bibi-bibi Hee-chul. Mereka membicarakan tentang Hee-chul dan Yeong-ju tentunya. Mereka merasa Kepala Desa (Ayah Hee-chul), sangat beruntung karna keinginannya untuk cepat punya menantu terkabul juga. Mereka menertawakan Yeong-ju yang memanggil Ayah Hee-chul dengan panggilan "Ayah".
Kemudian Ayah Hee-chul bertanya pada Yeong-ju apa benar dia ingin pergi ke spa. Mulanya Yeong-ju bingung menjawabnya karna ia tak pernah meinta hal itu. Tapi kemudian Su-mi bilang kalau ini idenya. Begitu mendengar kalau tempat spa yang baru ada di dekat terminal, Yeong-ju langsung bilang ia akan ikut ke spa dengan mengajak nenek.
Kemudian Ayah Hee-chul bertanya pada Yeong-ju apa benar dia ingin pergi ke spa. Mulanya Yeong-ju bingung menjawabnya karna ia tak pernah meinta hal itu. Tapi kemudian Su-mi bilang kalau ini idenya. Begitu mendengar kalau tempat spa yang baru ada di dekat terminal, Yeong-ju langsung bilang ia akan ikut ke spa dengan mengajak nenek.
Akhirnya mereka semua bersama-sama pergi ke spa. Di spa, Yeong-ju mencoba pergi ke kamar ganti untuk siap-siap kabur. Tapi ternyata bibi Hee-chul meminta Su-mi menemani Yeong-ju agar tak tersesat. Yeong-ju pun tak jadi pergi ke kamar ganti.
Sementara itu, Hee-chul dijemput pamannya yang sopir taksi untuk di bawa ke spa menemui Yeong-ju. "Hee-chul" kata pamannya dalam perjalanan menuju spa. "Ya?" jawab Hee-chul. "Aku sangat kecewa padamu" kata paman Hee-chul kemudian. "Apa?" tanya Hee-chul bingung. "Akan kuceritakan padamu sekarang. Sebelum aku menikah dengan bibimu, aku punya banyak cewek. Tapi kau tahu kenapa aku menikahi bibimu?" tanya Paman Hee-chul. "Tidak" kata Hee-chul. "Karna dia punya bayi seperti kau sekarang, dasar bodoh" maki pamannya. "Apa bibi mengandung anakku?" kata Hee-chul yang bingung mendengar cerita pamannya.
Begitu sampai di spa, Hee-chul langsung pergi ke ruang resepsionis. Sementara itu, Yeong-ju mencoba untuk kabur dari dalam ruangan spa. Hee-chul ternyata meminta resepsionis untuk memberitahu bahwa ia sedang mencari Yeong-ju. Yeong-ju yang mendengarnya langsung buru-buru kabur sekuat tenaga untuk naik bis. Berkali-kali ia mencoba menghindar bertemu dengan orang-orang yang datang ke spa bersamanya, sampai akhirnya ia merasa senang bisa masuk ke sebuah bis. Tapi ternyata....yang dimasukinya bukan bis. Itu adalah sebuah bis yang dirubah jadi sebuah restoran! (wakkk, kasihan Yeong-ju. Dah capek-capek ternyata dapetnya.......).
Sementara di ruang spa, semua kebingungan mencari Yeong-ju yang sudah menghilang dari dalam ruangan itu.
Yeong-ju yang kecewa segera turun dari "bis" itu. Begitu turun, ia bertemu dengan Hee-chul yang langsung mengenalinya sebagai gadis dalam kereta. Yeong-ju senang karna bisa bertemu dengan Hee-chul. Itu berarti dia bisa mendapatkan kembali tasnya yang berisi hadiah untuk pernikahan kakaknya. Begitu mengetahui cerita yang selengkapnya, Hee-chul marah dan menyebut Yeong-ju sebagai pencuri cincin. Tentu saja Yeong-ju menyangkalnya dengan marah dan mengatakan kalau cincinya ada di Ayah Hee-chul. Hee-chul juga marah karna Yeong-ju membuat rencana lamarannya berantakan. Hee-chul berbicara dengan kasar dan berteriak.
Hee-chul marah-marah dan Yeong-ju tak mendengarkannya. Yeong-ju memandang ke belakang Hee-chul, dimana semua keluarga Hee-chul sedang mencari mereka berdua. "Apa kau tahu kalau kau sudah membuatku takut dengan teriakanmu itu?" kata Yeong-ju. "Trus kenapa? Apa menakutimu itu jadi penting sekarang? Setelah apa yang sudah kau lakukan padaku, aku tak peduli tlah membuatmu takut" tantang Hee-chul. Lalu tiba-tiba dari belakang, Ayah Hee-chul yang mendengar kata-kata Hee-chul tadi pun marah besar. "Dasar brengsek. Apa kau begitu bangga sudah menakuti seorang gadis? Apa itu yang ku ajarkan padamu?" hardik Ayah Hee-chul.
Hee-chul marah-marah dan Yeong-ju tak mendengarkannya. Yeong-ju memandang ke belakang Hee-chul, dimana semua keluarga Hee-chul sedang mencari mereka berdua. "Apa kau tahu kalau kau sudah membuatku takut dengan teriakanmu itu?" kata Yeong-ju. "Trus kenapa? Apa menakutimu itu jadi penting sekarang? Setelah apa yang sudah kau lakukan padaku, aku tak peduli tlah membuatmu takut" tantang Hee-chul. Lalu tiba-tiba dari belakang, Ayah Hee-chul yang mendengar kata-kata Hee-chul tadi pun marah besar. "Dasar brengsek. Apa kau begitu bangga sudah menakuti seorang gadis? Apa itu yang ku ajarkan padamu?" hardik Ayah Hee-chul.
Di rumah Hee-chul. "Aku bersumpah aku tak mengenalnya, Ayah. Aku ini anakmu. Kau tlah membesarkanku selama 20 tahun. Apa kau tak percaya aku?" jelas Hee-chul. "Lalu kenapa dia melakukan ini semua?" tanya Ayahnya. "Itu juga yang ingin ku tahu. Hei kau! Apa maksudmu melakukan semua ini?" bentak Hee-chul pada Yeong-ju. Yeong-ju pura-pura sedih dan Su-mi memeluknya, "Bagaimana dia bisa bicara jika kakak membentaknya seperti itu. Apa kau tak tahu kalau dia senang hamil!" kata Su-mi. "Ini semua benar-benar membuatku gila. Paman, Apa kau tak merasa ada sesuatu yang aneh?" tanya Hee-chul pada pamannya yang polisi. "Kurasa kita harus mencari tahu. Sepertinya ada suatu alasan yang kita semua belum tahu" jawab Pamannya.
Kemudian Yeong-ju berkata "Semua ini salahku. Seandainya saja aku tak pernah menampakkan diriku, aku takkan membuat semua kekacauan ini. Ya, seperti yang Hee-chul bilang. Aku sudah berbohong". Hee-chul semangat sekali mendengarnya,"Lihat kan. Sudah kubilang pada kalian". Tapi senyumnya hilang saat Yeong-ju bilang, "Sejujurnya, Aku bukan gadis yang sefakultas dengan Hee-chul. Tapi cintaku pada Hee-chul benar-benar jujur". Kata-kata Yeong-ju hanya membuat Hee-chul melongo. (wakkkk...kasian..kasian...)
"Sebenarnya aku tak pernah kuliah. Tapi aku dengar Hee-chul menyukai teman sekampusnya. Aku tak bisa berkata apa-apa, karna kutahu aku tak bisa bersaing dengan gadis itu. Aku hanya berharap Hee-chul bisa kembali padaku, tapi dia malah langsung memutuskanku" kata Yeong-ju. Paman Hee-chul marah pada Hee-chul. Sedangkan Hee-chul hanya bisa menatap dengan bingung. (bener-bener kasian Hee-chul...ckckck...).
"Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya ingin mengembalikan cincin ini dan tak berharap kekacauan ini terjadi. Meskipun hanya sebentar, kalian semua begitu baik padaku. Maaf sudah mengecewakan kalian" lanjut Yeong-ju. Kemudian pura-pura beranjak pergi dari tempat itu.
Kemudian Yeong-ju berkata "Semua ini salahku. Seandainya saja aku tak pernah menampakkan diriku, aku takkan membuat semua kekacauan ini. Ya, seperti yang Hee-chul bilang. Aku sudah berbohong". Hee-chul semangat sekali mendengarnya,"Lihat kan. Sudah kubilang pada kalian". Tapi senyumnya hilang saat Yeong-ju bilang, "Sejujurnya, Aku bukan gadis yang sefakultas dengan Hee-chul. Tapi cintaku pada Hee-chul benar-benar jujur". Kata-kata Yeong-ju hanya membuat Hee-chul melongo. (wakkkk...kasian..kasian...)
"Sebenarnya aku tak pernah kuliah. Tapi aku dengar Hee-chul menyukai teman sekampusnya. Aku tak bisa berkata apa-apa, karna kutahu aku tak bisa bersaing dengan gadis itu. Aku hanya berharap Hee-chul bisa kembali padaku, tapi dia malah langsung memutuskanku" kata Yeong-ju. Paman Hee-chul marah pada Hee-chul. Sedangkan Hee-chul hanya bisa menatap dengan bingung. (bener-bener kasian Hee-chul...ckckck...).
"Aku benar-benar minta maaf. Aku hanya ingin mengembalikan cincin ini dan tak berharap kekacauan ini terjadi. Meskipun hanya sebentar, kalian semua begitu baik padaku. Maaf sudah mengecewakan kalian" lanjut Yeong-ju. Kemudian pura-pura beranjak pergi dari tempat itu.
"Duduk" perintah Ayah Hee-chul pada Yeong-ju. "Tak apa-apa, Ayah" jawab Yeong-ju. "Ayah?" tanya Hee-chul keheranan karna Yeong-ju memanggil Ayahnya dengan sebutan Ayah. Ayah Hee-chul yang jengkel pada Hee-chul-pun melempar Hee-chul dengan benda yang ada di sebelahnya...(ckckckck...).
"Aku mengatakan ini bukan karna aku tak percaya padamu. Aku hanya ingin memastikan saja. Bisakah kau katakan pada kami bagaimana kau kenal dengan Hee-chul?" tanya Ayah Hee-chul kemudian. "Ya! Ide yang bagus, Ayah. Bagaimana jika tanyakan kartu identitasnya dan cari tahu siapa dia sebenarnya. Bagaimana kalau begitu, Paman" kata Hee-chul. "Apa kita sedang mengintrograsi seorang kriminal? Dasar bodoh" hardik Paman Hee-chul yang polisi.
"Hee-chul, haruskah aku melakukannya?" tanya Yeong-ju dengan tampang memelas. "Jujurlah dan katakan saja kau tak tahu apa-apa tentang aku. Bagaimana kau bisa tahu kalau kita hanya bertemu sekali saja di kereta?" tantang Hee-chul.
"Hee-chul selalu mengatakan ini seperti sebuah kebiasaan. Bahwa dia adalah anak yang sangat berharga di keluarganya" kata Yeong-ju. Semua anggota keluarga mengangguk membenarkan perkataan Yeong-ju sedangkan Hee-chul tak habis pikir bagaimana Yeong-ju bisa tahu semua itu.
"Sejak hanya bisa punya seorang anak, Ibu Hee-chul berusaha melakukan apa saja agar bisa punya anak lagi. Bahkan juga membawa celana dalam dari wanita yang punya banyak anak agar ketularan bisa punya banyak anak. Hee-chul bilang ibunya membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Nenek sangat sayang pada Ibu Hee-chul. Setelah Ibu Hee-chul meninggal karna melahirkan Su-mi, Nenek pun jadi pikun karnanya" lanjut Yeong-ju lagi.
"Sejak hanya bisa punya seorang anak, Ibu Hee-chul berusaha melakukan apa saja agar bisa punya anak lagi. Bahkan juga membawa celana dalam dari wanita yang punya banyak anak agar ketularan bisa punya banyak anak. Hee-chul bilang ibunya membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Nenek sangat sayang pada Ibu Hee-chul. Setelah Ibu Hee-chul meninggal karna melahirkan Su-mi, Nenek pun jadi pikun karnanya" lanjut Yeong-ju lagi.
"Kasihan gadis itu...kasihan...."kata nenek sambil menangis. Su-mi berusaha menghibur neneknya. "Ini tak mungkin. Ayah! Bibi....Su-mi, kau yang menceritakan semua itu padanya kan? Ini aneh sekali. Dia harus bercerita tentang aku. Katakan sesuatu tentang aku!" tantang Hee-chul lagi.
"Hee-chul seorang murid yang baik. Sejujurnya, Hee-chul sering membual. Terkadang ku pikir ia sedang membodohi aku" kata Yeong-ju kemudian. Paman Hee-chul yang sopir taksi mengangguk membenarkan. Hee-chul meneriaki pamannya yang gampang percaya pada kata-kata Yeong-ju. "Suatu hari, dia bilang bahwa ia berkelahi dengan Yeong...sesuatu...." lanjut Yeong-ju. "Yeong-duk" jawab bibi tertua Hee-chul. "Itu yang kumaksud. Menurutku itu tak terlalu penting. Dia bilang dia dipukul saat kelulusan. Yang membuatnya punya bekas luka di dahinya. Itulah kenapa nenek jadi sangat marah" tambah Yeong-ju. "Kau masih mau bilang kalau dia mengarang semua ini?" kata bibi kedua, istri paman Hee-chul yang polisi.
"Bagaimana kau bisa tahu semua ini?" kata Hee-chul pada Yeong-ju dengan pandangan bingung. "Dasar kau brengsek!" teriak Ayah Hee-chul dengan marah sambil memukuli Hee-chul. Bibi Hee-chul berusaha mencegahnya. Yeong-ju mencoba berpura-pura melindungi Hee-chul juga. Tapi kata-katanya membuat semuanya marah pada Hee-chul dan memukulinya. Yeong-ju bilang, "Hukum aku juga,Ayah! Hee-chul tak bisa membantuku menggugurkan anakku kalau kau memukulinya. Maafkan aku, Ayah"!. Sementara Yeong-ju pura-pura menangis di pelukan Su-mi. (wakkkkkkk....).
Yeong-ju masuk ke kamarnya dengan senyum penuh kemenangan, sementara Hee-chul ada di apotik mengobati lukanya. Hee-chul sekarang harus tinggal di Apotik karna kamarnya dipakai oleh Yeong-ju.
Malam hari, Yeong-ju berjalan-jalan bersama Su-mi. Su-mi minta Yeong-ju bercerita bagaimana ia berkenalan dengan kakaknya. Sekali lagi Yeong-ju mengarang cerita. Yeong-ju bilang ia tak begitu ingat saat itu musim apa. Hanya saja, pertemuan itu terjadi di sebuah Kafe. Yeong-ju sedang menikmati minumannya saat ia melihat seseoran mengambil dompet Hee-chul. Yeong-ju berusaha menjelaskan, tapi Hee-chul tak mempedulikannya. Hee-chul malah bilang, "Aku tak peduli dengan dompet kosongku itu. Terimakasih padamu karna aku bahagia bisa bertemu denganmu. Aku bekerja di apotik di Yongkang. Seorang apoteker. Namaku CHOI Hee-chul". Su-mi sangat terkesan dengan cerita Yeong-ju dan berharap ia juga punya cerita cinta seindah itu.
Malam hari, Yeong-ju berjalan-jalan bersama Su-mi. Su-mi minta Yeong-ju bercerita bagaimana ia berkenalan dengan kakaknya. Sekali lagi Yeong-ju mengarang cerita. Yeong-ju bilang ia tak begitu ingat saat itu musim apa. Hanya saja, pertemuan itu terjadi di sebuah Kafe. Yeong-ju sedang menikmati minumannya saat ia melihat seseoran mengambil dompet Hee-chul. Yeong-ju berusaha menjelaskan, tapi Hee-chul tak mempedulikannya. Hee-chul malah bilang, "Aku tak peduli dengan dompet kosongku itu. Terimakasih padamu karna aku bahagia bisa bertemu denganmu. Aku bekerja di apotik di Yongkang. Seorang apoteker. Namaku CHOI Hee-chul". Su-mi sangat terkesan dengan cerita Yeong-ju dan berharap ia juga punya cerita cinta seindah itu.
Saat Su-mi bertanya dimana Yeong-ju bekerja, dengan setengah bingung Yeong-ju menjawab kalau ia bekerja di sebuah organisasi pemerintah dan sekarang ia sedang ambil cuti...(bener-bener ahli banget Yeong-ju ne...ckckck...).
Hee-chul sedang mengobati luka di punggungnya akibat pukulan Ayah dan paman-pamannya. Yeong-ju masuk ke dalam dan Hee-chul terkejut sampai jatuh dari kursinya. Yeong-ju tertawa sinis melihatnya.
"Jadi kau datang sendiri kesini. Sekarang aku tak perlu memanjat lewat jendela untuk bicara denganmu" kata Hee-chul. "Kau kan dengar sendiri apa yang Ayah bilang, kalau kau tak boleh menginjakkan kaki di rumah lagi" kata Yeong-ju. "Kenapa Ayahku sekarang jadi Ayahmu? Siapa yang bilang begitu" ucap Hee-chul marah. "Dari yang kutahu, Beliau bukan Ayahmu lagi mulai sekarang" jawab Yeong-ju dengan enteng. "Sekarang kita hanya berdua. Kenapa kau tak jujur saja. Apa yang kau inginkan?" kata Hee-chul. "Tasku" jawab Yeong-ju singkat. "Tas-mu?" tanya Hee-chul bingung. "Aku tak bisa pergi sebelum aku menemukannya. Kau ingat tas ku kan?" kata Yeong-ju. "Tas apa? Apa kau menitipkannya padaku?" Hee-chul tak terima. "Bagaimana kau bisa bilang kau tak tahu apa-apa? Aku meninggalkan tas itu di depanmu saat aku mengejar orang yang mencuri cincinmu. Apa kau tak ingat itu?" kata Yeong-ju. "Oh, cincin. Aku tidak tahu betapa berharganya tas jelek seperti itu" kata Hee-chul meremehkan. "Mana tas jelek itu" tanya Yeong-ju dengan marah. "Aku bisa membelikanmu tas yang baru. Selesai kan masalahmu. Tapi bagaimana caramu membayar untuk semua yang tlah kau lakukan hari ini padaku?" tuntut Hee-chul.
"Jadi kau tak tahu dimana tas jelek itu sekarang. Kau bahkan tak tahu apa isi tas itu kan? Mana tas jelek itu!" teriak Yeong-ju dengan nada marah yang tertahan. Hee-chul tak bisa menjawabnya. " Baiklah. Aku akan menunggu disini sampai kau menemukan tas-ku. Lagipula aku tak punya tempat untuk dituju saat ini" lanjut Yeong-ju. "Beraninya kau. Apa kau mengancamku? Aku tak sabar menunggu apa yang ingin kau lakukan!" tantang Hee-chul. "Dasar kau brengsek!" maki Yeong-ju sambil menampar Hee-chul.
"Jadi kau datang sendiri kesini. Sekarang aku tak perlu memanjat lewat jendela untuk bicara denganmu" kata Hee-chul. "Kau kan dengar sendiri apa yang Ayah bilang, kalau kau tak boleh menginjakkan kaki di rumah lagi" kata Yeong-ju. "Kenapa Ayahku sekarang jadi Ayahmu? Siapa yang bilang begitu" ucap Hee-chul marah. "Dari yang kutahu, Beliau bukan Ayahmu lagi mulai sekarang" jawab Yeong-ju dengan enteng. "Sekarang kita hanya berdua. Kenapa kau tak jujur saja. Apa yang kau inginkan?" kata Hee-chul. "Tasku" jawab Yeong-ju singkat. "Tas-mu?" tanya Hee-chul bingung. "Aku tak bisa pergi sebelum aku menemukannya. Kau ingat tas ku kan?" kata Yeong-ju. "Tas apa? Apa kau menitipkannya padaku?" Hee-chul tak terima. "Bagaimana kau bisa bilang kau tak tahu apa-apa? Aku meninggalkan tas itu di depanmu saat aku mengejar orang yang mencuri cincinmu. Apa kau tak ingat itu?" kata Yeong-ju. "Oh, cincin. Aku tidak tahu betapa berharganya tas jelek seperti itu" kata Hee-chul meremehkan. "Mana tas jelek itu" tanya Yeong-ju dengan marah. "Aku bisa membelikanmu tas yang baru. Selesai kan masalahmu. Tapi bagaimana caramu membayar untuk semua yang tlah kau lakukan hari ini padaku?" tuntut Hee-chul.
"Jadi kau tak tahu dimana tas jelek itu sekarang. Kau bahkan tak tahu apa isi tas itu kan? Mana tas jelek itu!" teriak Yeong-ju dengan nada marah yang tertahan. Hee-chul tak bisa menjawabnya. " Baiklah. Aku akan menunggu disini sampai kau menemukan tas-ku. Lagipula aku tak punya tempat untuk dituju saat ini" lanjut Yeong-ju. "Beraninya kau. Apa kau mengancamku? Aku tak sabar menunggu apa yang ingin kau lakukan!" tantang Hee-chul. "Dasar kau brengsek!" maki Yeong-ju sambil menampar Hee-chul.
Su-mi tiba-tiba masuk, ia mendengar suara tamparan dan melihat Yeong-ju yang pura-pura memegang pipinya. Jadi ia pikir kakaknya menampar Yeong-ju. "Dasar kau brengsek. Teganya kau memukul seorang wanita. Kakak, kau benar-benar brengsek. Mati saja kau!" kata Su-mi dengan marah sambil memukuli Hee-chul.
Detak bunyi jam dinding menunjukkan pukul tiga pagi saat Yeong-ju sekali lagi mencoba keluar dari rumah. Dengan pelan-pelan ia membuka pintu. Kemudian mengambil sandalnya. Saat ia memegang sandalnya tiba-tiba ada yang memegang tangannya hingga membuat Yeong-ju terjatuh ke lantai karna kaget dan menutupi mulutnya yang hampir saja berteriak. Nenek tersenyum pada Yeong-ju dan bilang kalau dia lapar. (hahahahaha....).
Di dapur, Yeong-ju menyuapi nenek dengan telaten. Bibi tertua yang mengintip mereka tersenyum bahagia melihatnya. "Tinggal yang lama disini ya" kata nenek pada Yeong-ju. "Ya, nenek" jawab Yeong-ju sambil tersenyum dan terus menyuapi nenek.
Di dapur, Yeong-ju menyuapi nenek dengan telaten. Bibi tertua yang mengintip mereka tersenyum bahagia melihatnya. "Tinggal yang lama disini ya" kata nenek pada Yeong-ju. "Ya, nenek" jawab Yeong-ju sambil tersenyum dan terus menyuapi nenek.
"Selamat pagi" sapa seorang polisi yang hendak berangkat kerja pada dua orang nenek yang sedang jalan pagi. Polisi itu adalah Yeong-duk, sahabat Hee-chul. "Kau hendak berangkat kerja ya?" tanya nenek-nenek itu. "Ya" jawab Yeong-duk. "Apa persiapan kontesnya berjalan baik?" tanya mereka lagi. "Ya, semuanya lancar" jawab Yeong-duk. "Berusahalah untuk menang untuk kita semua bagaimanapun caranya, oke?" kata nenek-nenek lagi. "Ya. jangan khawatir. Semoga hari kalian menyenangkan" jawab Yeong-du sambil beranjak pergi dari tempat itu.
Kedua nenek itu sampai di depan apotik Hee-chul. Tapi saat Hee-chul menyapa mereka, mereka tak peduli dan pergi begitu saja dengan tatapan benci pada Hee-chul.
"Aku bermain dengan banyak gadis saat aku masih muda. Tapi aku tak pernah meninggalkan istriku! Tak seorang pria-pun yang hidup nyaman setelah meninggalkan istrinya" maki seorang pasien pria pada Hee-chul saat Hee-chul sedang memeriksa tensinya. "Setidaknya, lakukanlah sesuatu utnuk ayahmu. Jika kau terus saja seperti ini, kau akan..Aduh ini sakit!" kata seorang pasien wanita lansia yang menjerit kesakitan karna Hee-chul mengobatinya dengan kasar. "Tutupi perutmu saat tidur. Jadilah anak yang baik. Janji ya" kata Hee-chul pada seorang pasien anak-anak yang datang bersama ibunya.
"Petir akan menyambarmu. Benar kan, Bu? Membuat wanita menangis akan membuatmu tersambar petir" kata pasien anak laki-laki itu sambil melirik ke arah ibunya yang segera menyeretnya pergi dari apotik Hee-chul. Hee-chul hanya bisa tersenyum jengkel mendengarnya.
Kedua nenek itu sampai di depan apotik Hee-chul. Tapi saat Hee-chul menyapa mereka, mereka tak peduli dan pergi begitu saja dengan tatapan benci pada Hee-chul.
"Aku bermain dengan banyak gadis saat aku masih muda. Tapi aku tak pernah meninggalkan istriku! Tak seorang pria-pun yang hidup nyaman setelah meninggalkan istrinya" maki seorang pasien pria pada Hee-chul saat Hee-chul sedang memeriksa tensinya. "Setidaknya, lakukanlah sesuatu utnuk ayahmu. Jika kau terus saja seperti ini, kau akan..Aduh ini sakit!" kata seorang pasien wanita lansia yang menjerit kesakitan karna Hee-chul mengobatinya dengan kasar. "Tutupi perutmu saat tidur. Jadilah anak yang baik. Janji ya" kata Hee-chul pada seorang pasien anak-anak yang datang bersama ibunya.
"Petir akan menyambarmu. Benar kan, Bu? Membuat wanita menangis akan membuatmu tersambar petir" kata pasien anak laki-laki itu sambil melirik ke arah ibunya yang segera menyeretnya pergi dari apotik Hee-chul. Hee-chul hanya bisa tersenyum jengkel mendengarnya.
Sementara itu, Su-mi membawa Yeong-ju jalan-jalan ke sebuah taman kanak-kanak yang di ajar oleh teman Su-mi. Teman Su-mi senang bertemu dengan Yeong-ju. Teman Su-mi bilang Yeong-ju sangat cantik sekali. "Disini anak-anak cuma bermain. Karna buku-bukunya sudah usang. Tak ada yang bisa dipelajari. Makanya mereka hanya bermain saja. Terakhir kali kuhitung, kami butuh 4juta won untuk membeli buku-buku baru" curhat teman Su-mi.
Sementara di rumah, Hee-chul mengendap-endap masuk ke kamarnya sendiri. Dia mencari sesuatu di tas Yeong-ju dan senang sekali saat menemukan kartu identitas (KTP) Yeong-ju. Yeong-ju yang masuk ke kamarnya terkejut melihat Hee-chul memegang KTP-nya.
Yeong-ju segera meletakkan gelas air minumnya dan menyerbu Hee-chul untuk merebut kembali KTP-nya. Mereka berebut KTP dan berguling-guling di lantai. Yeong-ju kalah. Hee-chul duduk diatas tubuh Yeong-ju sambil menggigit KTP Yeong-ju. Tapi kemudian tiba-tiba nenek masuk ke dalam hingga membuat Hee-chul lengah dan Yeong-ju bisa merebut KTP-nya lagi dan segera memasukkannya ke dalam bajunya. Hee-chul hendak mengambil KTP itu tapi kemudian ia malu melihat posisinya ada di atas tubuh Yeong-ju. Nenek senyum-senyum melihat mereka berdua. (wakkkk....)
Sementara di rumah, Hee-chul mengendap-endap masuk ke kamarnya sendiri. Dia mencari sesuatu di tas Yeong-ju dan senang sekali saat menemukan kartu identitas (KTP) Yeong-ju. Yeong-ju yang masuk ke kamarnya terkejut melihat Hee-chul memegang KTP-nya.
Yeong-ju segera meletakkan gelas air minumnya dan menyerbu Hee-chul untuk merebut kembali KTP-nya. Mereka berebut KTP dan berguling-guling di lantai. Yeong-ju kalah. Hee-chul duduk diatas tubuh Yeong-ju sambil menggigit KTP Yeong-ju. Tapi kemudian tiba-tiba nenek masuk ke dalam hingga membuat Hee-chul lengah dan Yeong-ju bisa merebut KTP-nya lagi dan segera memasukkannya ke dalam bajunya. Hee-chul hendak mengambil KTP itu tapi kemudian ia malu melihat posisinya ada di atas tubuh Yeong-ju. Nenek senyum-senyum melihat mereka berdua. (wakkkk....)
"Siapa sebenarnya kau ini. Kenapa kau lakukan ini padaku" kata Hee-chul dengan putus asa. "Cepat temukan tas-ku. Aku tak punya banyak waktu" jawab Yeong-ju dengan enteng. "Kenapa kau pikir aku tahu dimana...." belum sempat Hee-chul melanjutkan kata-katanya, Ayah Hee-chul berteriak dari bawah memanggil-manggil nenek. Tentu saja Hee-chul panik. Karna takut ketahuan Ayahnya kalau ia masuk ke dalam rumah, Hee-chul mengambil gelas yang tadi dibawa Yeong-ju kemudian melompat turun dari kamar Yeong-ju yang lumayan tinggi coz ada di lantai 2.
Di bawah ternyata Yeong-duk sudah menunggu Hee-chul. Hee-chul meminta Yeong-duk untuk menyelidiki sidik jari Yeong-ju yang ada di gelas itu tapi jangan sampai paman Hee-chul yang sekantor dengan Yeong-duk tahu akan hal ini. Yeong-duk bilang, kalau ia lebih memilih hidup dan menikah dengan Yeong-ju daripada harus seperti ini. Yeong-duk bilang butuh waktu seminggu untuk mencari tahu tentang sidik jari itu.
Kemudian Hee-chul mengajak Yeong-duk untuk minum. Tapi Yeong-duk bilang ia harus facial hari ini untuk persiapan kontes "Pepper Boy". Kemudian mereka-pun sibuk membicarakan kontes itu. "Bocah Cabai, semangat!" ledek Hee-chul saat Yeong-duk beranjak pergi. Yeong-duk yang jengkel mengancamnya dengan melemparnya dengan gelas yang ada sidik jari Yeong-ju.
Kemudian Hee-chul mengajak Yeong-duk untuk minum. Tapi Yeong-duk bilang ia harus facial hari ini untuk persiapan kontes "Pepper Boy". Kemudian mereka-pun sibuk membicarakan kontes itu. "Bocah Cabai, semangat!" ledek Hee-chul saat Yeong-duk beranjak pergi. Yeong-duk yang jengkel mengancamnya dengan melemparnya dengan gelas yang ada sidik jari Yeong-ju.
Keluarga Hee-chul minus Hee-chul sedang makan buah bersama-sama. Nenek berteriak senang saat melihat ada bintang jatuh. Setelah itu, Yeong-ju di antar Su-mi ke telepon umum. Yeong-ju menelpon kakaknya dan bilang ia ada di Yongkang. Jalan-jalan seperti yang diminta kakaknya. Tapi tanggapan kakaknya masih tidak menyenangkan, jadi Yeong-ju pun langsung mengakhiri pembicaraan sambil membanting telepon itu.
Sementara itu, Hee-chul menelpon Jae-eun dan meminta Jae-eun untuk datang ke Yongkang, tapi ternyata jawaban Jae-eun mengecewakan.
Saat sarapan, semuanya membicarakan tentang Yeong-duk yang batal ikut kontes "Pepper Boy" karna cedera. Sudah tak ada lagi waktu yang tersisa karna kontesnya sebentar lagi. Hari ini ada rapat membicarakan hal itu dan semua orang khawatir karna tak ada wakil dari desa mereka. Yeong-ju yang tertarik meminta keterangan dari Su-mi. Su-mi pun menjelaskannya. "Apa hadiahnya uang?" tanya Yeong-ju. "Tentu saja. Hadiahnya sampai 4juta won" jawab Su-mi, kemudian ia memandang Yeong-ju yang mengedipkan matanya pada Sumi. Su-mi pun mengerti maksud Yeong-ju.
Hee-chul makan dengan rakusnya" Sekarang kau lihat, Ayahku memanggilku pulang. Sebentar lagi Ayah takkan mempercayaimu lagi." kata Hee-chul pada Yeong-ju yang duduk di depannya menemani Hee-chul makan. Su-mi yang ada di sebelah Yeong-ju hanya senyum-senyum.
Hee-chul makan dengan rakusnya" Sekarang kau lihat, Ayahku memanggilku pulang. Sebentar lagi Ayah takkan mempercayaimu lagi." kata Hee-chul pada Yeong-ju yang duduk di depannya menemani Hee-chul makan. Su-mi yang ada di sebelah Yeong-ju hanya senyum-senyum.
"Hee-chul, ikutlah kontes Pepper Boy" kata Yeong-ju. Hee-chul menertawakan kata-kata Yeong-ju. "Apa kau pikir aku bodoh. Akan kuadukan pada bibi tertua" ancam Hee-chul. Kebetulan Bibi tertua masuk ke ruang makan, tapi dia tak mempedulikan panggilan Hee-chul. "Apa kau sudah bilang padanya?" tanya Bibi pada Yeong-ju. Yeong-ju bilang sudah memberitahu Hee-chul tapi Hee-chul tak mau percaya. "Rupanya ia perlu diberi pelajaran lagi" kata Bibi Hee-chul. Kemudian Ayah Hee-chul masuk dan meminta Hee-chul ikut dalam kontes Pepper Boy.
Hee-chul pun pergi ke rumah Yeong-duk. Yeong-duk dengan tangannya yang diperban menyerahkan berkas kontes Pepper Boy pada Hee-chul yang menanggapinya dengan lesu.
"Menanglah bagaimanapun caranya. Lalu aku akan menghilang" kata Yeong-ju saat ia hanya berdua dengan Hee-chul. "Kenapa aku yang dipilih?" kata Hee-chul. "Siapa lagi yang bisa selain kau?" Yeong-ju balik bertanya. "Tunggu dulu. Kesehatan fisik?" kata Yeong-ju yang sedang membaca syarat-syarat ikut kontes yang diambil Hee-chul semalam dari Yeong-duk.
Hee-chul pun pergi ke rumah Yeong-duk. Yeong-duk dengan tangannya yang diperban menyerahkan berkas kontes Pepper Boy pada Hee-chul yang menanggapinya dengan lesu.
"Menanglah bagaimanapun caranya. Lalu aku akan menghilang" kata Yeong-ju saat ia hanya berdua dengan Hee-chul. "Kenapa aku yang dipilih?" kata Hee-chul. "Siapa lagi yang bisa selain kau?" Yeong-ju balik bertanya. "Tunggu dulu. Kesehatan fisik?" kata Yeong-ju yang sedang membaca syarat-syarat ikut kontes yang diambil Hee-chul semalam dari Yeong-duk.
"Lari dengan benar! Lihat kedepan!" teriak Yeong-ju dari atas sepeda sementara Hee-chul berlari dengan susah payah di depannya. Kemudian Hee-chul sit-up di rumahnya. "Kau pikir bentuk tubuhku akan bisa berubah dalam waktu sesingkat ini?" protes Hee-chul sambil terus berbaring dan memejamkan mata karna lelah. "Bukankah ini lebih baik daripada tak melakukan apa-apa?" kata Yeong-ju kemudian. Hee-chul membuka matanya dan terkejut saat melihat Ayahnya berdiri di depannya sementara Yeong-ju senyum-senyum di belakang Ayah Hee-chul. Semua warga desa memberi semangat pada Hee-chul. Su-mi dan Yeong-ju semangat menanggapinya. Hanya Hee-chul yang sama sekali tak bersemangat.
"Kontes Pepper Boy atau apa saja namanya. Aku tak bisa melakukan ini!" protes Hee-chul dengan putus asa. Yeong-ju menepuk-nepuk pundak Hee-chul. "Akan kukatakan pada Ayahmu" kata Yeong-ju dengan santai, lalu pergi sambil tersenyum nakal.
"Kontes Pepper Boy atau apa saja namanya. Aku tak bisa melakukan ini!" protes Hee-chul dengan putus asa. Yeong-ju menepuk-nepuk pundak Hee-chul. "Akan kukatakan pada Ayahmu" kata Yeong-ju dengan santai, lalu pergi sambil tersenyum nakal.
Sementara Hee-chul berguling-guling di tanah sambil mencabuti rumput yang ada di sekelilingnya karna ia takut Ayahnya marah lagi padanya. (kayak anak kecil kalau lagi ngambek...hehehe).
Berbagai persiapan di jalani oleh Hee-chul. Yeong-ju sampai harus mengajarkan Hee-chul tentang cara tersenyum yang indah karna senyum Hee-chul sangat aneh. Sampai-sampai Yeong-ju minta Hee-chul berlatih tersenyum 100x sehari! Karna Jurinya juga akan menilai senyuman seseorang. (haaaaaa???). Kemudian Yeong-ju membawa Hee-chul ke salon untuk manicure, pedicure, facial, dll sementara Su-mi dan Yeong-ju asyik membaca majalah.
Susah payah Su-mi dan Yeong-ju mengajari segala persiapan yang di perlukan. Warga desa yang tadinya bersikap dingin pada Hee-chul berubah menjadi bersahabat dan memberikan dukungan untuk Hee-chul. Termasuk ketiga pasien Hee-chul yang sebelumnya bersikap sinis. Yeong-ju terpesona dengan ketampanan Hee-chul saat Hee-chul sudah selesai di make-up. (mungkinkah....???).
Berbagai persiapan di jalani oleh Hee-chul. Yeong-ju sampai harus mengajarkan Hee-chul tentang cara tersenyum yang indah karna senyum Hee-chul sangat aneh. Sampai-sampai Yeong-ju minta Hee-chul berlatih tersenyum 100x sehari! Karna Jurinya juga akan menilai senyuman seseorang. (haaaaaa???). Kemudian Yeong-ju membawa Hee-chul ke salon untuk manicure, pedicure, facial, dll sementara Su-mi dan Yeong-ju asyik membaca majalah.
Susah payah Su-mi dan Yeong-ju mengajari segala persiapan yang di perlukan. Warga desa yang tadinya bersikap dingin pada Hee-chul berubah menjadi bersahabat dan memberikan dukungan untuk Hee-chul. Termasuk ketiga pasien Hee-chul yang sebelumnya bersikap sinis. Yeong-ju terpesona dengan ketampanan Hee-chul saat Hee-chul sudah selesai di make-up. (mungkinkah....???).
Kemudian Hee-chul mencoba belajar memperkenalkan dirinya. Tapi selalu saja salah. Hingga Su-mi pun jadi putus asa melihatnya. "Apa seh sebenarnya yang bisa kau lakukan di dunia ini?" tanya Yeong-ju. Kemudian Hee-chul menunjukkan kemampuannya bermain gitar. Yeong-ju terpana mendengarnya. Tapi tetap saja tak mau mengakui kelebihan Hee-chul dalam memainkan gitar. (sepertinya benih cinta sudah mulai tumbuh neh...^_^).
Hee-chul dan Yeong-ju pergi ke sebuah danau yang ada di desa Hee-chul. Yeong-ju duduk di tepi danau smentara Hee-chul membersihkan sepeda. Begitu selesai, Hee-chul duduk di sebelah Yeong-ju. "Ini pemandangan terbaik yang ada di desaku. Indah kan?" pamer Hee-chul. "Ini menyenangkan sekali. Tinggal di tempat seindah ini, dengan keluarga seperti yang kau punya. Kau harusnya bersyukur" kata Yeong-ju kemudian. "Harusnya Jae-eun yang bilang seperti itu" kata Hee-chul. "Siapa? Kekasihmu?" tanya Yeong-ju. "Jika dia tak mau jadi pacarku juga tak apa-apa. Oh ya, seperti yang orang lain bilang, kau bisa datang kesini kapan saja kau mau" kata Hee-chul kemudian.
"Meskipun kau bisa berbohong pada orang lain, tapi kau tak bisa membohongi dirimu sendiri. Aku tak tahu apa kesulitanmu, tapi katakan saja padanya bahwa kau akan melakukan apapun untuknya dan kemudian menikahinya. Kemudian cobalah bicara padanya lagi" nasehat Yeong-ju. "Berbohong pasti akan lebih mudah" sangkal Hee-chul.
"Kau pikir bohong itu mudah? Berbohong itu permainan otak. Bagian depan dan belakng cerita itu harus cocok. Kau butuh memori yang bagus untuk merekam kata-kata dan dengan cepat menyusunnya menjadi sebuah kebohongan" jelas Yeong-ju lagi. "Seperti mata kuliah buatku" kata Hee-chul.
"Kau pikir berbohong itu gampang?" kata Yeong-ju. "Kebohonganmu takkan bekerja padaku lagi. Saat orang normal bohong, akan kelihatan tandanya. Tapi saat kau berkata jujur, tanda itu akan terlihat di wajahmu. Wajahmu akan bersemu merah saat kau berkata jujur" terang Hee-chul. "Mau taruhan denganku?" tanya Yeong-ju. "Siapa takut?" tantang Hee-chul. "Berapa?" tanya Yeong-ju."10.000 won" jawab Hee-chul. "Murah sekali" kata Yeong-ju.
Hee-chul dan Yeong-ju pergi ke sebuah danau yang ada di desa Hee-chul. Yeong-ju duduk di tepi danau smentara Hee-chul membersihkan sepeda. Begitu selesai, Hee-chul duduk di sebelah Yeong-ju. "Ini pemandangan terbaik yang ada di desaku. Indah kan?" pamer Hee-chul. "Ini menyenangkan sekali. Tinggal di tempat seindah ini, dengan keluarga seperti yang kau punya. Kau harusnya bersyukur" kata Yeong-ju kemudian. "Harusnya Jae-eun yang bilang seperti itu" kata Hee-chul. "Siapa? Kekasihmu?" tanya Yeong-ju. "Jika dia tak mau jadi pacarku juga tak apa-apa. Oh ya, seperti yang orang lain bilang, kau bisa datang kesini kapan saja kau mau" kata Hee-chul kemudian.
"Meskipun kau bisa berbohong pada orang lain, tapi kau tak bisa membohongi dirimu sendiri. Aku tak tahu apa kesulitanmu, tapi katakan saja padanya bahwa kau akan melakukan apapun untuknya dan kemudian menikahinya. Kemudian cobalah bicara padanya lagi" nasehat Yeong-ju. "Berbohong pasti akan lebih mudah" sangkal Hee-chul.
"Kau pikir bohong itu mudah? Berbohong itu permainan otak. Bagian depan dan belakng cerita itu harus cocok. Kau butuh memori yang bagus untuk merekam kata-kata dan dengan cepat menyusunnya menjadi sebuah kebohongan" jelas Yeong-ju lagi. "Seperti mata kuliah buatku" kata Hee-chul.
"Kau pikir berbohong itu gampang?" kata Yeong-ju. "Kebohonganmu takkan bekerja padaku lagi. Saat orang normal bohong, akan kelihatan tandanya. Tapi saat kau berkata jujur, tanda itu akan terlihat di wajahmu. Wajahmu akan bersemu merah saat kau berkata jujur" terang Hee-chul. "Mau taruhan denganku?" tanya Yeong-ju. "Siapa takut?" tantang Hee-chul. "Berapa?" tanya Yeong-ju."10.000 won" jawab Hee-chul. "Murah sekali" kata Yeong-ju.
"Ok. Coba bilang, aku bohong atau tidak" kata Yeong-ju. "Ayo cepat" desak Hee-chul. "Apa yang harus kulakukan?Aku...Sepertinya aku mulai menyukaimu" kata Yeong-ju. Hee-chul menatap Yeong-ju. Wajah Yeong-ju bersemu merah.
"Aneh sekali. Kenapa wajahmu bisa bersemu merah" seru Hee-chul tak percaya. "Aku sudah biasa berbohong. Kau takkan pernah bisa menebaknya" kata Yeong-ju berusaha menyembunyikan rasa yang sebenarnya. "Dan Hee-chul, kau cocok disini. Kau cocok dengan tempat ini. Saat kekasihmu datang, ia akan tahu itu" tambah Yeong-ju.
"Aneh sekali. Kenapa wajahmu bisa bersemu merah" seru Hee-chul tak percaya. "Aku sudah biasa berbohong. Kau takkan pernah bisa menebaknya" kata Yeong-ju berusaha menyembunyikan rasa yang sebenarnya. "Dan Hee-chul, kau cocok disini. Kau cocok dengan tempat ini. Saat kekasihmu datang, ia akan tahu itu" tambah Yeong-ju.
"Aku pulang" kata Yeong-ju memasuki pintu rumah Hee-chul. "Kakak ada disini" kata Su-mi. "Tentu saja" jawab Yeong-ju. "Bukan itu maksudku. Kakak dan temanmu ada disini" jelas Su-mi. Yeong-ju sangat terkejut saat melihat kedua mantan temannya di penjara wanita sudah ada disitu.
"Yeong-ju! Kau susah sekali di cari. Kakakmu sangat mengkhawatirkanmu. Kau tak tahu betapa terkejutnya kami saat aku mendengar kau sudah meninggal" kata salah satu teman Yeong-ju. "Siapa yang bilang seperti itu?" tanya Yeong-ju. "Nenek itu" jawab teman Yeong-ju.
"Yeong-ju! Kau susah sekali di cari. Kakakmu sangat mengkhawatirkanmu. Kau tak tahu betapa terkejutnya kami saat aku mendengar kau sudah meninggal" kata salah satu teman Yeong-ju. "Siapa yang bilang seperti itu?" tanya Yeong-ju. "Nenek itu" jawab teman Yeong-ju.
"Kau terlambat, nenek sudah meninggal 3 tahun....."teriak nenek tapi ditenangkan oleh Bibi tertua Hee-chul. "Aku dengar dari iparmu. Kau melalui banyak kesulitan ya? Aku sudah mencarimu kemana-mana" kata teman Yeong-ju yang pura-pura jadi kakaknya.
"Hei, aktingku jauh lebih bagus kan sekarang?" kata teman Yeong-ju. "Semangatlah. Ini kan reuni kita sebagai kawan lama" kata teman Yeong-ju yang berpura-pura jadi 'kakak' Yeong-ju. "Bagaimana kalian bisa keluar?" tanya Yeong-ju."Jaminan. Kau tahu kan, akting kami tak begitu baik. Kami gunakan uang untuk keluar penjara" jawab teman Yeong-ju. "Bagaimana kalian tahu aku ada disini?" tanya Yeong-ju lagi. "Aku bertanya pada temanmu yang ada di Busan" jawab 'kakak' Yeong-ju. Kemudian Yeong-ju bertanya kenapa mereka mencarinya. Mereka bilang tentu saja karna mereka kan teman. Dan ternyata di desa ini sangat 'potensial'. Yeong-ju bilang salah satu anggota keluarganya itu seorang polisi. Tapi mereka tak peduli. Mereka ingin beraksi disini dan ingin Yeong-ju membantu. Kalau tak mau kerjasama, mereka mengancam akan memberitahu keluarga Hee-chul kalau mereka teman se-sel Yeong-ju. Tentu saja Yeong-ju marah karnanya. Yeong-ju pura-pura akrab dengan mereka saat Bibi tertua Hee-chul masuk sambil mengantarkan buah untuk mereka.
Yeong-ju ngobrol bersama kedua orang temannya di sebuah warung sambil minum kopi. Mereka minta Yeong-ju kerjasama. Separuh mereka yang tangani, separuhnya lagi bagian Yeong-ju. Yeong-ju masih ngotot tak mau ikut rencana mereka. Tapi beberapa saat kemudian tiba-tiba Yeong-ju bilang ia setuju kerjasama. Waktunya saat Kontes Pepper Boy berlangsung. "Matikan rokoknya!" teriak Yeong-ju saat melihat dua orang warga desa menghampiri dan mengucapkan salam padanya. "Aku benar-benar senang bekerjasama denganmu. Kebohonganmu hampir sama dengan kebenaran" puji teman Yeong-ju yang melihat betapa gampangnya Yeong-ju merubah karakternya dalam waktu singkat saat bicara dengan mereka, kemudian tiba-tiba bertemu warga desa.
Semua orang sibuk di pasar berjualan cabe hasil pertanian mereka. Uangnya dikumpulkan oleh kepala desa (ayah Hee-chul). Su-mi, Yeong-ju dan juga kedua temannya ikut membantu menjual cabe-cabe itu. "Jadi semuanya uang kepala desa" kata 'kakak' Yeong-ju. "Bukan. Kepala desa hanya mengumpulkan semua uang. Banyak kan uangnya. Dan semuanya uang cash" kata teman Yeong-ju. "Kau benar" jawab 'kakak' Yeong-ju sambil tersenyum licik.
Kontes Pepper Boy dimulai. SEmua peserta memperkenalkan diri dengan lancar. Hanya Hee-chul yang payah sekali melakukannya. Memperkenalkan dirinya saja ia gugup dan membuatnya jadi terbata-bata saat memperkenalkan dirinya.
Dari bawah panggung, Yeong-ju memberikan instruksi pada Hee-chul untuk tersenyum. Hee-chul tersenyum pada juri wanita. Tapi mereka malah memandang Hee-chul dengan aneh karna senyum Hee-chul juga aneh. hehehe...
Di belakang panggung semua peserta sedang bersiap menunjukkan bakatnya masing-masing. Ada juga 3 orang penari di belakang panggung. Mereka mengisi acara hiburan. Mereka baru saja datang sambil membawa baju yang akan mereka kenakan di panggung nanti. Yeong-ju menghampiri Hee-chul.
"Apa kau sedang mencoba membuat gema? CHOl, CHOl, CHOl, CHOl Hee-chul" ledek Yeong-ju. Karna Hee-chul tadi memperkenalkan dirinya di hadapan para juri seperti itu. "Bukan salahku jika aku tak menang. Sudah ku katakan, aku tak mau melakukan semua ini. Coba kau yang ada di panggung" protes Hee-chul membela diri. "Harapan Yongkang menang tiga tahun ini akan pupus sudah" kata Yeong-ju kecewa. "Itu bukan harapanku. Harusnya aku tak setuju dengan rencana ini. Jadi aku tak perlu melalui mimpi buruk ini" kata Hee-chul dengan lesu. "Para warga desa sangat berharap kita bisa menang" kata Yeong-ju sambil mengusap peluh di dahi Yeong-chul.
Tiba-tiba penonton bertepuk tangan dengan riuh. Lalu terdengar suara gitar mengalun dengan lembut dan indah. Yeong-ju mengintip ke panggung, Sung Sang-bae tampil dengan keren dan membuat banyak penonton menyukainya. Yeong-ju kemudian menghampiri Hee-chul yang sedang berlatih dengan gitarnya. "Kita tak bisa gunakan ini" kata Yeong-ju sambil meremas-remas kertas yang dipakai Hee-chul untuk latihan.
Di belakang panggung semua peserta sedang bersiap menunjukkan bakatnya masing-masing. Ada juga 3 orang penari di belakang panggung. Mereka mengisi acara hiburan. Mereka baru saja datang sambil membawa baju yang akan mereka kenakan di panggung nanti. Yeong-ju menghampiri Hee-chul.
"Apa kau sedang mencoba membuat gema? CHOl, CHOl, CHOl, CHOl Hee-chul" ledek Yeong-ju. Karna Hee-chul tadi memperkenalkan dirinya di hadapan para juri seperti itu. "Bukan salahku jika aku tak menang. Sudah ku katakan, aku tak mau melakukan semua ini. Coba kau yang ada di panggung" protes Hee-chul membela diri. "Harapan Yongkang menang tiga tahun ini akan pupus sudah" kata Yeong-ju kecewa. "Itu bukan harapanku. Harusnya aku tak setuju dengan rencana ini. Jadi aku tak perlu melalui mimpi buruk ini" kata Hee-chul dengan lesu. "Para warga desa sangat berharap kita bisa menang" kata Yeong-ju sambil mengusap peluh di dahi Yeong-chul.
Tiba-tiba penonton bertepuk tangan dengan riuh. Lalu terdengar suara gitar mengalun dengan lembut dan indah. Yeong-ju mengintip ke panggung, Sung Sang-bae tampil dengan keren dan membuat banyak penonton menyukainya. Yeong-ju kemudian menghampiri Hee-chul yang sedang berlatih dengan gitarnya. "Kita tak bisa gunakan ini" kata Yeong-ju sambil meremas-remas kertas yang dipakai Hee-chul untuk latihan.
Kemudian giliran Hee-chul tampil. Mulanya Hee-chul tak percaya diri. Kemunculan Yeong-ju dan kedua temannya membuat keluarga Hee-chul dan warga desa Yongkang tertawa senang. Sementara tiga orang penari mencari baju yang hendak mereka gunakan untuk tampil tapi bajunya tak mereka temukan dimanapun coz bajunya dipakai Yeong-ju dan kedua temannya untuk mengiringi Hee-chul di panggung.
Awalnya Hee-chul begitu gugup. Tapi melihat antusias penonton yang ternyata menyukai lagunya membuat Hee-chul semangat dan ikut beraksi di atas panggung bersama Yeong-ju dan kedua temannya. Bahkan para juri yang bertampang lumayan sadis pun ikut menggoyangkan kakinya di bawah meja walau mereka pasang tampang serius. Semua senang mendengar lagu yang dibawakan Hee-chul kecuali seorang penduduk desa asal Sung Sang-bae yang merasa tersaingi.
Pria setengah baya itu bilang kalau Hee-chul menyalahi aturan. Tak boleh di bantu oleh orang lain di atas panggung. Hee-chul harus melakukannya sendiri di atas panggung. Tentu saja Bibi Hee-chul tak terima karna itu berarti pria itu mengatai Yeong-ju. Penduduk desa Yongkang membantu Bibi Hee-chul dan keluarganya. Penduduk desa asal Sang-bae pun tak mau kalah. Terjadilah adu mulut hingga membuat pembawa acara bingung harus melakukan apa.
"Maaf. Yang pertama, aku minta maaf karna sudah menganggu anda. Sebelum memulai lagi lomba ini, bagaimana kalau kita membuat perjanjian. Untuk jadi Pepper Boy yang sesungguhnya, bukankah yang paling penting adalah seberapa besar kita mencintai cabe. Jadi bagaimana jika...kita mencari orang yang benar-benar mencintai cabe. Bagaimana jika kita adakan Kontes Makan Cabe?" kata Yeong-ju yang tiba-tiba sudah ada di atas panggung dan membuat semua orang yang tadi adu mulut terdiam.
Tak ada yang menolak usulnya. Akhirnya di adakanlah lomba makan cabe dengan peserta dua orang kontestan dengan nilai tertinggi yaitu Sung Sang-bae dan Choi Hee-chul. Yeong-ju mengangguk ke arah Hee-chul. Sepertinya Yeong-ju sudah memberitahu Hee-chul apa yang harus dilakukannya agar menang. Kali ini yang di nilai adalah seberapa banyak kedua kontestan memakan cabe dalam waktu 1 menit.
Awalnya Hee-chul begitu gugup. Tapi melihat antusias penonton yang ternyata menyukai lagunya membuat Hee-chul semangat dan ikut beraksi di atas panggung bersama Yeong-ju dan kedua temannya. Bahkan para juri yang bertampang lumayan sadis pun ikut menggoyangkan kakinya di bawah meja walau mereka pasang tampang serius. Semua senang mendengar lagu yang dibawakan Hee-chul kecuali seorang penduduk desa asal Sung Sang-bae yang merasa tersaingi.
Pria setengah baya itu bilang kalau Hee-chul menyalahi aturan. Tak boleh di bantu oleh orang lain di atas panggung. Hee-chul harus melakukannya sendiri di atas panggung. Tentu saja Bibi Hee-chul tak terima karna itu berarti pria itu mengatai Yeong-ju. Penduduk desa Yongkang membantu Bibi Hee-chul dan keluarganya. Penduduk desa asal Sang-bae pun tak mau kalah. Terjadilah adu mulut hingga membuat pembawa acara bingung harus melakukan apa.
"Maaf. Yang pertama, aku minta maaf karna sudah menganggu anda. Sebelum memulai lagi lomba ini, bagaimana kalau kita membuat perjanjian. Untuk jadi Pepper Boy yang sesungguhnya, bukankah yang paling penting adalah seberapa besar kita mencintai cabe. Jadi bagaimana jika...kita mencari orang yang benar-benar mencintai cabe. Bagaimana jika kita adakan Kontes Makan Cabe?" kata Yeong-ju yang tiba-tiba sudah ada di atas panggung dan membuat semua orang yang tadi adu mulut terdiam.
Tak ada yang menolak usulnya. Akhirnya di adakanlah lomba makan cabe dengan peserta dua orang kontestan dengan nilai tertinggi yaitu Sung Sang-bae dan Choi Hee-chul. Yeong-ju mengangguk ke arah Hee-chul. Sepertinya Yeong-ju sudah memberitahu Hee-chul apa yang harus dilakukannya agar menang. Kali ini yang di nilai adalah seberapa banyak kedua kontestan memakan cabe dalam waktu 1 menit.
"Apakah kedua kontestan sudah siap? Yak, mulai!" teriak MC. Hee-chul tak mengambil satu persatu tapi malah mengambil segenggam cabe dan langsung memasukkannya ke dalam mulut. Sang-bae sampai terpana dibuatnya hingga tak bisa melakukan apapun selain mengamati Hee-chul. Kemudian, Sang-bae mengatakan pada juri kalau dia menyerah. Tentu saja warga Yongkang menyambutnya dengan senang sementara orang yang tadi protes hanya bisa menatap dengan kecewa. Kemudian diumumkanlah bahwa pemenang kontes Pepper Boy tahun ini adalah Choi Hee-chul dari desa Yongkang! Yeong-ju diikuti Su-mi dan paman Hee-chul yang polisi mjau menghampiri Hee-chul di atas panggung. Yeong-ju dengan gembira memeluk Hee-chul. 'Kakak' Yeong-ju mengamati ekspresi Yeong-ju yang begitu gembira.
Semua penduduk desa ikut gembira dan merayakan kemenangan Hee-chul di rumah Hee-chul. Paman Hee-chul juga bangga sekali terhadap keponakannya. Kedua teman Yeong-ju ikut membantu melayani tamu dengan membawakan makanan sambil sesekali melirik ke arah kotak uang yang dibawa oleh Ayah Hee-chul.
"Benarkah?Oke. Sampai jumpa" kata Su-mi di telepon. "Kakak coba tebak? Setelah membeli semua buku, masih ada sisa 100ribu won" tambah Su-mi. "Pakailah untuk membeli baju seragam" kata Yeong-ju. "Bisakah? Tapi Kak Hee-chul belum dapat apa-apa" kata Su-mi. "Kakakmu itu urusanku" kata Yeong-ju sambil tersenyum senang. "Terimakasih, Kak." kata Su-mi. Kemudian Bibi nya memanggil Su-mi untuk membantu di luar. "Akan kukatakan kau sudah tidur. Jadi kakak tak perlu keluar. Istirahatlah" kata Su-mi sebelum keluar.
Hee-chul mengintip ke kamar Yeong-ju. Tapi Hee-chul ragu untuk masuk ke dalam kamar.. Kemudian saat hendak pergi, tiba-tiba Yeong-ju membuka pintu dan berjalan ke arah Hee-chul. Hee-chul pun mendekat menghampiri Yeong-ju. "Kau takkan pergi hari ini kan?" tanya Hee-chul. "Aku sudah meletakkan surat untuk ayahmu di lacimu. Aku sudah menjelaskan semuanya dalam surat itu" kata Yeong-ju. "Kenapa kau berubah begini cepat? Apa kau benar-benar akan pergi hari ini?" tanya Hee-chul lagi. "Sejuurnya, aku menyesal karna tlah berbohong, tapi kurasa datang kesini dan mengembalikan cincinmu itu bukan ide yang buruk. Keluargamu pasti akan sangat marah jika kau kehilangan cincin itu" kata Yeong-ju. "Tapi aku masih belum menemukan tas-mu" kata Hee-chul. "Tapi aku pergi membawa banyak kebahagiaan. Kau juga sudah melalui banyak hal. Aku minta maaf. Dan kau, begitu hebat hari ini" terang Yeong-ju.
Tiba-tiba Su-mi datang mencari Hee-chul dan terkejut karna Yeong-ju ada bersama Hee-chul. Ternyata ada seorang gadis mencari Hee-chul. Pantas saja Su-mi merasa tak enak pada Yeong-ju.
Hee-chul mengintip ke kamar Yeong-ju. Tapi Hee-chul ragu untuk masuk ke dalam kamar.. Kemudian saat hendak pergi, tiba-tiba Yeong-ju membuka pintu dan berjalan ke arah Hee-chul. Hee-chul pun mendekat menghampiri Yeong-ju. "Kau takkan pergi hari ini kan?" tanya Hee-chul. "Aku sudah meletakkan surat untuk ayahmu di lacimu. Aku sudah menjelaskan semuanya dalam surat itu" kata Yeong-ju. "Kenapa kau berubah begini cepat? Apa kau benar-benar akan pergi hari ini?" tanya Hee-chul lagi. "Sejuurnya, aku menyesal karna tlah berbohong, tapi kurasa datang kesini dan mengembalikan cincinmu itu bukan ide yang buruk. Keluargamu pasti akan sangat marah jika kau kehilangan cincin itu" kata Yeong-ju. "Tapi aku masih belum menemukan tas-mu" kata Hee-chul. "Tapi aku pergi membawa banyak kebahagiaan. Kau juga sudah melalui banyak hal. Aku minta maaf. Dan kau, begitu hebat hari ini" terang Yeong-ju.
Tiba-tiba Su-mi datang mencari Hee-chul dan terkejut karna Yeong-ju ada bersama Hee-chul. Ternyata ada seorang gadis mencari Hee-chul. Pantas saja Su-mi merasa tak enak pada Yeong-ju.
Hee-chul dengan tergesa-gesa keluar dari rumah. "Jae-eun" panggil Hee-chul dengan kaget. "Kak Hee-chul" balas Jae-eun. Hee-chul menghampiri Jae-eun. Ketiga bibi Hee-chul memperhatikan mereka berdua. Tiba-tiba Yeong-ju keluar dari dalam rumah dan berteriak, "Itu tas-ku" seru Yeong-ju sambil menunjuk tas yang di bawa Jae-eun. Kemudian Jae-eun beralasan kalau tas Yeong-ju ketinggalan di Kafe dan teman Hee-chul memintanya untuk membawanya kesini. Kedua teman Yeong-ju akan bersiap untuk mengambil uangnya dan segera pergi dari rumah Hee-chul. Kemudian Hee-chul melihat pamannya yang sopir taksi dan ayahnya datang mendekat. Jadi ia pun membawa Jae-eun pergi dari situ, meletakkan tas Yeong-ju dan memandang Yeong-ju utnuk mengambil tasnya. Sementara itu di kantor polisi, Yeong-duk sedang menunggu keterangan dari hasil sidik jari Yeong-ju.
"Apa kau terkejut?" tanya Jae-eun saat Hee-chul dan ia tiba di danau tempat dulu Hee-hul dan Yeong-ju pernah berduaan. "Ya, sedikit" kata Hee-chul tak bersemangat. "Tempat ini cocok sekali denganmu. Tempat ini seperti mimpi. Tempat impian. Aku tahu sebagian dari dirimu masih mengingikanku untuk tinggal disini. Aku juga tentu saja tahu perasaanmu padaku. Tapi kupikir aku tak ingin berada disini. Jadi sekarang tinggal kau yang harus menentukan keinginanmu sendiri. Aku aku tak mau lama menunggu. Tunjukkan padaku perasaanmu. Aku hanya berharap kau jujur pada dirimu sendiri" kata Jae-eun. tanpa membiarkan Hee-chul memotong sedikitpun pembicaraannya. "Baiklah. Sejujurnya...Aku...Haruskah aku mengucapkan terimakasih?" kata Hee-chul lesu. Fokusnya bukan pada Jae-eun lagi. Yang Hee-chul pikirkan adalah Yeong-ju. "Apa?" Jae-eun balik bertanya karna bingung.
Sementara itu di kantor polisi, Yeong-duk sudah berhasil mendapatkan keterangan tentang Yeong-ju dan dia buru-buru pergi menuju rumah Hee-chul.
"Pak kepala desa. Aku perlu kunci kotak uangnya untuk menghitung jumlahnya" kata sesorang pada Ayah Hee-chul. "Tapi tak ada uang di kotak itu" jawab Ayah Hee-chul. "Apa?" tanya orang itu dengan bingung. "Menantuku bilang, aku harus berhati-hati. Jadi aku memasukkan semua uangnya ke bank" jelas Ayah Hee-chul. "O..Begitu" kata orang itu lagi. "Omong-omong, apa kau lihat menantuku?" tanya Ayah Hee-chul.
Sementara itu, Yeong-ju ada di dalam mobil bersama kedua temannya. "Berikan kotak itu padaku" kata teman Yeong-ju yang ada di depan bersama 'kakak' Yeong-ju. "Kau tak bisa membukanya tanpa kunci" kata Yeong-ju sinis. "Biarkan aku mencobanya" teriak teman Yeong-ju sambil mengulurkan tangannya ke belakang untuk mengambil kotak uang yang di curi oleh mereka di rumah Hee-chul. Yeong-ju terkejut melihat cincin Ibu Hee-chul di pakai temannya. "Bagaimana kau bisa mendapatkan cincin ini?" tanya Yeong-ju marah sambil menarik tangan temannya dan berusaha mendapatkan kembali cincin itu. "Sakit! Tentu saja aku mencurinya. Hei, ini sakit!" teriak teman Yeong-ju kesakitan. "Hentikan mobilnya!" teriak Yeong-ju. 'Kakak' Yeong-ju segera menghentikan mobilnya di tengah jalan. "Kembalikan padaku sekarang!" teriak Yeong-ju.
"Kau aneh sekali akhir-akhir ini. Ada apa sebenarnya denganmu? Kita juga bisa menjualnya dan membagi uangnya" teriak teman Yeong-ju tak mau kalah. "Oke. Kau bisa mengambil uang bagianku. Jadi berikan cincn itu padaku!" teriak Yeong-ju lagi. "Apa? Ada apa denganmu sekarang? Jangan mendesakku" teriak teman Yeong-ju. "Hei! Berikan saja padanya cincin itu" kata 'kakak' Yeong-ju. "Tapi kak, ini cincin berlian" kata teman Yeong-ju masih tak mau kalah. "Sekarang , dasar bodoh" kata 'kakak' Yeong-ju dengan sinis. "Aku bilang kau bisa ambil uang bagianku" teriak Yeong-ju lagi. "Lebih baik kau tak berubah pikiran" kata teman Yeong-ju kemudian sambil menyerahkan cincinnya. Yeong-ju segera turun dari mobil setelah mendapatkan cincin itu. "Hei kau, semoga kita takkan pernah bertemu lagi" kata 'kakak' Yeong-ju dengan sinis. (Andai saja mereka tahu kalau kotak itu kosong..hihihi...^_^).
Dirumah, Hee-chul mencari surat dari Yeong-ju. Sementara itu, Yeong-ju sudah kembali masuk ke rumah untuk mengembalikan cincinnya. "Mau pergi?" tanya nenek yang sedang duduk di sofa. "Maafkan aku, Nek. Aku tak bisa lebih lama disini. Tetaplah sehat, Nek. Kau selalu bilang semua orang sudah meninggal. Tapi hiduplah lebih lama ya" kata Yeong-ju pada nenek dengan sedih.
"Kau aneh sekali akhir-akhir ini. Ada apa sebenarnya denganmu? Kita juga bisa menjualnya dan membagi uangnya" teriak teman Yeong-ju tak mau kalah. "Oke. Kau bisa mengambil uang bagianku. Jadi berikan cincn itu padaku!" teriak Yeong-ju lagi. "Apa? Ada apa denganmu sekarang? Jangan mendesakku" teriak teman Yeong-ju. "Hei! Berikan saja padanya cincin itu" kata 'kakak' Yeong-ju. "Tapi kak, ini cincin berlian" kata teman Yeong-ju masih tak mau kalah. "Sekarang , dasar bodoh" kata 'kakak' Yeong-ju dengan sinis. "Aku bilang kau bisa ambil uang bagianku" teriak Yeong-ju lagi. "Lebih baik kau tak berubah pikiran" kata teman Yeong-ju kemudian sambil menyerahkan cincinnya. Yeong-ju segera turun dari mobil setelah mendapatkan cincin itu. "Hei kau, semoga kita takkan pernah bertemu lagi" kata 'kakak' Yeong-ju dengan sinis. (Andai saja mereka tahu kalau kotak itu kosong..hihihi...^_^).
Dirumah, Hee-chul mencari surat dari Yeong-ju. Sementara itu, Yeong-ju sudah kembali masuk ke rumah untuk mengembalikan cincinnya. "Mau pergi?" tanya nenek yang sedang duduk di sofa. "Maafkan aku, Nek. Aku tak bisa lebih lama disini. Tetaplah sehat, Nek. Kau selalu bilang semua orang sudah meninggal. Tapi hiduplah lebih lama ya" kata Yeong-ju pada nenek dengan sedih.
Baru saja Yeong-ju berdiri, Su-mi datang dari luar memanggil-manggil Yeong-ju. "Kakak, kupikir kau sudah pergi" kata Su-mi dengan sedih. "Kenapa kau harus pergi. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah Hee-chul!" kata Ayah Hee-chul yang berada di belakang Su-mi. Akan kutunjukkan padanya" teriak Ayah Hee-chul marah. "Bukan seperti itu,Ayah" kata Yeong-ju. "Kau tinggal disini. Su-mi, cari kakakmu. Ada yang harus kuajarkan padanya. Beraninya dia membawa gadis lain kesini!" kata Ayah Hee-chul dengan marah.
"Ternyata kau ada disini. nona JOO Yeong-ju, benar kan? Pak Kepala desa, apa ada sesuatu yang dicuri atau ada sesuatu yang...." kata Yeong-deok yang datang tiba-tiba tapi tak bisa melanjutkan ucapannya karna di potong oleh Hee-chul yang datang dari lantai atas...."Yeong-deok! Cepatlah pergi dari sini" kata Hee-chul pada Yeong-ju. "Pergi kemana, dasar kau brengsek!" kata Ayah Hee-chul yang marah sambil memukuli Hee-chul. Yang lain mencoba menahan kemarahan Ayah Hee-chul tapi tak ada gunanya.
"Ternyata kau ada disini. nona JOO Yeong-ju, benar kan? Pak Kepala desa, apa ada sesuatu yang dicuri atau ada sesuatu yang...." kata Yeong-deok yang datang tiba-tiba tapi tak bisa melanjutkan ucapannya karna di potong oleh Hee-chul yang datang dari lantai atas...."Yeong-deok! Cepatlah pergi dari sini" kata Hee-chul pada Yeong-ju. "Pergi kemana, dasar kau brengsek!" kata Ayah Hee-chul yang marah sambil memukuli Hee-chul. Yang lain mencoba menahan kemarahan Ayah Hee-chul tapi tak ada gunanya.
"Berhenti! Ada yang harus kukatakan. Harusnya aku mengatakannya sejak awal. Sejujurnya, Aku tak punya hubungan apapun dengan Hee-chul. Seperti yang Hee-chul bilang, aku bertama kali bertemu dengannya di Kereta api. Aku melihat seseorang mencuri cincin Hee-chul. Dan aku mengambilnya kembali dari si pencuri itu. Karena....karena...Karena aku sedang dalam masa percobaan. Kupikir aku nanti pasti disalahkan sebagai pencurinya" terang Yeong-ju dengan sedih. "Masa percobaan? Jadi kau pernah di penjara?" tanya Ayah Hee-chul seakan tak percaya. "Ya, Ayah. Maafkan aku" lanjut Yeong-ju kemudian. "Tak perlu cerita lagi. Cepatlah pergi dari sini" kata Hee-chul.
"Sejak aku meninggalkan tas ku di kereta api, kupikir dengan datang kesini aku bisa mendapatkan tas ku kembali. Tapi saat melihat paman Hee-chul yang seorang polisi di apotik, aku takut aku akan ditangkap dan tak bisa menghadiri pernikahan kakakku. Aku benar-benar minta maaf. Kalian semua memperlakukanku dengan sangat baik. Aku takut akan membuat kalian semua kecewa. Aku sangat malu untuk mengatakan pada kalian semua betapa aku sangat berterimakasih. Tapi....Kalian semua begitu baik padaku. Terimakasih banyak. Aku benar-benar minta maaf" kata Yeong-ju.
Ayah Hee-chul sangat shock mendengarnya. Ayah Hee-chul duduk di tangga. Yang lainnya hanya memandang Yeong-ju. Su-mi menangis mendengar cerita Yeong-ju. Bagaimanapun juga, selama ini Su-mi sudah menganggap Yeong-ju sebagai kakak iparnya dan tak rela kalau harus kehilangan Yeong-ju.
"Nona ikutlah denganku" kata Yeong-deuk kemudian. "Tak ada yang salah disini, jadi biarkan dia pergi" kata Hee-chul membela Yeong-ju. Yeong-ju memberi hormat pada mereka semua kemudian pergi dari tempat itu. Hee-chul sedih, tapi tak tahu harus berbuat apa. Ayah-nya shock, dan hanya diam. Su-mi ingin memintanya tinggal, tapi apa daya, ayahnya cuma diam saja meliht kepergian Yeong-ju yng tadinya sangat disayanginya melebihi putranya sendiri.
Hanya Su-mi yang berlari mengikuti Yeong-ju keluar rumah sedangkan paman dan bibi hanya memandang perpisahan mengharukan itu dari jendela rumah.
"Sejak aku meninggalkan tas ku di kereta api, kupikir dengan datang kesini aku bisa mendapatkan tas ku kembali. Tapi saat melihat paman Hee-chul yang seorang polisi di apotik, aku takut aku akan ditangkap dan tak bisa menghadiri pernikahan kakakku. Aku benar-benar minta maaf. Kalian semua memperlakukanku dengan sangat baik. Aku takut akan membuat kalian semua kecewa. Aku sangat malu untuk mengatakan pada kalian semua betapa aku sangat berterimakasih. Tapi....Kalian semua begitu baik padaku. Terimakasih banyak. Aku benar-benar minta maaf" kata Yeong-ju.
Ayah Hee-chul sangat shock mendengarnya. Ayah Hee-chul duduk di tangga. Yang lainnya hanya memandang Yeong-ju. Su-mi menangis mendengar cerita Yeong-ju. Bagaimanapun juga, selama ini Su-mi sudah menganggap Yeong-ju sebagai kakak iparnya dan tak rela kalau harus kehilangan Yeong-ju.
"Nona ikutlah denganku" kata Yeong-deuk kemudian. "Tak ada yang salah disini, jadi biarkan dia pergi" kata Hee-chul membela Yeong-ju. Yeong-ju memberi hormat pada mereka semua kemudian pergi dari tempat itu. Hee-chul sedih, tapi tak tahu harus berbuat apa. Ayah-nya shock, dan hanya diam. Su-mi ingin memintanya tinggal, tapi apa daya, ayahnya cuma diam saja meliht kepergian Yeong-ju yng tadinya sangat disayanginya melebihi putranya sendiri.
Hanya Su-mi yang berlari mengikuti Yeong-ju keluar rumah sedangkan paman dan bibi hanya memandang perpisahan mengharukan itu dari jendela rumah.
Yeong-ju baru saja turun dari bus. Ternyata ia berhenti di sebuah gereja. Di depan gereja banyak orang yang hendak mengikuti acara pernikahan. Yeong-ju masuk ke dalam sebuah ruangan ia mendengar percakapan ini, "Kenapa kau begitu keras kepala? Jika jam segini dia belum datang, ia pasti takkan datang. Mungkin terjadi sesuatu, jadi dia tak datang. Sudah hampir tiba waktunya. Ganti sekarang ya?" bujuk penata rias pada seorang calon pengantin wanita yang ternyata adalah kakak kandung Yeong-ju.
"Tunggu sebentar! Masih ada waktu kan" kata kakak Yeong-ju, lalu ia menangis. Penata riasnya jadi tambah bingung menghadapinya. "Kenapa kau begitu keras kepala? Apa kau mau menikah? Kau akan menghancurkan riasanmu kalau menangis seperti itu" kata perias pengantin dengan putus asa. "Akan kupukul dia jika dia datang" kata kakak Yeong-ju kesal. "Apa kau bodoh? Tak mau memakai apa-apa. Kau pasti sangat kaya karna bisa menyewa pakaian sebanyak ini" kata Yeong-ju dari belakang. Kakaknya menoleh ke belakang dan menghampiri Yeong-ju. "Siapa yang membuat aku seperti ini, dasar bodoh. seandainya saja satu-satunya adikku punya kelakuan baik" keluh kakak Yeong-ju sambil menangis, menghampiri Yeong-ju dan memeluk adiknya itu. Yeong-ju menumpahkan semua kesedihannya pada kakaknya, ia pun menangis sepuas-puasnya di pelukan sang kakak. (T_T)
"Tunggu sebentar! Masih ada waktu kan" kata kakak Yeong-ju, lalu ia menangis. Penata riasnya jadi tambah bingung menghadapinya. "Kenapa kau begitu keras kepala? Apa kau mau menikah? Kau akan menghancurkan riasanmu kalau menangis seperti itu" kata perias pengantin dengan putus asa. "Akan kupukul dia jika dia datang" kata kakak Yeong-ju kesal. "Apa kau bodoh? Tak mau memakai apa-apa. Kau pasti sangat kaya karna bisa menyewa pakaian sebanyak ini" kata Yeong-ju dari belakang. Kakaknya menoleh ke belakang dan menghampiri Yeong-ju. "Siapa yang membuat aku seperti ini, dasar bodoh. seandainya saja satu-satunya adikku punya kelakuan baik" keluh kakak Yeong-ju sambil menangis, menghampiri Yeong-ju dan memeluk adiknya itu. Yeong-ju menumpahkan semua kesedihannya pada kakaknya, ia pun menangis sepuas-puasnya di pelukan sang kakak. (T_T)
Sementara itu di rumah Hee-chul, Hee-chul menerima telepon dari salah seorang temannya yang memberitahu kalau Jae-eun di terima di rumah sakit di Seoul. Temannya pikir Hee-chul pasti akan sedih karna kehilangan Jae-eun. Tapi Hee-chul bilang dia tak apa-apa. (Coz sekarang yang dicintai Hee-chul bukan Jae-eun, tapi Yeong-ju....^_^).
"Kulihat kau memperbaiki kursi ibu" kata Hee-chul saat turun ke bawah dan tak sengaja melihat ke arah kamar ayahnya. "Sudah beberapa hari yang lalu" jawab ayahnya, saat Hee-chul hendak beranjak pergi, ia mendengar ayahnya bilang, "Aku pergi ke gudang dan kursi itu sudah diperbaiki. Semua orang sudah melupakannya. Tapi dia memberikan kursi itu sebagai hadiah untukku. Yeong-ju memperbaikinya dan pergi".
"Kulihat kau memperbaiki kursi ibu" kata Hee-chul saat turun ke bawah dan tak sengaja melihat ke arah kamar ayahnya. "Sudah beberapa hari yang lalu" jawab ayahnya, saat Hee-chul hendak beranjak pergi, ia mendengar ayahnya bilang, "Aku pergi ke gudang dan kursi itu sudah diperbaiki. Semua orang sudah melupakannya. Tapi dia memberikan kursi itu sebagai hadiah untukku. Yeong-ju memperbaikinya dan pergi".
Sementara itu, Yeong-ju sekarang bekerja di sebuah rumah makan yang sangat ramai pengunjung. Hari itu dia bekerja keras karna rumah makannya sangat sibuk sekali.
Malam itu Yeong-ju pulang kerja. Dia berusaha menghentikan bis tapi bisnya tak mau berhenti. Kemudian seorang anak kecil yang berada di dekatnya memberitahu ibunya kalau ada bintang jatuh. Yeong-ju terus memandangi langit untuk melihatnya.
"Apa kau tak ingin mengklarifikasi semuanya" kata seorang pemuda. Betapa terkejutnya Yeong-ju saat mengetahui bahwa pemuda itu adalah Hee-chul. "Kau harus membereskn semuanya" kata Hee-chul lagi. "Apa ada sesuatu yang belum kejelaskan?" tanya Yeong-ju bingung.
"Kau tahu, keluargaku bilang, aku harusnya berterimakasih padamu. Kita saling mencintai sejak lama. Tapi karna kau ditahan, aku jadi berpaling pada gadis lain" kata Hee-chul kemudian. "Darimana kau belajar berbohong?" tanya Yeong-ju. "Hei, aku ini Yeong-ju. Aku bisa melihat kebohonganmu" kata Yeong-ju kemudian. "Mau taruhan?" tantang Hee-chul. "10.000 won" kata Yeong-ju. "Murah sekali. Baiklah" kata Hee-chul.
"Lihat baik-baik. Lihatlah ini bohong atau tidak. Apa yang harus aku lakukan? Kau tahu...Aku menyukaimu. Yeong-ju, aku sudah memikirkannya baik-baik untuk mengatakan ini padamu. Tapi aku hanya membodohi diriku sendiri. Yeong-ju yang kukenal membuatku ingin jujur pada diriku sendiri. Jadi sekarang aku akan jujur. Aku mencintaimu" kata Hee-chul dengan tenang.
Yeong-ju menatap Hee-chul seakan tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Hee-chul. Setelah tenang kemudian Yeong-ju bilang, "Berikan padaku 10.000 won". "Apa kau belum tahu juga?" tanya Hee-chul. "Kau kalah" kata Yeong-ju. "Bagaimana kau tahu itu?" tanya Hee-chul. "Cepat berikan 10.000 won padaku" kata Yeong-ju kemudian.
"Baiklah. Tapi sebagai gantinya kau harus datang ke Yongkang. Itu adalah desa yang indah yang pasti akan sangat kau sukai. Dan juga, disana ada banyak orang-orang baik yang sangat merindukanmu" kata Hee-chul. Yeong-ju menangis mendengarnya. Hee-chul lega sudah mengungkapkan semua isi hatinya. Ia menghampiri Yeong-ju dan memeluknya dengan mesra.
Tiba-tiba Yeong-ju berteriak karna ia melihat seseorang mengambil dompet Hee-chul. Yeong-ju mengejar orang itu. Tapi Hee-ghul hanya tersenyum melihatnya kemudian bilang, "Biarkan saja ia memiliki dompet itu. Aku tak ingin dompet kosong itu mengganggu kejadian penting ini" kata Hee-chul.
Yeong-ju menatap Hee-chul. Hee-chul hanya tersenyum memandang Yeong-ju. Orang yang mengambil dompet tadi mengacungkan hasil copetannya. Ternyata bukan dompet tapi cincin Ibu Hee-chul. Kemudian mereka berdua dikejutkan oleh serombongan teman-teman Hee-chul yang sudah menunggu dari tadi. Dan ternyata orang yang mengambil cincin itu adalah salah satu teman baik Hee-chul. Teman-teman Hee-chul bilang kalau Yeong-ju memang sangat cantik, seperti yang dibicarakan oleh orang-orang di Yongkang. Yeong-ju tersipu-sipu malu.
Ini memang rencana Hee-chul dibantu dengan teman-temannya. "Aku mendengar cerita ini dari Su-mi" kata Hee-chul. Teman-teman Hee-chul minta di traktir minum. Karna mereka sudah menunggu lebih dari 2 jam dan merasa kedinginan. Saat teman-teman Hee-chul berjalan bersama, termasuk yang mengambil cincin Ibu Hee-chul, Hee-chul menggandeng tangan Yeong-ju. Mereka berdua berjalan mundur lalu kemudian kabur!!!........
"Baiklah. Tapi sebagai gantinya kau harus datang ke Yongkang. Itu adalah desa yang indah yang pasti akan sangat kau sukai. Dan juga, disana ada banyak orang-orang baik yang sangat merindukanmu" kata Hee-chul. Yeong-ju menangis mendengarnya. Hee-chul lega sudah mengungkapkan semua isi hatinya. Ia menghampiri Yeong-ju dan memeluknya dengan mesra.
Tiba-tiba Yeong-ju berteriak karna ia melihat seseorang mengambil dompet Hee-chul. Yeong-ju mengejar orang itu. Tapi Hee-ghul hanya tersenyum melihatnya kemudian bilang, "Biarkan saja ia memiliki dompet itu. Aku tak ingin dompet kosong itu mengganggu kejadian penting ini" kata Hee-chul.
Yeong-ju menatap Hee-chul. Hee-chul hanya tersenyum memandang Yeong-ju. Orang yang mengambil dompet tadi mengacungkan hasil copetannya. Ternyata bukan dompet tapi cincin Ibu Hee-chul. Kemudian mereka berdua dikejutkan oleh serombongan teman-teman Hee-chul yang sudah menunggu dari tadi. Dan ternyata orang yang mengambil cincin itu adalah salah satu teman baik Hee-chul. Teman-teman Hee-chul bilang kalau Yeong-ju memang sangat cantik, seperti yang dibicarakan oleh orang-orang di Yongkang. Yeong-ju tersipu-sipu malu.
Ini memang rencana Hee-chul dibantu dengan teman-temannya. "Aku mendengar cerita ini dari Su-mi" kata Hee-chul. Teman-teman Hee-chul minta di traktir minum. Karna mereka sudah menunggu lebih dari 2 jam dan merasa kedinginan. Saat teman-teman Hee-chul berjalan bersama, termasuk yang mengambil cincin Ibu Hee-chul, Hee-chul menggandeng tangan Yeong-ju. Mereka berdua berjalan mundur lalu kemudian kabur!!!........
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar