Rabu, 15 Desember 2010

Playful Kiss Episode 15

Semua anggota keluarga sangat kaget saat mendengar ucapan Ibu Seung-jo yang bilang bahwa Rabu depan akan di adakan pernikahan Seung-jo dan Ha-ni. Seung-jo kesal dan berkata, “Ibu berhentilah mengatur semuanya sesuai dengan yang ibu inginkan.” Ibu Seung-jo berkata, “Astaga.. mengatur apa? Bukankah kau yang bilang ingin menikah?” Seung-jo menjawab, “Aku bilang setelah lulus.” Ibu Seung-jo berkata, “Kapan itu? Kau nanti harus bekerja, kemudian melakukan wajib militer. Jadi untuk apa menundanya? Bukankah lebih baik lebih cepat? Lakukanlah selagi Ha-ni sangat cantik.”



Ayah Seung-jo dan Eun-jo ingin berkomentar namun Ibu Seung-jo langsung berkata, “Hentikan! Pokoknya kosongkan jadwal kalian pada hari rabu depan! Apa kalian tidak tahu betapa sulitnya mencari reservasi gedung untuk pernikahan? Pada rabu depan kosongkan jadwal kalian semua dan ayo saling membantu.” Ibu Seung-jo langsung pergi dan tidak menerima komentar apapun. Sementara itu Ha-ni terlihat tersenyum senang.


Ayah Ha-ni belum tidur dan sedang duduk di teras luar. Ibu Seung-jo menghampirinya dan bertanya, “Ada apa? Apa aku berlebihan dengan melakukan hal ini? Aku hanya berfikiran bahwa mereka akan lebih baik jika langsung menikah karena kita sudah tinggal bersama-sama.” Ayah Ha-ni berkomentar, “Ah ya aku mengerti. Tapi sejujurnya, ini sedikit menggangguku. Tapi terima kasih untuk semuanya.” Ibu Seung-jo bertanya, “Tapi kenapa ekspresimu seperti yang tidak senang?” Ayah Ha-ni menjawab, “Ah tidak. Aku hanya bingung dengan apa yang harus kupersiapkan.” Ibu Seung-jo berkata, “Apa yang perlu disiapkan? Sudah tenang saja. Semuanya sudah di persiapkan bahkan gedung pernikahan pun sudah aku sewa. Kita hanya memerlukan gaun dan cincin saja.”


Ha-ni memberi tahu rencana pernikahannya dan tentu saja Ju-ri dan Min-ah kaget mendengar hal itu. Ju-ri bertanya dengan berbisik, “Apakah kalian mengalami suatu kecelakaan?” Ha-ni kesal dan berkata, “Tentu saja tidak!”



Ju-ri melihat Jun-gu yang sedang memasak di dapur lalu dia bertanya, “Hmm apa Bong Jun-gu tau?” Ha-ni menjawab, “Ya. Ayah yang memberi tahu-nya.” Min-ah berkomentar, “Pantas saja dia terlihat lesu. Bahkan dia tidak menyadari kehadiran kita.” Ju-ri lalu bertanya, “Ah apa kau sudah mempersiapkan gaun pengantinmu? Bagaimana dengan cincin pernikahanmu?” Ha-ni menjawab, “Aku akan mempersiapkannya hari ini. Benar-benar sibuk sekali kau hari ini.”


Ada seorang tamu asing yang masuk kedalam restoran Ayah dan itu membuat pelayan kebingungan dan langsung memanggil Ayah. Ha-ni dan teman-temannya kebingungan dan memilih untuk tetap makan saja. Ayah tidak mengerti apa yang harus di katakan pada orang asing itu sehingga dia hanya bisa berkata, “Hi. Thank You.” Ayah lalu meminta bantuan Ha-ni karena Ha-ni adalah seorang mahasiswa dan Ha-ni pasti bisa berbahasa Inggris.
Ha-ni kebingungan dan berkata, “Hi. How are you?” Orang asing itu menjawab, “Hi. Aku… Aku ingin makan mie. Tolong berikan aku mie.” Semuanya kaget mendengar itu karena ternyata orang asing itu bisa berbahasa korea dengan fasih. Ayah keheranan dan berkata, “Ah ternyata dia bisa berbahasa Korea dengan baik.”


Ayah menyediakan Mie untuk orang asing itu dan orang asing itu menikmatinya dan bertanya banyak hal mengenai mie korea. Min-ah bertanya, “Tapi bagaimana bisa kau berbahasa Korea dengan fasih?” Orang asing itu menjawab, “Ibuku orang Korea dan Ayahku orang Inggris. Aku datang kemari untuk melihat kampung halaman ibuku dan aku disini hanya 10 hari.”

Orang asing itu menyicipi Kimchi mentimun dan bilang bahwa kimchi itu sangat enak. Ayah berkata, “Ah pria itu yang membuat kimchi enak ini.” Pria yang di maksud Ayah itu adalah Jun-gu yang hanya bisa mengangguk di dapur dan melanjutkan memasak. Ayah berkomentar, “Ah pria itu dari Busan jadi ya sedikit kaku.” Orang asing itu hanya bisa berkata, “Ah yeah….”


Ha-ni dan Seung-jo datang ke toko cincin dan mencari cincin untuk acara pernikahan mereka. Ha-ni memilih cincin namun Seung-jo selalu menolak cincin pilihan Ha-ni. Ha-ni kesal dan berkata, “Kalau begitu kau saja yang memilihnya.” Seung-jo bertanya, “Haruskah kita membeli cincin?” Ha-ni menjawab, “Tentu saja! Cincin itu adalah simbol dari cinta.” Seung-jo berkomentar, “Simbol cinta? Bagaimana bisa benda yang materialistis ini di sebut simbol cinta?Aku tidak akan membelinya!” Ha-ni mencegah Seung-jo dan berkata, “Kau harus membelinya! Ini sebagai tanda bahwa kau adalah laki-laki yang sudah menikah!” Seung-jo bertanya, “Jadi ini bukan simbol cinta, melainkan simbol pengikat?”
Seung-jo langsung pergi dari toko cincin itu meninggalkan Ha-ni yang masih melihat-lihat cincin. Ha-ni kesal dan dia mersa cemburu saat melihat ada pasangan yang sedang membeli cincin pasangan juga.


Ha-ni menarik Seung-jo menuju Butik Baju Pengantin. Seung-jo berkomentar, “Untuk apa membeli gaun ini jika kau hanya memakainya satu kali? Aku sudah memiliki jas ini.” Ha-ni merangkul tangan Seung-jo dan berkata, “Ayo masuklah aku ingin melihat-lihat gaun pengantin itu.” Seung-jo berkata, “Kalau begitu masuklah. Aku akan pergi ke suatu tempat dan menunggu.”


Seung-jo berjalan pergi dan Ha-ni mengejarnya lalu berkata, “Ah baiklah kalau begitu kita sekarang pergi ke studio photo saja.” Seung-jo bertanya, “Studio? Untuk apa?” Ha-ni menjawab, “Hmm untuk photo album.” Seung-jo berkomentar, “Tidak mau! Aku tidak mau di foto seperti itu, ‘Suami tolong lihat kemari, istri tolong lebih mendekat.’ Apa kau ingin aku melakukan hal bodoh itu? Tidak akan!”


Ha-ni kesal dan berkata, “Ini tidak adil! Kau menolak cincin, menolak gaun, dan sekarang kau menolak pemotretan? Jika kau tak ingin melakukannya lalu kenapa kau pergi keluar bersamaku?” Seung-jo menjawab, “Apa kau pikir aku keluar karena keinginanku? Aku kemari hanya karena kalian menginginkannya.” Ha-ni berkata, “Karena sudah terlanjut keluar lalu kenapa kau tidak membantu saja hah?! Kau hanya bisa mengeluh dan menolak ini itu!” Banyak orang yang lewat dan memperhatikan mereka. Seung-jo berkata, “Kenapa kau berkata seperti ini di jalan hah? Ini memalukan!” Ha-ni berkomentar, “Memalukan? Aku juga malu! Menurutmu bagaimana pikiran orang di toko cincin tadi hah? Kenapa aku harus selalu mengikuti keinginanmu?”




Seung-jo berkata, “Kalau begitu tidak usah beli!” Ha-ni kesal dan balas berkata, “Lalu bagaimana kita bisa saling mengikat hah?” Seung-jo berkomentar, “Huh sekarang aku mengerti kenapa banyak pasangan yang berpisah sebelum mereka menikah.” Seung-jo berjalan pergi dan meninggalkan Ha-ni yang kebingungan.

Ha-ni dan Seung-jo sedang ada di dalam mobil. Seung-jo berkata, “Aku katakan padamu sekarang. Bahkan setelah menikahimu aku mungkin tidak akan sanggup melihatmu. Aku tidak dapat menyesuaikan diri denganmu.” Ha-ni bertanya, “Kapan kau pernah seperti itu?” Seung-jo berkomentar, “Benar-benar… Ini semua karena Ibuku.” Ha-ni berkata, “Ini bukan karena Ibu! Kalau begitu kenapa kau ingin menikahiku?” Seung-jo berkomentar, “ Aku menyesal kenapa pernah mengatakan hal itu. Aku pikir kita harus memikirkan kembali hal ini.” Ha-ni benar-benar kecewa mendengar kata-kata Seung-jo.


Ha-ni menceritakan semua ini pada Ju-ri dan Min-ah yang kaget mendengarnya. Ju-ri bertanya, “Benarkah? Jadi kau bahkan belum mendapatkan gaunmu?” Ha-ni menjawab, “Ya. Bahkan kita tidak berbicara di rumah. Jika kita bertemu, maka dia akan menghindariku.” Min-ah bertanya, “Apa? Padahal tinggal beberapa hari lagi waktu pernikahanmu itu.” Ha-ni berkata, “Dia bilang padaku bahwa dia menyesal karena telah memintaku menikah dan ingin memikirkan hal ini lagi.”



Min-ah mencoba menenangkan Ha-ni dengan berkata, “Kau kan tau kalau Baek Seung-jo itu memang dingin. Bahkan jika dia berbicara seperti itu, itu bukan maksud yang ingin dia katakan.”

Ayah Ha-nisedang ada di Restoran sambil membaca buku. Seung-jo datang ke Restoran dan bertanya, “Buku apa yang anda baca?” Ayah Ha-ni menjawab, “Buku mengenai nasihat ayah pada anak perempuannya. Apa yang membuatmu datang pada jam segini?” Seung-jo terlihat kebingungan dan berkata, “Hmm ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.”


Ibu Seung-jo membuka bungkusan cangkir dan Ha-ni terlihat lesu. Ibu Seung-jo bertanya, “Kenapa calon pengantin terlihat begitu lesu? Apa Seung-jo bertingkah menyebalkan?” Ha-ni menjawab, “Ah tidak-tidak. Hey cangkir ini terlihat cantik.”

HP Ha-ni berbunyi dan itu telpon dari Ayahnya. Ayah bertanya, “Ha-ni… Kau sedang apa? Kalau tak sibuk datanglah kemari.” Ha-ni kebingungan dan balik bertanya, “Sekarang? Kenapa? Apa terjadi sesuatu? Kencan? Ah baiklah aku akan segera kesana.”


Ha-ni datang ke Restoran dan menemui Ayah yang berdiri di luar. Ha-ni melihat kedalam Restoran dan kaget saat melihat ada Seung-jo di dalam Restaurant.

Mereka bertiga pun pergi ke suatu tempat dengan mobil Seung-jo. Ha Ni bertanya, “Kita akan pergi kemana?” Seung-jo hanya menjawab, “Kau akan mengetahuinya begitu kita sampai.”

Dan ternyata mereka bertiga pergi ke sebuah tempat pemakaman. Seung-jo meletakkan bunga di sebuah makam dan Ayah berkata pada Ha-ni, “Seung-jo ingin bertemu dengan Nenek dan Ibumu. Aku terlalu sibuk sehingga lupa akan hal ini.” 




Ha-ni hanya bisa terdiam. Seung-jo lalu berkata, “Senang bertemu denganmu Ibu. Nenek… Cucu menantumu ada disini. Apa kau menyukaiku? Aku khawatir karena Ha-ni sudah tidak mendengarkanku lagi. Tapi kalian tak perlu khawatir karena aku akan menjaganya.” Ha-ni bergumam pelan, “Aku benci….” Seung-jo mendengar kata-kata itu dan bertanya, “Benci?” Ha-ni menggeleng dan menjawab, “Aku suka… Terima kasih. Ibu… Nenek… Aku akan menikah.” Seung-jo dan Ha-ni tersenyum sementara Ayah Ha-ni terlihat sedih.


Mereka berdua lalu berjalan bersama-sama. Seun-jo berkata, “Kyung-su akan menjadi pembawa acara karena Event Organizer pernikahan kita tidak menyediakan pembawa acara.” Ha-ni bertanya, “Lalu bagaimana dengan rencana bulan madu kita? Kemana kita akan berbulan madu?” Seung-jo berkomentar, “Hmm bulan madu? Apa kita harus melakukannya? Kita tidak memiliki banyak waktu.” Ha-ni kesal dan berkata, “Huh lagi-lagi kau menolak.” 




Seung-jo pun berkata, “Baik baik… Kemana? Kamu mau pergi kemana?” Ha-ni menjawab, “Hmm Italy? Roma?” Seung-jo berkomentar, “Roma? Dalam mimpimu saja!”
Ha-ni berkata, “Aku bercanda. Walaupun tidak pergi jauh tapi aku harap kita pergi ke sebuah pulau.” Seung-jo berkomentar, “Baiklah. Bagaimana jika Pulau Yeo-eui do? kenapa? Bukankah itu salah satu pulau yang indah? Atau Pulau Bam? Ah ya baiklah Pulau Dduk?” Ha-ni jelas tidak setuju karena itu Pulau-pulau dekat yang ada di sekitar sungai Han. Seung-jo pun berkata, “Baiklah kita tentukan dengan permainan di HP ini. Jika gambar yang keluar 3 kali sama maka kita akan pergi ke tempat yang kau inginkan. Bagaimana?” Ha-ni berkomentar, “Baiklah. Tapi itu kemungkinannya sangat kecil.” Seung-jo langsung memulai permainan di HP dan ternyata gambar yang keluar itu sama dan tentu saja Ha-ni sangat senang karena dia yang akan memutuskan bulan madu mereka itu ke Pulau Jeju. Seung-jo juga diam-diam ikut tersenyum senang.


Ju-ri dan Min-ah menginap di rumah Seung-jo karena besok adalah hari pernikahan Ha-ni. Ju-ri bertanya, “Bagaimana perasaanmu? Besok hari pernikahanmu.” Ha-ni menjawab, “Entahlah. Aku belum merasakan perasaaan deg degan itu.” Ju-ri dan Min-ah saling menatap lalu mengeluarkan sebuah kotak hadiah untuk Ha-ni. Ha-ni membuka hadiah itu dan ternyata hadiahnya adalah pakaian dalam, baju tidur dan juga parfum. Ju-ri berkata, “Kami membeli ini di internet. Mereka bilang bahwa hadiah yang cocok untuk pasangan yang akan bulan madu itu adalah pakaian dalam dan pakaian tidur.” Ha-ni langsung tersenyum malu-malu.




Ju-ri berkata, “Kau harus mandi dahulu. Lalu kau pakai pakaian dalam ini dan semprotkan sedikit parfume ini.” Min-ah berkomentar, “Dan kau juga harus memakai make up yang bagus.” Ju-ri berkata, “Ah ya saat kau mandi kau dilarang bernyanyi.” Ha-ni kebingungan dan bertanya, “Hmm kenapa?” Min-ah menjawab, “Karena laki-laki akan menganggap kau lebih kuat.” Semuanya tertawa dan Ju-ri tiba-tiba bertanya, “Hey bagaimana ciuman Baek Seung-jo? Apakah dia pandai melakukan hal itu?” Ha-ni semakin malu saat di tanya seperti itu.

Di ruang keluarga, Ayah Ha-ni memberikan satu set perlengkapan makan. Ibu Seung-jo bertanya, “Apa ini?” Ayah Ha-ni menjawab, “Aku dengar jika aku tidak melakukan apa-apa maka setidaknya aku perlu memberikan ini. Ah ya aku juga membeli satu set selimut. Itu ada di kamar tapi aku tidak tahu apakah kau suka atau tidak.” Ayah Seung-jo berkomentar, “Besan, kau sungguh baik sekali pada kami.” Ayah Ha-ni tersenyum dan berkata, “Ya. Besan semoga kau juga baik padaku ya.”


Eun-jo bertanya, “Kak, apakah kau sudah tidur?” Seung-jo menjawab, “Belum.” 




Eun-jo kembali bertanya, “Jadi kau akan menikah dengan Oh Ha-ni?” Seung-jo menjawab, “Sepertinya begitu. Kenapa? Kau tidak menyukainya?” Eun-jo berkomentar, “Tentu saja. Oh Ha-ni itu bodoh dan aneh. Tidak peduli apapun pokoknya dia itu bodoh! Dia tidak bisa berenang tapi mencoba menyelamatkanku. Meskipun kau kejam padanya tapi dia tetap menyukaimu. Suatu saat aku akan menikahi wanita yang lebih pintar dari Oh Ha-ni dan lebih cantik dari dia. Tapi aku mendukungmu menikah dengan Oh Ha-ni karena aku menyukaimu. Tapi sejujurnya… Aku rasa benar jika kepribadianmu itu memiliki banyak masalah dan aku pikir kau memang harus menikahi orang seperti Oh Ha-ni. Kau melakukan hal yang benar. Selamat!” Seung-jo tersenyum mendengar hal itu.


Ternyata malam-malam Jun-gu datang ke rumah Seung-jo dan hanya melihatnya dari jauh. Jun-gu berkata, “Ha-ni… Aku sangat senang sekarang ini karena mungkin kau juga sangat bahagia. Saat kau bahagia maka aku juga akan bahagia. Selamat Oh Ha-ni. Mimpi indah dan sampai jumpa besok.”(kasihan Jun-gu...hiks.....hiks...T_T)

Ha-ni selesai mandi dan dia masuk ke kamarnya dan melihat Ju-ri dan Min-ah sudah tertidur. Ha-ni berkomentar, “Huh mereka bilang ingin mengobrol denganku semalaman tapi ternyata mereka tidur terlebih dahulu.” Ha-ni menyelimuti mereka dan pergi keluar kamar.

Ayah Ha-ni sedang minum di dapur dan Ha-ni datang menghampirinya. 




Ayah Ha-ni bertanya, “Kenapa kau belum tertidur?” Ha-ni menjawab, “Aku tidak bisa tidur. Bagaimana denganmu?” Ayah menjawab, “Hmm ya aku juga tak bisa tidur.” Ha-ni menggenggam tangan Ayahnya dan berkata, “Ayah… Terima kasih karena telah membesarkanku sebaik ini.”

Ha-ni terlihat ingin menangis dan Ayah pun berkata, “Jangan menangis, Matamu bisa bengkak. Jika matamu bengkak maka orang-orang akan bilang bahwa pengantin wanitanya tidak cantik. Sudah jangan menangis. Kenapa kau menangis di hari bahagiamu? Ayah akan tersenyum jadi kau juga harus tersenyum, ok? Anak tunggal dari Ayah yang seorang duda ini jika dia menangis di hari perikahannya maka hari akan hujan.” Ha-ni tersenyum dan berkata, “Baiklah… Aku akan tersenyum.”



Ha-ni lalu berkata, “Yah? Apakah kau mau berlatih untuk besok?” Ayah dan Ha-ni berdiri bersama dan latihan berjalan untuk hari pernikahan Ha-ni. Ayah sangat gugup dan Ha-ni terus memeluk lengan Ayah.


Hari pernikahan akhirnya tiba…. Seung-jo dan keluarganya berdiri di depan aula gedung pernikahan untuk menyambut para tamu yang datang. Sementara pengantin wanita yaitu Ha-ni sedang menunggu di suatu ruangan khusus.

Ha-ni berkumpul bersama teman-temannya dan berfoto bersama. 




Pintu ruangan terbuka dan datanglah Guru Kang-yi bersama Guru Ji-oh (Guru Kang-yi itu wali kelas Ha-ni dan guru Ji-oh wali kelas Seung-jo.) Guru Kang-yi memberikan selamat pada Ha-ni yang akan menikah. Ha-ni melihat Guru Kang-yi yang sedang hamil dan bertanya, “Guru… kau sedang hamil?” Guru Kang-yi tersenyum malu-malu dan menunjuk Guru Ji-oh.



Guru Kang-yi lalu berkata, “Ha-ni kau sungguh hebat karena bisa menikah dengan Baek Seung-jo!” Ha-ni tersenyum malu-malu. Guru Ji-oh lalu mengajak Guru Kang-yi untuk keluar dari ruangan khusus pengantin wanita itu. Ju-ri berkomentar, “Ha-ni kau lihat itu? Suatu saat nanti kau juga akan hamil seperti itu.”

Pintu ruangan khusus pengantin terbuka dan He-ra datang masuk. He-ra melihat Ha-ni dan berkomentar, “Kau cantik.” Ha-ni balas berkata, “Hmm kau juga.” He-ra tersenyum lalu berkata, “Aku senang karena itu adalah kamu. Hmm maksudku ya aku senang karena Seung-jo memilihmu, bukan aku. Inilah sebabnya aku menyukainya. Baek Seung-jo memiliki selera yang bagus dalam masalah perempuan. Berbahagialah,  aku jadi iri pada kalian dan ingin segera menikah juga.” Ha-ni berkata, “Baiklah aku akan bekerja keras.” He-ra berkomentar, “Jangan. Kau itu sudah sabar dan sangat gigih, jika kau bekerja keras juga maka semuanya akan mati.” Mereka berdua tersenyum lalu He-ra berkata, “Selamat.” Ha-ni balas tersenyum dan berkata, “Terima kasih banyak.”


Seung-jo sedang menerima ucapan selamat dari teman-temannya dan datanglah Jun-gu. Jun-gu berkomentar, “Sepertinya kau bahagia. Kau tersenyum sangat lebar. Hingga mulutmu itu terlihat seperti akan robek.” Seung-jo hanya tersenyum dan berkata, “Kau tampan.” Jun-gu berkata, “Tentu saja. Siapa tahu Ha-ni akan berubah pikiran setelah melihatku. Aku bisa berlari bersamanya.” Seung-jo hanya tersenyum.


Kyung-su menjadi pembawa acara dan dia meminta agar para tamu undangan memasuki aula gedung karena acara akan segera di mulai. Ha-ni sangat gugup dan dia langsung menggenggam tangan Eun-jo. Eun-jo bertanya, “Apa kau gugup?” Ha-ni menganggukan kepalanya. Eun-jo berkomentar, “Jangan membuat kesalahan. Seperti menjatuhkan cincinmu atupun menginjak gaunmu sendiri dan terpeleset.” Ha-ni kesal dan berkata, “Hey jangan katakan seperti itu!”

Eun-jo tiba-tiba berkata, “Apa kau mau aku memberimu hadiah pernikahan?” Ha-ni menjawab, “Ya. Apa itu?” Eun-jo langsung membisikkan sesuatu dan itu membuat Ha-ni sangat kaget mendengarnya.


Acara pernikahan di mulai. Ha-ni dan Ayahnya memasuki ruangan diiringi Min-ah dan Ju-ri yang menjadi pendamping mempelai wanita. Semua yang melihat mereka ikut senang dan Seung-jo juga terseyum saat melihat Ha-ni.


Kyung-su berkata, “Karena tidak ada pendeta disini maka mereka sendiri yang akan berjanji. Silahkan…” Seung-jo membuka buku kecil lalu berkata, “Aku Baek Seung-jo akan menghormati dan mencintai Oh Ha-ni apapun yang terjadi. Akan saling peduli, akan menjadi suami yang baik untuknya. Aku berjanji.” Ha-ni lalu berkata, “Aku Oh Ha-ni dengan suami Baek Seung-jo akan saling mencintai dan peduli selamanya apapun yang terjadi. Aku berjanji akan menjadi istri yang baik untuknya.”


Lalu acara selanjutnya adalah sambutan dari Ayah Seung-jo. Ayah Seung-jo berkata, “Sebenarnya Ha-ni ini adalah anak dari teman lamaku. Saat SMP, aku tinggal di rumahnya dan ya keluarganya memperlakukanku dengan sangat baik. Ini seperti kembali ke masa itu. Aku selalu berfikir bahwa tidak ada orang yang akan seperti dia. Sahabat yang hebat ini kini menjadi besanku. Temanku… Terima kasih karena kau telah membesarkan putrimu ini dengan sangat baik dan menikahkannya dengan putraku.”

Giliran Ayah Ha-ni yang memberikan sambutan. Ayah Ha-ni berkata, “Aku terus memikirkan kata-kata apa yang harus aku katakan. Dan ya aku mengingat saat kehidupan pernikahan saya yang begitu singkat. Pada hari pernikahan kami, salju turun. Dan pada saat malam natal, kami makan mie yang tersisa dan saling mengucapkan selamat natal. Setelah 100 hari, Ha-ni lahir dan istriku meninggal. Aku hanya bisa memeluk Ha-ni dan menangis. Aku masih ingat akan hal itu. Itu mungkin bukan hal besar tapi ya menyenangkan. Ini mungkin karena kesulitan yang di tanggung bersama-sama. Nenek sering sekali memanggil Ha-ni sebagai siput tapi walaupun begitu dia tahu jalan mana yang akan dia tempuh dan dia akan melewatinya dengan tersenyum. Saya selalu sedih dan menyesal akan kesendiriannya tapi mulai hari ini akan ada laki-laki tampan dan yang sayang padanya. Hatiku pun kini menjadi tenang dan yakin. Seung-jo… Terima kasih. Teruslah bersama Ha-ni selamanya.”


Kyung-su sebagai MC lalu berkata, “Saatnya acara tukar cincin.” Seung-jo mengambil cincin dan memasukannya ke jari tangan Ha-ni. dan giliran Ha-ni yang memasukan cincin ke jari tangan Seung-jo tapi cincin itu justru terjatuh dan membuat para tamu undangan tertawa. Ayah Seung-jo menemukan cincin itu dan memberikannya pada Ha-ni. Ha-ni meminta maaf dan memasukan cincin itu ke jari tangan Seung-jo.


Seung-jo berbisik pelan, “Dasar bodoh!” Ha-ni kesal dan berkata, “Huh jangan menggodaku Baek Seung-jo karena kau sebenarnya sangat menyukaiku sejak dulu!” Seung-jo kaget dan bertanya, “Apa? Apa maksudmu hah?” Ha-ni tersenyum dan menjawab, “Ciuman kedua itu. Itu bukan saat hujan bukan? Kau menciumku saat aku tertidur. Huh kekanak-kanakan sekali kau.” Seung-jo kesal dan langsung menatap Eun-jo yang sengaja memalingkan wajahnya.

Ha-ni berkata, “Setelah mealakukan itu kau begitu malu-malu.” Ha-ni tertawa lalu mencium Seung-jo secara tiba-tiba. 


Semua tamu undangan sangat kaget melihat itu namun mereka semua ikut tertawa. Kyung-su berkomentar, “Wow pengantin wanitanya sungguh berani sekali.” Seung-jo kesal dan langsung melepaskan ciuman Ha-ni. Ha-ni tersenyum dan berkata, “Lihatlah dirimu sekarang ini.” Seung-jo terlihat malu dan semua tamu masih terus tertawa. Hanya Jun-gu yang terlihat sedih saat melihat itu.






Mereka pun memulai acara bulan madunya. Ha-ni dan Seung-jo mengendarai mobil dan melewati pinggir pantai. Ha-ni berkata, “Bisakah kita turun sebentar dan melihat pantainya? Ayolah….” Seung-jo menepikan mobilnya dan Ha-ni pun keluar untuk melihat laut yang begitu bersih dan masih berwarna biru. Ha-ni melihat ke mobil dan ternyata Seung-jo masih diam duduk di dalam mobil. Ha-ni menghampiri Seung-jo dan bertanya, “Kenapa? Apa kau masih marah karena kejadian di pesta pernikahan itu?” Seung-jo hanya menjawab, “Jika kau sudah selesai maka cepatlah kita pergi.”


Ternyata di pesta pernikahan itu ada hal yang membuat Seung-jo lebih malu lagi daripada dicium Ha-ni secara mendadak. Ya Ibu Seung-jo memperlihatkan foto-foto masa kecil Seung-jo yang di dandani seperti perempuan. Ha-ni dan para tamu undangannya tertawa melihat hal itu. Kyung-su sendiri kebingungan saat melihat foto Seung-jo yang sangat imut itu. Eun-jo juga bertanya pada Ibunya, “Apakah itu Kakak?” Ibu Seung-jo tersenyum dan menjawab, “Ya. Itu kakakmu.”


Balik lagi ke pasangan yang sedang berbulan madu… Ha-ni berkata, “Ya aku tahu Ibu mertua terlalu keterlaluan padahal aku yakin dia mengetahui bahwa kau tidak menyukai hal ini.” Seung-jo kesal dan langsung meninggalkan Ha-ni. Ha-ni kaget dan langsung mengejar mobil Seung-jo sambil terus berteriak, “Hey Baek Seung-jo!!!!”


He-ra sedang berjalan dan Kyung-su diam-diam terus mengikutinya. He-ra kesal dan bertanya, “Kau sampai kapan mau terus mengikutiku hah?” Kyung-su kaget dan menjawab, “Hmm aku… He-ra.. Apa kau lapar? Aku tau kalau kau belum makan. Apa aku harus membelikanmu makanan?”


Ha-ni dan Seung-jo jalan-jalan di tempat penginapan mereka. Ha-ni sangat senang sekali karena akhirnya bisa pergi bulan madu bersama Seung-jo. 




Lalu ada yang lewat di depan mereka, seorang laki-laki dan perempuan yang sepertinya mereka ini pasangan juga dan terlihat jelas kalau si perempuan selalu memarahi si laki-laki. Perempuan itu melihat Seung-jo dan Ha-ni lalu berkata, “Ah kalian disini? Apa kalian masih ingat kami? Kami tadi duduk bersebelahan pada saat di pesawat. Hey kau ternyata cukup tampan, aku tidak menyadarinya. Kau bisa menjadi aktor.” Ha-ni cemburu melihat perempuan itu memuji Seung-jo makanya dia langsung menggandeng Seung-jo dan mengajak Seung-jo langsung pergi.


He-ra dan Kyung-su pergi ke Restoran Hot Dog. He-ra berkomentar, “Hmm...sepertinya kau begitu menyukai Hot Dog.” Kyung-su bertanya, “Kenapa? Apa kau tidak menyukainya? Haruskah kita pindah ke Restoran lain?” He-ra menjawab, “Tidak perlu.” Kyung-su mencoba membuat sebuah lelucon tapi justru itu malah membuat He-ra jadi pendiam.

Kyung-su melihat sebuah poster yang bertuliskan, “Makan 30 Hot Dog dalam waktu 10 menit dan kau akan terbang ke New York untuk mengikuti perlombaan.” Kyung-su menghampiri He-ra dan berkata, “Makan 30 hot dog dalam 10 menit hmm berarti 1 hot dog 20 detik? Ah aku pasti bisa melakukannya. Jika aku memenangkannya maka aku bisa membelikanmu barang mewah. Ah baiklah kita coba berlatih, aku akan memakan Hot Dog dan kau harus menghitung hingga 20.” He Ra tiba-tiba tertawa dan itu membuat Kyung-su senang.

Kyung-su berkata, “Wow kau tertawa,” He-ra langsung menghentikan tawanya dan kembali terdiam. Kyung-su bertanya, “Apa kau tidak merasa sakit pada hari itu? Kau berlatih tennis sangat keras.” He-ra menjawab, “Ah tidak.” Kyung-su berkata, “Hey kau itu berlatih tenis selama 4 jam. Itu sangat berat.” He-ra kebingungan dan bertanya, “Apa kau melihatku selama 4 jam itu?” Giliran Kyung-su yang kebingungan dan mengalihkan pembicaraan, “Ah aku… Aku akan memakan hot dog ini.” He-ra tersenyum melihat hal itu.


Ha-ni melihat Seung-jo sedang duduk di kursi luar tempat penginapan dan dia pun menghampiri Seung-jo lalu berkata, “Hmm disini udaranya sangat bagus. Dan lagi pantai ada di depan kita. Benar-benar indah. Ah ya aku tau kalau aku tidak pandai dalam banyak hal tapi aku akan berusaha keras untuk menjadi istri yang baik.” Seung-jo diam saja dan Ha-ni pun menyenderkan kepalanya di bahu Seung-jo. Ha-ni malu-malu dan berkata dalam hati, “Oh… Apa yang harus aku lakukan?” Tiba-tiba datang pasangan yang tadi dan berkata, “Kamar kalian disini? Kamar kami ada di sebelah sana. Wow ini takdir….”


Ha-ni dan Seung-jo mendatangi petugas hotel untuk melihat beberapa program yang di sediakan oleh hotel. Ha-ni bertanya, “Acara lilin? Apa ini?” Petugas hotel menjelaskan, “Ah ini… Ini adalah program yang paling sering di pilih oleh pasangan yang sedang berbulan madu. Dan kami juga ada program makan malam dengan anggur. Bagaimana?” Ha-ni berkata, “Wow bagus sekali. Bagaimana Seung-jo?” Seung-jo berkata, “Baiklah kita akan mengambil program itu.” Ha-ni tersenyum senang.



Petugas hotel lalu berkata, “Ah baiklah anda hanya perlu datang ke Restoran disana. Dan ada juga pasangan yang memesan program ini.” Ha-ni bertanya, “Hmma ada pasangan berbulan madu lainnya?”

Ternyata pasangan yang akan makan malam bersama itu adalah pasangan yang tadi siang bertemu dengan Seung-jo dan Ha-ni. Perempuan itu berkata, “Wow aku kira program ini akan sangat membosankan tapi ternyata sangat romantis. Huh kita ini benar-benar ditakdirkan sepertinya. Ah ya berapa usia kalian? Kalian terlihat masih sangat muda.” Ha-ni menjawab, “Kami 21 tahun.” Perempuan itu berkata, “Wow sama sepertiku. Tapi kalian sepertinya terlalu cepat… Apakah pernikahan paksa?” Ha-ni kesal mendengar kata-kata itu.



Perempuan itu lalu berkata, “Usiaku dan pasanganku beda 11 tahun. Bukankah terlihat jelas?” Seung-jo menuangkan minuman pada laki-laki itu dan si perempuan berkata, “Wow kau baik sekali menuangkan minuman untuknya. Ah karena usia kita sama, haruskah kita berbicara informal?” Seung-jo berkata, “Terserah kau saja.” Ha-ni kesal dan langsung meminum anggurnya dengan terburu-buru. Si perempuan mengejek Ha-ni dengan berkata, “Hey apakah kau berniat meminumnya dengan satu kali teguk?” Ha-ni berkata, “Huh aku tidak begitu tahu cara meminum anggur.” Seung-jo diam saja melihat Ha-ni.

Ha-ni dan Seung-jo pergi jalan-jalan dengan mobil dan Ha-ni terasa sangat mual sehingga Seung-jo menepikan mobil. Seung-jo berkata, “Apa kau baik-baik saja?” Ha-ni menjawab, “Ya.”


Jun-gu mengantarkan pesanan mie pada wanita asing yang waktu itu datang ke Restoran dan ternyata nama wanita itu adalah Christine. Christine meminta Jun-gu membawakan dia garpuh namun Jun-gu justru memarahinya dan bilang bahwa Christine harus memakan menggunakan sumpit jika di Korea. Jun-gu terus mengajarkan Christine cara memegang sumpit yang benar. Diam-diam Ayah Ha-ni tersenyum melihat Jun-gu yang dekat dengan Christine.


Seung-jo dan Ha-ni pergi berjalan-jalan bersama dan Seung-jo yang menjelaskan banyak hal tentang tempat yang mereka datangi. 




Pasangan itu datang ke tempat itu juga dan seperti biasa si Perempuan menganggu acara Ha-ni dan Seung-jo. Perempuan itu menggandeng Seung-jo dan meminta Seung-jo untuk menjelaskan banyak hal tentang gedung museum yang mereka datangi. Ha-ni sangat kesal melihat itu namun dia diam saja dan berjalan di belakang.


Ha-ni tiba-tiba berkata pada si laki-laki, “Kau sebagai suami harusnya menjaga istrimu itu!” Laki-laki itu berkata, “Aku juga sebenarnya khawatir. Aku pikir Seung-jo terus mengejar istriku.” Ha-ni kesal dan berkata, “Seung-jo? Istrimu lah yang terus mengejarnya!” Si laki-laki berkata, “Ah tidak istriku tidak seperti itu. Dia itu sangat baik dan ramah. Bahkan aku pikir dia itu terlalu baik untukku ini.”



Perempuan itu terus mengikuti Seung-jo dan dia berkata, “Hey lihatlah mereka terlihat sangat serasi sekali bukan?” Seung-jo melihat Ha-ni yang sedang berbicara dengan laki-laki itu dan dia diam saja. Si perempuan itu memeluk tangan Seung-jo dan meminta Seung-jo mengajaknya untuk berjalan-jalan ke museum lagi. Tiba-tiba ada perempuan asing yang menabrak mereka berdua dan itu membuat si perempuan kesal. Dan tentu saja yang menabrak itu adalah Ibu Seung-jo yang diam-diam mengikuti mereka.


Ha-ni dan Seung-jo mendatangi tempat oleh-oleh dan Ha-ni melihat sebuah maianan dan berkata, “Haruskah kita membeli ini untuk Eun-jo?” Seung-jo melihat ada seorang anak laki-laki yang berambut coklat dan dia berkata, “Tidak perlu.” Dan ya anak laki-laki berambut coklat itu adalah Eun-jo!


Mereka sudah selesai berjalan-jalan dan kembali ke hotel. Ha-ni berkata, “Wow kita sudah mengunjungi banyak museum hari ini. Apakah kau tidak lelah? Kau bahkan menyetir juga.” Seung-jo berkata, “Ah tidak. Kau apa mau mandi duluan?” Ha-ni panik dan menjawab, “Hmm haruskah aku duluan?” Ha-ni tersenyum dan menyiapkan dalaman yang akan dia pakai dan dia terus berfikir, “Ya ampun apa yang harus aku lakukan sekarang ini?”

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar dan Seung-jo pun membukakan pintunya. Ternyata yang datang adalah pasangan itu lagi. Si perempuan berkata, “Ayo kita minum anggur ini bersama-sama.” Ha-ni jelas sangat kesal karena hal itu. dan sepertinya Seung-jo juga tidak suka akan hal itu.


Besok paginya mereka berdua pergi sarapan. Ha-ni kesal dan berkata, “Ini hari terakhir kita disini tapi kita bahkan tidak punya foto bersama-sama.” Seung-jo tersenyum dan berkomentar, “Jangan khawatir. ” Ha-ni bertanya, “Kenapa?” Seung-jo diam saja tidak menjawab. (Mungkin maksud Seung-jo jangan khawatir itu karena dia tau kalau Ibunya pasti akan memotret banyak untuk mereka.)



Ha-ni berkata, “Huh bahkan kita tidak memiliki waktu berdua saja. Jadi kita akan pergi berdua saja, ok?” Seung-jo tersenyum dan berkata, “Ya baiklah.” Ha-ni pun ikut tersenyum senang.


Ha-ni bersiap-siap untuk jalan-jalan di dalam kamar dan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Seung-jo membuka pintu dan si laki-laki itu lah yang ternyata mengetuk pintu. Laki-laki itu datang ke kamar Seung-jo untuk meminta bantuan Seung-jo karena istrinya sedang kesakitan.

Seung-jo datang ke kamar pasangan itu dan memeriksa keadaan si perempuan. Ha-ni tidak suka melihat itu dan berkata dalam hati, “Kumohon jangan sentuh dia!” Si perempuan itu terlihat jelas pura-pura sakit dan memegang tangan Seung-jo lalu berkata, “Dadaku sakit.” 


Ha-ni langsung berkata, “Hentikan! Aku tidak suka kau menyentuh wanita lain!” Seung-jo berkata kejam, “Oh Ha-ni kau ini menikah dengan calon dokter. Bagaimana bisa kau cemburu pada orang yang sakit ini? Kau bahkan cemburu karena aku menyentuhnya? Apa kamu tidak merasa malu hah? Jika kau terus cemburu seperti ini maka kau tak bisa hidup bersamaku. Apa kau mengerti?” Ha-ni sedih mendengar hal itu dan langsung berlari pergi. Si laki-laki meminta Seung-jo mengejar Ha-ni namun Seung-jo tidak mengejarnya sehingga laki-laki itu yang pergi mengejar Ha-ni.




Si perempuan bangun lalu memegang tangan Seung-jo dan dia berkata, “Akhirnya tinggal kita berdua. Bukankah kau tidak menyukai Ha-ni? Bahkan kau tidak ingin menyentuhnya. Kasihan sekali kau. Kau seharusnya bertemu denganku sebelum bertemu dengan Ha-ni. Jika itu terjadi maka…”

Seung-jo tiba-tiba berdiri dan berkata, “Jika itu terjadi maka aku tidak akan menyukaimu! Aku tidak ada pilihan lain kecuali menghadapimu karena situasi ini. Kamu bahkan tidak sebanding dengan Ha-ni!” Si laki-laki itu datang ke kamar dan bilang bahwa dia tidak berhasil mengejar Ha-ni. Seung-jo pun pergi dari kamar itu.

Seung-jo melihat Ha-ni sedang duduk di kursi taman dan dia tersenyum lalu duduk di samping Ha-ni. Ha-ni kaget melihat Seung-jo dan dia langsung menggeser duduknya menjauh dari Seung-jo. Seung-jo berkata, “Aku pikir kau ingin bersamaku hari ini, tapi kenapa kau pergi sendiri? Apakah kau masih marah?” Ha-ni menjawab, “Coba kau ada di posisiku sekarang, kau juga pasti akan marah sepertiku!” Seung-jo berkata, “Tapi kau terlihat cantik jika tersenyum. Jika kau tersneyum maka aku merasa lebih baik.”



Ha-ni kaget mendengar hal itu. Seung-jo menggelitik Ha-ni dan Ha-ni pun mulai tertawa ceria kembali.

Malamnya…. Ha-ni dan Seung-jo terlihat sama-sama gugup dan mereka duduk terdiam. Ha-ni berkata, “Maafkan aku. Aku bersikap bodoh dengan cemburu hanya karena hal itu” Seung-jo berkomentar, “Aneh! Kau itu lucu sekali. Terkadang kau terlihat cantik. Tapi kenapa aku menyukaimu ya? Kau tidak cantik dan lucu sekarang ini. Tapi kenapa aku selalu merindukanmu?”


Seung-jo tiba-tiba mendorong Ha-ni ke belakang dan menciumnya lalu Seung-jo menggendongnya dan membawa ke kamar. Ha-ni berkata, “Tunggu sebentar… ” Seung-jo kebingungan dan bertanya, “Ada apa?” Ha-ni menjawab, “Ada yang perlu aku persiapkan. Ya sesuatu yang perempuan harus siapkan.” Seung-jo berkata, “Tidak perlu. Aku tidak bisa menunggu.”


Mereka sudah kembali ke rumah dari perjalanan bulan madunya. Ha-ni terbangun dan dia tersenyum senang saat melihat foto dia dan Seung-jo bersama. Tiba-tiba Ha-ni teringat sesuatu dan dia langsung berlari turun menuju dapur.




Ternyata di dapur Seung-jo, Eun-jo dan Ibu Seung-jo sudah berkumpul dan sarapan. Ibu Seung-jo berkata, “Ha-ni tidurlah kembali jika kau lelah.” Ha-ni berkata, “Maaf aku terlambat.” Seung-jo berkata, “Alarm berbunyi jam 5 pagi, aku pikir kau akan membuatkan sarapan pagi untukku.” Eun-jo berkomentar, “Kak seharusnya kau memikirkan kembali kata-katamu tadi.”


Ibu Seung-jo berkata, “Ha-ni ayo saparan bersama. Ah apa kau ingin mandi terlebih dahulu?” Ha-ni menjawab, “Ya aku akan mandi dahulu. Ah Seung-jo kau akan ke perpustakaan bukan? Aku akan cepat-cepat jadi kita bisa pergi bersama.” Ibu Seung-jo berkomentar, “Wow anakku menjadi dokter dan menantuku akan menjadi suster. Bagus sekali ini.” Ha-ni tersenyum dan berkata, “Tapi aku tidak bisa mendapatkan sertifkikat jika tidak masuk program ini. Jika tidak maka aku tidak akan mendapatkan keduanya.” Eun-jo berkomentar, “Hanya karena dia mengambil program ini maka belum tentu ini artinya dia akan lulus.” Ibu Seung-jo langsung memarahi Eun-jo dan bilang bahwa Ha-ni ini sekarang sudah menjadi kakak ipar Eun-jo.

Ibu Seung-jo lalu berkata, “Ah ya Seung-jo kau harus segera mendaftarkan pernikahan kalian ini. Aku tau kau sibuk tapi kau harus pergi bersama Ha-ni mendaftarkan pernikahan kalian berdua.” Seung-jo tiba-tiba berkata, “Tunggu. Aku masih ingin memikirkan hal ini.” Jelas semuanya kaget dan Ibu Seung-jo bertanya, “Apa maksudmu dengan berpikir? Apa ini kata-kata dari pasangan yang baru saja selesai berbulan madu bersama?” Seung-jo menjawab, “Kami melakukan pernikahan ini karenamu Ibu. Aku rasa ini terlalu terburu-buru.”



Ha-ni kebingungan dan bertanya, “Lalu apa yang harus aku lakukan hah?” Seung-jo menjawab, “Kau harus mengubah jurusanmu itu menjadi jurusan perawat. Daftarlah terlebih dahulu lalu mengubah jurusanmu.” Ibu Seung-jo berkomentar, “Huh apa hubungannya ini dengan pernikahanmu hah?” Ha-ni berkata, “Tidak mau!” Seung-jo balik bertanya, “Kenapa?Apa kau tidak yakin? Bukankah kau memang ingin jadi perawat?” Ha-ni menjawab, “Bukan. Aku… Aku hanya berfikir mengenai kemungkinanku tidak bisa mendapatkan program itu.” Seung-jo berkomentar, “Huh sudah kuduga hal ini akan terjadi suatu saat nanti.”



Seung-jo langsung berjalan pergi, tapi dia diam-diam tersenyum. Sementara Ibu Seung-jo dan Ha-ni terlihat kebingungan




Bersambung.....



1 komentar:

  1. mantab bro...
    ntar sambungannya kirim ke email gwa ya

    hatake kakasih28@yahoo.com

    BalasHapus